Tinta Media

Berita Utama

Peristiwa

Showbiz

Follow FB@tintamedia.web.id

Foto

Video

Senin, 20 Mei 2024

Nyawa Melayang dengan Mudah, Di manakah Jaminan Nyawa Sistem Kapitalisme?


Tinta Media - Belakangan ini, sejumlah kasus pembunuhan secara sadis terjadi di beberapa daerah seperti di Bekasi, Ciamis dan Bali. Kasus kriminalitas ini menjadi booming di publik nasional. Aparat kepolisian juga berhasil membekuk para pelaku terduga dan mengungkap motif pembunuhan itu.

Yang pertama, ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi yaitu jasad wanita berinisial RM (50) sebagai korban pembunuhan Kamis (25/4) pagi. Polisi pun menetapkan Ahmad Arif (29) dan adik kandungnya Aditya Tofik (21) sebagai tersangka pembunuhan.

Yang kedua, kasus pembunuhan dan mutilasi  terjadi di Ciamis yang dilakukan oleh TBD (50) terhadap istrinya bernama Yanti (44) di wilayah Rancah, Ciamis, Jawa Barat. Ketua RT setempat di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Rancah, Yoyo Tarya melaporkan aksi pembunuhan tersebut kepada polsek Rancah. Setelah mengetahui pelaku berkeliling menawarkan daging korban dalam baskom.

Yang ketiga kasus pembunuhan pekerja seks komersial (PSK) di Bali oleh seorang pria bernama Amrin Ar-Rasyid Pane (20) menewaskan seorang perempuan berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Pada Jumat (3/5) sekitar pukul 03.00 WITA. Kasus ini bermula saat pelaku memesan wanita pekerja seks komersial melalui aplikasi di ponsel dan terjadi tawar menawar dengan korban. Mereka sepakat dengan harga Rp500 ribu. Korban datang di tempat kejadian perkara yang ditentukan oleh pelaku yaitu dikamar indekos pelaku. Lalu, korban masuk ke kamar kos dan pelaku melakukan hubungan badan dengan korban. Setelah itu, pelaku membayar sebesar Rp500 ribu, namun korban tidak terima dan meminta bayaran kepada pelaku sebesar Rp1 juta. Kemudian, pelaku tidak terima sehingga korban mengancam pelaku akan mendatangkan pacarnya bersama teman-temannya.

Usai diancam, pelaku emosi dan secara spontan melakukan penganiayaan dengan menggorok leher korban dari belakang dengan menggunakan pisau dapur. Korban pun sempat berteriak, pelaku membungkam mulut korban dengan tangan kiri. Lalu pelaku dengan cara membabi buta langsung menikam tubuh korban berulang ulang sampai tewas dan langsung memasukkan tubuhnya ke dalam koper lalu membuangnya. (CNN Indonesia, 05/05/2024).

Dalam sistem kapitalisme, kejahatan marak terjadi termasuk pembunuhan. Nyawa dalam sistem ini ternyata dihargai sangat murah, hanya karena emosi nyawa pun dapat dihabisi. Tidak habis pikir, manusia-manusia yang hidup di sistem ini berbuat di luar nalar. Hanya dengan perkara kecil saja nyawa dapat melayang. Cara membunuhnya pun beragam hingga sadis dan kejam. Tentu saja bagaimanapun cara membunuhnya pembunuhan yang terjadi tidak dapat dimaklumi. Karena kejahatan hingga hilangnya nyawa adalah suatu perkara yang besar.

Dengan meninggalnya satu orang tidak akan memutus kehidupannya saja, banyak kerugian lain yang akan terjadi. Ada keluarga, kerabat dan teman-teman yang akan sangat kehilangan sosok yang disayang. Bagaimana nanti nasib anak-anaknya jika ia adalah seorang ibu? Bagaimana nasib orang tuanya jika ialah anak tunggal mereka? Bagaimana nasib kerabatnya jika dia adalah satu-satunya saudara? Apalagi mengetahui tewasnya secara sadis dan kejam. Semua personal akan merasakan akibatnya.

Berita di atas hanyalah tiga dari banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi. Apalagi masih banyak kasus-kasus kriminalitas yang tidak terekspos media massa. Tentu hal itu ada kaitannya dengan pendidikan yang didapat masyarakat. Dengan sistem pendidikan kapitalisme-sekularisme masyarakat dididik dengan orientasi pada materi sehingga manusia-manusia yang dihasilkan adalah manusia-manusia tamak yang memaksakan kehendak dan selalu ingin memenuhi nalurinya.

Kepuasan jasmani dan materilah yang menjadi prioritas masyarakat sekuler. Tidak ada lagi syariat atau agama yang menjadi ukuran mereka. Semua cara dilakukan asalkan dapat mencapai tujuan. Semua dapat diterjang untuk mendapat kesenangan sesaat.

Hal tersebut juga berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. Orang-orang mudah tersulut emosi walau dengan hal-hal sepele. Hingga ringan sekali tangannya untuk menebas nyawa seseorang. Itu semua menjadi bukti bahwa sistem yang berlaku saat ini gagal dalam menjamin keamanan rakyatnya. Menjamin nyawa seorang saja tidak mampu.

Hal itu juga menunjukkan sistem sanksi yang ada tidak dapat menjerakan pelaku dan mencegah orang lain berbuat kriminal. Buktinya kejahatan seperti ini terus saja berulang terjadi dan semakin marak. Mata rantai permasalahan ini harus segera diputuskan.          

Sistem kapitalisme-sekularisme yang tidak dapat menyejahterakan rakyatnya serta menjaga keamanan seluruh rakyatnya maka berbanding terbalik dengan sistem Islam yang berorientasi jelas. Yaitu untuk menyejahterakan rakyatnya. Semua orang yang berada di bawah naungan Islam, muslim maupun non muslim akan terjamin kehidupannya dan terjaga nyawanya.

Dalam islam, membunuh seorang muslim diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Sistem sanksi yang diterapkan oleh islam pun dapat membuat jera pelaku dan mencegah orang lain bertindak kejahatan. Karena nyawa akan ditebus dengan nyawa inilah sistem yang akan memutus mata rantai  pembunuhan yang terjadi.

Ditambah lagi, sistem pendidikan islam yang berbasis akidah islam akan membentuk pribadi-pribadi mulia yang bertakwa kepada Allah SWT. Standar perbuatannya adalah syariat Allah SWT dari Al-Quran dan As-Sunnah.  Mereka pun paham dan yakin bahwa esok aka nada hari pembalasan yang mana semua amal akan dipertanggungjawabkan. Sehingga semua personal akan berhati-hati dalam bertindak dan menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. Waallahua’lam bisshawab. 

Oleh: Rosyida Az Zahro, Aktivis Dakwah

Anak Pelaku Kriminal, Peran Keluarga Mandul


Tinta Media - Pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap anak bukan lagi menjadi rahasia umum, hal demikian terus saja terjadi bahkan kian marak terjadi. Mirisnya pelakunya merupakan anak di bawah umur yang juga merupakan teman korban sendiri.

Di Sukabumi, seorang anak laki-laki yang baru mau duduk di bangku sekolah dasar berinisial MA (6 tahun) ditemukan tewas di jurang perkebunan dekat rumah neneknya diwilayah kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi. Tidak hanya dibunuh tapi juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Polres Sukabumi mengungkapkan bahwa pelaku utama pembunuhan dan sodomi merupakan seorang pelajar yang masih duduk dibangku SMP. Polisi pun menetapkan pelaku sebagai tersangka dan berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). (Sumber Sukabumiku.id)

Tidak hanya di Sukabumi, di Jambi pihak kepolisian menemukan fakta baru dalam persidangan dua tersangka atas kematian santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwin bernama AH (13 tahun) yang dibunuh oleh teman sesama santri. Majelis hakim pengadilan negeri (PN) Kabupaten Tebo telah menjatuhkan vonis terhadap dua tersangka, yaitu AR (15) dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Rd (14) dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara. (sumber Metrojambi.com) kedua kasus tersebut hanyalah sebagian kecil kasus dan masih banyak lagi kasus kriminal lainnya.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kasus anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan peningkatan pada periode 2020 hingga 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. Anak-anak yang menjalani masa tahanan di tempatkan pada beragam fasilitas pemasyarakatan. Saat ini tahanan anak ditampung di Lembaga pemasyarakatan (lapas) 243 orang, rumah tahanan negara (rutan) 53 orang, dan Lembaga pemasyarakatan perempuan (LPP) sejumlah 7 orang. Di tahun 2023 masih menyisakan empat bulan hingga akhir tahun, artinya angka tersebut kemungkinan akan mengalami peningkatan. Hal demikian menjadi alarm bahwa anak-anak di negeri ini sedang tidak baik-baik saja dan menuju pada kondisi yang sangat problematik. (sumber Kompas.id)

Hal demikian sangatlah miris, namun maraknya kriminalitas oleh anak-anak merupakan gambaran buruknya output dalam sistem pendidikan kapitalisme. Yaitu sistem yang hanya berorientasi pada materi. Maka akibatnya Orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi, sehingga orang tua merasa cukup jika sudah mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya berupa materi seperti pakaian, makanan, mainan kesukaan mereka, hingga sekolah favorit dan lainnya. Sementara itu orang tua juga hanya sebagai pengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme.

Akibat dari tekanan ekonomi ayah dan ibu sibuk bekerja sehingga anak-anak pun tidak mendapatkan pendidikan yang benar di dalam rumah, sementara itu disekolah juga diarahkan oleh sistem pendidikan sekuler yakni kurikulum pendidikan sekuler yang berorientasi pada materi dan minim nilai agama. Alhasil anak-anak pun terus diarahkan mengejar prestasi tanpa bimbingan akhlak dan ketaatan kepada Allah swt.

Apalagi sanksi di sistem kapitalisme tidak membuat jera pelaku kriminal. Apalagi jika pelakunya anak-anak (usia kurang dari 18 tahun), adanya peradilan anak yang juga tidak membuat si anak pelaku kriminal jera. Akibatnya anak-anak pelaku kriminal pun semakin marak akibat dari sanksi yang tidak menjerakan hingga kasus kriminal terus marak terjadi.

Berbeda dalam sistem pendidikan Islam dalam menjaga generasi dari kehancuran dan kerusakan, Islam memiliki mekanisme yang mampu mencetak generasi yang berkualitas baik dari segi keimanan, akhlak dan potensi diri. Islam memiliki sistem pendidikan Islam yang berdasarkan pada akidah Islam sehingga mampu dan telah terbukti menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian Islam bukan kepribadian kriminal.

Dalam Islam peran keluarga juga menduduki posisi yang khusus, keluarga merupakan fondasi awal sebuah peradaban karena kualitas generasi pertama kali ditentukan oleh keluarga. Peran orang tua dalam pendidikan anak sangat besar, Islam mewajibkan ibu menjadi sekolah pertama dan pendidik pertama bagi anak-anaknya. Didikan seorang ibu yang berlandaskan pada syariat Islam maka akan membentuk anak yang sholih dan sholihah. Pembentukan karakter ini akan semakin kuat karena Islam mewajibkan seorang ayah menjadi qawwam (pemimpin keluarga) sehingga peran ayah dan ibu akan memberi dampak yang sangat besar bagi pendidikan anak-anaknya.

Islam juga menetapkan adanya sanksi yang tegas sehingga keamanan pun anak-anak terjamin. Dalam Islam pelaku kejahatan akan diberi sanksi selama mereka sudah baligh dan dilakukan dalam keadaan sadar. Islam tidak mengenal pembatasan usia berdasarkan umur seperti usia 18 tahun yang dikategorikan sebagai anak-anak dan usia di atas 18 tahun dikategorikan dewasa. Islam hanya mengenal pembatasan usia berdasarkan baligh. Jika anak-anak belum baligh maka akan dihukumi anak-anak. Jika anak-anak sudah baligh maka mereka dihukumi mukallaf. Karena itu sekalipun usia mereka masih 15 tahun jika mereka sudah baligh maka sanksi akan berlaku kepada mereka. Penganiayaan yang berakhir pembunuhan akan mendapatkan sanksi qishas, sodomi mendapatkan had liwath yakni dijatuhkan dari tebing atau tempat didaerah tersebut. (sumber MMC)

Maka dengan demikian sanksi Islam akan menimbulkan efek zawajir yang mampu menjadi pencegah dan jawabir menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal. Tidak hanya itu dengan penerapan sanksi juga akan mampu menumpas para pelaku pembunuhan termasuk pelaku sodomi. Sehingga sanksi yang diterapkan akan mampu memberikan efek jera dan tidak menimbulkan adanya pelaku baru. Hanya saja konsep demikian akan terwujud jika keluarga, masyarakat, dan negara menerapkan Islam secara kaffah dalam setiap sendi kehidupan. Allahu A’lam Bishawab.[] 

Oleh: Haniah, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 19 Mei 2024

Anak Pelaku Kejahatan Lahir dari Sistem Rusak


Tinta Media - Masyarakat dipaksa untuk terbiasa saat mendengar ada kasus kejahatan  yang terjadi, karena jumlah kejahatan setiap tahunnya terus meningkat. Bahkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat ada 288.472 kejahatan selama tahun 2023. (Dataindonesia.id. 28/12/2023). Kasus kejahatan ini rata-rata dilakukan oleh orang dewasa.

Tetapi akhir-akhir ini ada kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Sungguh sangat menggemparkan publik. Anak sekecil itu sudah lihai melakukan kelakuan bejatnya seorang diri. Bermula dari anak laki-laki berinisial MA (6) menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh anak yang baru mau duduk di sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Yang menjadi pelaku utama kasus ini adalah seorang pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). (Sukabumiku.id. 02/05/2024)

Tak berhenti di kasus tadi, ada juga kasus pembunuhan yang dilakukan di pondok pesantren. Polisi mengungkap penyebab kematian santri Airul Harahap (13) di pondok pesantren Raudhatul Mujawwadin Kabupaten Tebo, Jambi. Ternyata sebelum meninggal korban dipukuli menggunakan kayu oleh dua orang senior berinisial AR (15) dan RD (14). Akar permasalahannya karena korban menagih utang kepada pelaku. (Detik.com. 23/03/2024)

Maraknya kriminalitas oleh anak-anak saat ini, terjadi karena diatur oleh sistem yang salah, sistem yang menomorsatukan materi, manfaat dan kebebasan yaitu kapitalisme. Bahkan dalam kapitalisme peran orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi, sementara itu orang tua juga tugasnya hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme ini.

Padahal orang tua merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan, karena ini akan menentukan sifat dan karakter anak pada masa yang akan datang. Hanya saja hidup dalam sistem kapitalis peran orang tua sangat minim dalam memberikan pendidikan pada anak-anaknya. Dengan dalih sibuk pada pekerjaannya maka perhatian yang dibutuhkan oleh anak seolah sudah cukup tergantikan hanya dengan memenuhi faktor finansialnya saja. Atau "broken home" yang dirasakan oleh anak menyebabkan anak mencari perhatian dengan melakukan hal-hal di luar nalar. Begitu pun kondisi ekonomi yang kurang atau kurang kesadaran orang tua terhadap pendidikan. Itu semuanya faktor yang menyebabkan peran orang tua tidak mempunyai andil dalam mendidik anak-anak mereka. (Psikologiuma.ac.id. 03/06/2023)

Tidak hanya peran orang tua yang bergeser dalam sistem ini, tataran masyarakat pun  seolah menutup mata melihat kejadian ini, padahal semua orang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menciptakan anak- anak sebagai penerus generasi. Yang harus turun tangan langsung yaitu mulai dari pihak keluarga, masyarakat bahkan pemerintah.  Yang paling penting adalah peran pemerintah, karena mempunyai wewenang untuk membuat aturan dalam bidang pendidikan yang dapat mencetak karakter pelajar yang tangguh, tapi ternyata kurikulum pendidikan yang dibuat pun mendukung untuk pelajar memiliki gaya hidup yang sekuler dan hedonis, sehingga menjauhkan dari kepribadian yang luhur.

Selain sistem pendidikan, pemerintah mempunyai wewenang dalam mengontrol lalu lintas sistem informasi digital. Kebebasan mengakses semua informasi tanpa penyaringan dapat menyebabkan anak-anak di bawah umur bebas melihat berbagai informasi tentang kekerasan, pergaulan bebas, pornografi/pornoaksi. Sehingga mereka dengan leluasa bisa mencontoh tanpa memahami kebaikan dan keburukannya.

Berbeda dengan Islam, dalam sistem pendidikan Islam yang pertama dilakukan adalah membangun kepribadian islami, yaitu pola pikir dan pola sikap bagi anak - anak. Ini menjadi sebuah keharusan karena akidah Islam adalah dasar kehidupan setiap muslim sehingga dijadikan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak, maka akan menghasilkan kepribadian yang luhur dan mulia.

Mempersiapkan anak-anak menjadi generasi unggul agar diantara mereka menjadi para ulama yang ahli dalam setiap bidang kehidupan, baik ilmu agama maupun sains dan teknologi. Jadi mereka mahir dalam sistem digitalisasi dan bertakwa kepada Allah sehingga mereka sanggup menjadi generasi pemimpin yang diharapkan oleh umat. Anak-anak tidak akan kehilangan arah dan terjerumus dalam kejahatan karena mereka sudah faham benar tujuan dalam mengarungi kehidupan.

Tak perlu diragukan lagi, jika aturan Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan maka keberhasilan akan diraih. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para ulama shalih terdahulu, salah satunya diantara banyak sosok yang dijadikan panutan, seperti Imam Syafii pada usia 7 tahun sudah menghafal Al- Qur'an  dan menjadi qadhi. Masya Allah.

Wallahu'alam Bishowab.

Oleh: Irma Legendasari, Sahabat Tinta Media 

Bencana Bertubi-tubi Akibat Salah Sistem


Tinta Media - Telah terjadi banjir bandang dan lahar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Tim penolong bergerak mencari korban yang dilaporkan hilang.

Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)  mengevakuasi ratusan warga di tiga daerah di Sumatra Barat yang terdampak banjir ke sejumlah posko pengungsian, Senin (13/05). 

Menurut laporan  dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kota Padang, korban meninggal dunia akibat banjir lahar dingin gunung Merapi dan banjir bandang dari tiga wilayah provinsi Sumatera Barat mencapai 52 orang, Selasa (13/05) pukul 15.00 WIB.

Kepala SAR Kota Padang, Abdul Malik mengatakan bahwa tim pencarian hingga saat ini masih mencari keberadaan warga yang dilaporkan hilang yang diduga terseret arus banjir bandang. Pencarian dilakukan dari kota Padang panjang hingga aliran sungai Anai.

Adapun rincian korban yang meninggal adalah 22 orang dari Kabupaten Agam, 24 orang dari Kabupaten Tanah Datar, dua orang dari Kota Padang Panjang dan dua orang lagi dari Kabupaten Padang Pariaman serta dua orang di Padang, (BBC News Indonesia).

Basarnas mengatakan, ada tiga orang yang belum teridentifikasi dari jumlah tersebut, hingga total yang meninggal 52 orang. Banjir bandang ini juga mengakibatkan  kerusakan 193 rumah warga di Kabupaten Agam. Di Tanah Datar, sebanyak 84 rumah mengalami kerusakan berat dan ringan. Jalur lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan Solok mengalami lumpuh total.

Miris, bencana alam terus berulang dan memakan banyak korban. Oleh karena itu, perlu adanya upaya mitigasi bencana sehingga pencegahan dapat optimal, demikian pula upaya menyelamatkan masyarakat.

Banyaknya kerugian yang dirasakan warga akibat terjadinya bencana menambah penderitaan. Rakyat semakin memprihatinkan di tengah kondisi sulit seperti saat ini.

Sebetulnya, apa faktor penyebab terjadinya banyak bencana alam?  Di samping qadha Allah, tentu saja kita tidak bisa membuat pernyataan bahwasanya bencana banjir bandang dan lahar itu semata-mata hanya karena faktor alam. Sebuah persoalan harus dilihat dan dirunut secara detail pada aspek hulu, bukan hanya dilihat dari aspek hilir saja, sehingga penyelesaian atau solusi preventif yang efektif bisa didapatkan.

Ini karena di samping faktor alam, juga terdapat andil besar perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sehingga, perlu ditinjau dan dipahami lebih mendalam untuk mencari akar permasalahannya. Dari sini, kita bisa menemukan solusi yang hakiki dalam menyelesaikan persoalan bencana.

Jika ditelaah, bencana bertubi-tubi yang terjadi disebabkan oleh kebijakan dari negara. Semua berkaitan dengan sistem aturan negeri ini yang sekuler kapitalistik.

Semua kebijakan dibuat hanya demi meraup keuntungan segelintir orang tanpa peduli akibat yang dirasakan oleh rakyat banyak. Kebijakan pembangunan yang ugal-ugalan dengan dalih investasi telah membuat rakyat kecil menderita. Sementara, yang punya uang dan modal besar akan semakin kaya raya.

Tidak bisa dimungkiri bahwa eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, alih fungsi lahan, pembukaan lahan kelapa sawit, juga penambangan emas adalah pemicu rusaknya lingkungan. Belum lagi barang tambang yang lainnya. Semua bebas menjadi 'bancakan: para elite politik global.

Begitulah, pembangunan ala kapitalis yang berlandaskan manfaat dan keuntungan, pasti akan merugikan rakyat. Akibat dari kebijakan pembangunan yang eksploitatif, tentunya akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Hingga akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya bencana alam.

Dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler, hal ini wajar terjadi. Itu menjadi bukti rusaknya sistem hari ini.

Sebuah kezaliman terpampang  jelas di depan mata, dan rakyat pun menjadi korban. Begitulah bobroknya sistem sekuler demokrasi, aturan yang tidak memihak rakyat sama sekali.

Karena itu, perlu adanya sistem komprehensif sebagai solusi masalah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Islam datang sebagai solusi dari Allah Swt. untuk semua problematika kehidupan. Kebijakan pembangunan dalam Islam ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan rakyat dan menjaga kelestarian alam.

Pembangunan dalam Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat tanpa harus merusak lingkungan. Islam sangat menjaga keharmonisan lingkungan agar tetap seimbang.

Seorang Khalifah melakukan perbuatan dilandaskan pada keimanan pada Allah Swt, bukan karena manfaat dan keuntungan. Sehingga, pembangunan dalam Islam juga tidak eksploitatif ataupun destruktif. Semua pengelolaan dan kebijakan pembangunan diatur sesuai syariat Allah.

Dalam Islam, negara tidak akan menyerahkan sumber daya alam dikelola oleh pihak asing. Tata cara pengelolaan sumber daya alam dikelola sesuai dengan hak kepemilikan, tidak bebas dikelola oleh individu jika itu memang milik umum, sehingga tidak menimbulkan kerusakan.

Mitigasi yang komprehensif akan dilakukan oleh Khalifah untuk mencegah jatuhnya banyak korban bencana. Adapun yang dilakukan oleh negara Islam adalah mengambil hasil hutan yang tidak berlebihan agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dengan baik.

Pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang akan meminimalisir terjadinya penebangan hutan secara liar. Pemerintah juga melakukan penghijauan setelah penebangan.

Sanksi tegas dalam Islam juga akan mampu membuat orang tidak mudah melakukan kejahatan dan pelanggaran. Sekalipun ada yang melakukannya, pasti akan dihukum dengan tegas, tidak pandang bulu. Dengan demikian, hal itu pasti akan membuat orang lain menjadi takut untuk melakukannya.

Begitulah Islam dengan aturan yang menyeluruh akan mampu menyejahterakan dan melindungi rakyat dari bencana. Islam menjaga keharmonisan lingkungan tetap stabil dan terjaga dari kerusakan.

Sudah saatnya negeri ini berpaling dari aturan manusia menuju aturan yang datang dari Allah Swt., yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah agar terwujud kemaslahatan umat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Waspada Proyek Sawah Cina di Tanah Borneo


Tinta Media - Indonesia adalah negara agraris yang memiliki lahan pertanian sangat luas dengan iklim tropis, menjadikan tanah negeri ini subur. Sektor pertanian menjadi mayoritas pekerjaan masyarakat, khususnya mereka yang berada di pedesaan.

Pada negara agraris, pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sektor perekonomian, sektor perdagangan, serta sektor sosial.

Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia membuat kebutuhan pokok atau kebutuhan pangan semakin meningkat. Secara langsung, hal ini berdampak pada perekonomian petani. Kesejahteraan petani pun terdongkrak naik.

Namun, sayangnya logika ini hanya sekadar bayangan saja, sebab nyatanya tidak. Seperti dikutip dari Koordinator Aksi Prabowo Pamungkas, dikatakan bahwa meski telah ada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tetap tak ada kemajuan bagi kaum tani.

“Bahkan sebaliknya, nasib petani kian terpinggirkan dan tetap saja miskin serta jauh dari kata sejahtera,” kata Prabowo.

Tiga persoalan utama kaum tani selalu berkutat pada konflik lahan, pupuk langka, dan fleksibilitas harga pertanian. (kompas.com. 12/5/24)

Selain itu, pertanian Indonesia saat ini juga menghadapi persoalan kurangnya minat anak muda dalam sektor pertanian. Ini dibuktikan dalam hasil data sensus pertanian 2023 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik bahwa petani yang mengelola pertanian perorangan tahun ini berumur 45-54 tahun dengan porsi 27,09%, sangat berbanding dengan jumlah 10 tahun yang lalu 28,03%.

Kemudian yang berusia 35-44 tahun sebanyak 22,08% turun drastis, dari catatan hasil sensus 2013 sebesar 26,34%. Sedangkan usia dari 55-64 tahun meningkat drastis 10 tahun terakhir sebanyak 20,01% menjadi 23,20%, dan usia 65 tahun ke atas juga naik dari 12,75% menjadi 16,15%. (CNBC.Indonesia.12/5/24)

Apabila kita mencermati rentan usia petani menurut data statistik di atas, tentu hal ini berpengaruh terhadap penggunaan teknologi modern di bidang pertanian, yaitu petani yang menggunakan alsintan modern atau teknologi digital pada 2023 porsinya hanya sebanyak 46,86% dari total petani 28,19 juta orang. Sedangkan yang tidak menggunakan alsintan modern atau teknologi digital mendominasi dengan porsi 53,16%. (CNBC.Indonesia.12/5/24)

Dari beberapa data yang telah dipaparkan, dapat diambil titik benang merah permasalahan mengapa pemerintah mencanangkan proyek sawah Cina di wilayah pertanian Kalimantan Tengah seluas 1 juta hektare.

Cina akrab dengan kebaruan teknologi di negerinya dalam pengelolaan sawah hingga hasil panen melimpah dan selalu melakukan inovasi serta temuan baru dalam varietas benih padi hingga dihasilkan bibit-bibit padi yang unggul. Potensi inilah yang dilirik oleh pemerintah Indonesia hingga mempercayakan pengelolaan sawah di tanah Kalimantan Tengah digarap oleh Cina. Pemerintah juga mengekspor para petani Cina untuk bekerja di Indonesia.

Telah tampak jelas keberpihakan negara kepada para asing dan aseng. Penggarapan sawah di tanah Kalimantan Tengah tentu memiliki dampak bagi para petani lokal yang ada di Kalimantan. Mereka akan merasakan keterasingan di tanah kelahiran mereka sendiri.

Ada satu pertanyaan krusial yang patut dipertanyakan kepada pimpinan negeri bahwa, “Apakah proyek tersebut bagian dari food estate?”

Jika memang iya, dalam rangka ketahanan pangan, maka kita dapat berkaca pada 3 dekade terakhir sejak era presiden Soeharto yang melakukan berbagai proyek untuk ketahanan pangan, tetapi nyatanya gagal dalam mewujudkannya.

Kerja sama dengan korporasi asing dalam aspek strategis negara tentu akan mengancam kedaulatan negara dan berpotensi menguatkan penjajahan pada negeri. Sektor pangan merupakan sektor yang sangat strategis karena berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

Ini berbeda jika negara menerapkan syariat Islam di seluruh lini kehidupan. Negara dalam Islam menerapkan hukum-hukum khusus terkait tanah pertanian. Negara berperan besar memastikan bahwa tidak ada sejengkal pun tanah pertanian yang ditelantarkan. Pemilik tanah wajib menggarap atau memanfaatkannya, sebab apabila ditelantarkan lebih dari tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut akan diambil alih oleh negara.

Negara akan menjamin sarana dan prasarana yang berkualitas dan terjangkau serta dukungan riset dan teknologi, jaminan pemasaran yang aman, dan berkeadilan. Pembiayaan sektor pertanian tidak akan bergantung pada swasta atau asing, sehingga ketika negara menjalin hubungan dengan negara asing, maka kedaulatan negara tetap terjaga. Oleh karena itu, terwujudnya ketahanan pangan hanya akan terjadi jika negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam sektor pertanian. Wallahu a’lam Bishshawwab.

Oleh: Rika Yuliana, S.IP., Pustakawan dan Aktivis Muslimah

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab