Tinta Media -- Penerapan sistem ekonomi kapitalis dan rezim yang orotiter adalah penyebab utama terjadinya krisis di Kazhahstan.
Penerapan ekonomi kapitalis membuat negara kaya itu tak mampu menyejahterakan penduduknya. Kazakhstan yang terletak di antara Rusia dan Cina adalah ekonomi terbesar di Asia tengah.
Kazakhstan merupakan kawasan yang kaya akan hasil tambang. Negeri itu menjadi produsen timah dan wolfram utama di dunia, produsen bijih chrom, perak, dan seng kedua terbesar di dunia. Selain itu, Kazakhstan adalah pengekspor minyak terbesar kesembilan di dunia, memproduksi sekitar 85,7 juta ton pada 2021, dan produsen batu bara terbesar kesepuluh.
Sayangnya, sumber daya alam yang melimpah itu salah kelola. Penguasa menggandeng pebisnis dari luar untuk mengelola sumber daya alam. Di antaranya, Chevron dan Exon Mobile dari Amerika, ada Total dari Perancis, Gazprom dan Lukoil dari Rusia, serta Chinese National Petroleum Company dari Tiongkok telah mengantre untuk mengeksploitasi minyak di sana.
Akibatnya, kekayaan yang melimpah itu lebih banyak dinikmati oleh para investor asing dan sekelompok elit kecil dari penguasa. Penduduknya yang hanya sekitar 19 juta jiwa tak sejahtera. Sekitar satu juta penduduknya diperkirakan hidup di bawah garis kemiskinan. Setengah dari populasi di Kazahstan masih tinggal di pedesaan, komunitas yang sering terisolasi dengan akses layanan publik yang buruk.
Kondisi inilah yang memicu kerusuhan di sana. Sejak 2 Januari lalu, Kazakhstan diguncang aksi demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar gas. Kerusuhan dimulai setelah protes di wilayah Barat yang kaya akan minyak terhadap penghapusan batas harga untuk butana dan propana, yang sering disebut sebagai bahan bakar jalan untuk orang miskin karena biayanya yang rendah.
Kenaikan ini memicu protes yang kemudian meluas menuntut reformasi memanfaatkan rasa ketidakpuasan atas korupsi negara, ketimpangan pendapatan, dan kesulitan ekonomi yang diperparah oleh pandemi corona.
Bukannya sadar, Presiden Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev malah bertindak brutal dan menolak berunding dengan pengunjuk rasa. Ia bersumpah untuk menghancurkan bandit bersenjata (julukan untuk para pendemo) dan mengizinkan tentaranya menembak mati tanpa peringatan. Bahkan, ia meminta bantuan Organisasi Perjanjian keamanan Kolektif (CSTO) pimpinan Rusia untuk meredam kerusuhan.
Cara penanganan tersebut tak aneh, sebab rezim Kazakhstan adalah rezim yang otoriter dan represif. Apalagi, banyak elit di Kazakhstan sebelumnya adalah anggota partai politik politbironya Uni Soviet yang komunis.
Islam Solusi Terbaik
Rakyat Kazakhstan seharusnya belajar dari peristiwa serupa yang pernah terjadi di berbagai negeri muslim di masa lalu. Ketidakpuasan mereka terhadap penguasa otoriter yang berujung pada kemarahan bahkan kerusuhan, tidak sekadar disikapi secara emosional segi tidak menyelesaikan masalah.
Reformasi di Indonesia, Arab Spring adalah contoh terbaik. Memang mereka bisa mengganti rezim, tetapi tidak bisa mengganti sistem. Akhirnya, masalah tersebut terulang, tidak selesai, ketidakadilan tetap terjadi, kesewenang-wenangan semakin menjadi-jadi, meski rezim berganti.
Padahal, keadilan tidak sebatas ganti rezim. Sebuah tatanan masyarakat yang berkeadilan akan terwujud jika memenuhi dua prasyarat, yaitu sistem yang baik dan penguasa yang baik. Sistem yang baik adalah sistem yang bisa menyelesaikan masalah serta mewujudkan keadilan. Penguasa yang baik adalah penguasa yang bertakwa, berkepribadian kuat dan memiliki sifat welas asih.
Dua prasyarat ini hanya ada dalam sistem Islam. Islam memiliki seperangkat aturan, termasuk di dalamnya aturan ekonomi yang mengatur kepemilikan, serta distribusi harta yang adil. Sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa sumber daya alam yang melimpah merupakan kepemilikan umum. Islam melarang penguasa untuk menyerahkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah tersebut kepada swasta atau asing. Sumber daya alam itu wajib dikelola oleh negara yang hasilnya dikembalikan seluruhnya untuk kepentingan rakyat.
Kazakhstan yang mayoritas penduduknya muslim, semestinya menyadari bahwa agama yang mereka anut memberikan solusi terbaik untuk masalah mereka.
Dengan kata lain semestinya reformasi yang dituntut oleh rakyat Kazakhstan bukan sekadar perubahan rezim, tetapi lebih kepada perubahan sistem yang menjadi pangkal persoalan berbagai krisis di sana. Dengan itu, masalah akan terselesaikan, keadilan terwujud. Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam.[]
Oleh: Irianti Aminatun
Sahabat Tinta Media