Oleh: Ade Olvi
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Tinta Media -- Potret kehidupan seorang ibu dalam rumah tangga salah satunya adalah menghabiskan waktunya untuk keluarga. Suami yang selalu membuat dirinya tertawa, kejutan-kejutan kreatif dari putrinya akan membuatnya bahagia. Apalagi, ungkapan ‘ibu' adalah yang terbaik di dunia dan terwangi dari putranya sambil memeluk dan mencium kedua pipinya. Ini adalah sesuatu yang selalu membuat seorang ibu tersanjung dan bahagia.
Pada kenyataannya, gambaran ibu rumah tangga tak selalu bahagia seperti itu. Tidak sedikit ibu rumah tangga yang merasa rendah diri ketika hanya berada di dalam rumah, melakukan pekerjaan rumah tanpa bisa membantu suami dalam hal finansial, seperti perempuan bekerja di luar sana. Karena itu, ia merasa hanya seperti katak dalam tempurung.
Di era modern ini, gambaran perempuan sukses adalah yang mempunyai kekuatan ekonomi, menghasilkan materi, dan berkarier cemerlang dengan sederet gelar yang pernah diraihnya. Ini yang menjadikan para ibu rumah tangga merasa rendah diri dibanding perempuan bekerja di luar sana.
Diagungkannya materi oleh sistem sekuler kapitalis, serta harga kebutuhan pokok yang semakin mahal menjadikan para istri terpaksa ikut serta bekerja membantu ekonomi keluarga. Hingga pada akhirnya, waktu untuk mendidik anak terpangkas oleh waktu bekerja.
Oleh karenanya, saat ini keluarga berada dalam ancaman. Rapuhnya pilar-pilar dalam keluarga ditunjukkan oleh menyebarnya isu eksploitasi perempuan, perceraian, penurunan jumlah penduduk, serta kriminalitas di kalangan anak-anak dan remaja yang semakin meningkat.
Sebagaimana yang diungkap oleh Prof. Dr. Mohd. Kamal Hasan, Profesor Ulung Institut Antarbangsa Tamadun dan Pemikiran Islam (Istac) Malaysia, bahwa kehidupan saat ini mencapai kemajuan ekonomi, tetapi mengalami kerusakan peradaban. Pembangunan infrastruktur pesat, tetapi diiringi krisis sosial, runtuhnya institusi dalam keluarga, melebarnya kejahatan, hingga meningkatnya angka bunuh diri, dan berbagai permasalahan masyarakat lainnya.
Ibu rumah tangga memiliki peranan penting untuk menguatkan keimanan pada setiap jiwa yang berada di rumahnya. Seorang ibu harus memiliki kemampuan bertindak dalam hidupnya untuk Islam.
Seorang ibu yang lebih banyak beraktivitas di rumah, tetap bisa memaksimalkan potensinya dan memiliki peran penting, locally impacted but globally connected (terpengaruh secara lokal tetapi terhubung secara global). Dengan begitu, ia tetap memiliki visi akhirat yang melampaui batas dunia.
Dimensi peran yang bisa dilakukan membutuhkan setidaknya tiga pendukung, antara lain:
Pertama, seorang ibu harus sadar atas identitas dirinya. Ia harus paham aturan hidup dalam Islam, baik tuntunan terkait keluarga, cara berpakaian, muamalah, dan lainnya.
Kedua, seorang ibu harus memiliki mental pejuang bagi keluarga, agar menjadi partner dalam berkontribusi untuk umat. Kenyataannya, menjadi ibu bekerja atau tidak, bukanlah sesuatu yang bisa dibandingkan karena takdir setiap manusia berbeda. Yang terpenting adalah kesiapan diri masing-masing dalam menghadapi setiap ujian.
Ketiga, seorang ibu harus tetap memiliki perhatian terhadap umat, tidak hanya tentang urusan dalam keluarganya. Di berbagai bagian bumi lainnya, masih banyak umat Islam yang teraniaya, para muslimah yang direnggut kehormatannya, serta anak-anak yang menderita. Kelak, di yaumil akhir, tiap-tiap dari kita akan Allah tanya tentang musibah-musibah yang terjadi di sekitar kita dan sikap kita atas kejadian tersebut.
Inilah ladang amal bagi seorang ibu rumah tangga. Umat Islam pada hari ini membutuhkan generasi pejuang Islam, generasi penakluk yang bisa dilahirkan dari pendidikan para ibu di rumah. Generasi tersebut hanya akan lahir dari muslimah yang memiliki kesadaran ruang dan kesiapan visi dalam mendidik anak yang akan menjadi generasi penerus Islam.[]