Tinta Media -- Regime moneter yang berkuasa saat ini adalah dollar Amerika. Hampir seluruh negara di dunia menjadikan dollar sebagai landasan pencetakan uang dan alat tukar internasional. Bahkan, dollar sedemikian rupa telah menjadi alat penjajahan gaya baru Amerika, yaitu dengan jebakan hutangnya.
Namun, apakah hal ini akan berlangsung seterusnya? Belum tentu, karena saat ini banyak negera yang mulai berbondong-bondong memborong emas secara besar-besaran. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan dunia terhadap dollar mulai berkurang. Negara-negara tersebut sedang mempersiapkan segala kondisi yang mungkin terjadi.
Apalagi China, sudah sekitar sepuluh tahunan ini melakukan devaluasi kompetitif, yaitu sengaja menurunkan nilai tukar mata uangnya agar ekspor barang dan jasa di pasar dunia lebih kompetitif dibanding saingan-saingannya. Perang dagang dan mata uang ini sebenarnya bukan hanya berpengaruh terhadap Amerika dan dollarnya, tetapi bisa mengubah tatanan dunia.
Sebenarnya, bukan hanya saat ini saja sebuah negara menggunakan mata uang sebagai alat perang, baik nilai maupun fisiknya. Hal ini pun pernah dilakukan oleh daulah khilafah Islam, yaitu pada masa dinasti Abbasiyah, dimulai oleh Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan berkuasa.
Ketika dinasti Umayah berkuasa dan memindahkan ibu kota ke Suriah, umat Islam memiliki negara tetangga berupa sebuah imperium besar di dunia pada saat itu, yaitu Byzantium yang beribu kota di Konstantinopel.
Tentu saja umat Islam sangat ingin membebaskan kekuasaan Herkules di sana untuk mewujudkan bisyarah nabinya. Namun demikian, persiapan perlu dilakukan dengan cermat, mengingat Byzantium adalah sebuah imperium yang besar.
Salah satu upaya persiapan sekaligus perlawanan umat Islam adalah dengan uang. Benarkah? Bukankah Byzantium jauh lebih kaya dan lebih makmur dari umat Islam? Bagaimana perlawanan umat Islam melalui uang?
Saat itu, mata uang yang beredar di negeri-negeri muslim maupun di tempat lainnya di Eropa dan Afrika adalah koin emas Byzantium sebagai sebuah negera besar yang berkuasa.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Khalifah kelima dinasti Umayah, beliau mencetak sendiri mata uang emas yang bertuliskan kalimat yang ada di Al-Qur'an serta mencantumkan gambar wajah beliau pada mata uang tersebut, menggantikan mata uang yang bergambar salib dan memuat wajah kaisar penguasa Byzantium yang sebelumnya menjadi alat tukar.
Hal ini tentu membuat marah kaisar serta menimbulkan krisis keuangan di negeri-negeri sekitar. Ini karena Khalifah Abdul Malik bin Marwan melarang peredaran mata uang Byzantium di seluruh wilayah daulah Islam dan mewajibkan semua transaksi menggunakan mata uang baru tersebut. Ini adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap hegemoni regime mata uang yang telah lama berjalan.
Hal ini pada akhirnya berlanjut dengan peperangan karena kaisar marah besar akibat simbol Kristen dan kekuasan Byzantium dihilangkan. Inilah bukti bahwa mata uang sengaja dicetak untuk keperluan politik dan militer daulah Islam, apalagi koin tersebut justru dicetak di dekat perbatasan. Krisis moneter terjadi secara besar-besaran dan berdampak luas pada perekonomian saat itu.
Bagaimana ketika daulah Khilafah yang kedua tegak, apakah uang kita yang berbentuk dollar money akan hilang? Apakah masyarakat akan bangkrut secara tiba-tiba?
Jawabannya tentu saja tidak. Daulah Khilafah akan melakukan konversi mata uang yang kita miliki, termasuk dollar kepada dinar dan dirham. Hal ini karena nilai intrinsik dinar sama berharganya dengan fisiknya, sehingga neraca keuangan negara terjaga dengan memperbaiki neraca pembayaran internasional pula. Hal inilah yang akan menjadi senjata umat Islam dalam pergaulan internasional.
Sekarang umat Islam juga sangat ingin membebaskan kota Roma untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah saw. kepada kita. Tinggal kita melayakkan diri dan melakukan berbagai macam persiapan yang diperlukan secara serius agar kemudian khilafah Islam segera tegak dan kota Roma segera kita bebaskan.
Wallahu a'lam Bishshawab.