Mengakhiri Derita Muslim India dengan Khilafah Islamiah - Tinta Media

Rabu, 26 Januari 2022

Mengakhiri Derita Muslim India dengan Khilafah Islamiah

 Mengakhiri Derita Muslim India dengan Khilafah Islamiah


Tinta Media -- Geram, sedih, begitulah ekspresi yang pertama kali dirasakan ketika mendengar tersebarnya video dalam suatu konferensi yang diadakan secara tertutup di Haridwar pada Desember lalu. Terdapat seruan jahat di mana kelompok ekstremis Hindu menggunakan busana safron melancarkan genosida terhadap muslim di India demi “melindungi negara”. Dari pernyataan itu, tampak dengan jelas bahwa mereka merasa terancam dengan keberadaan kaum muslimin di India.

Anggota senior sayap kanan Hindu dari partai Mahasabha menyampaikan pidatonya pada konferensi tersebut, kalau ada di antara 100 orang Hindu yang siap menjadi tentara dan siap membunuh dua juta muslim, maka kemenangan akan memihaknya, untuk melindungi India dan menjadikannya sebagai negara Hindu (15/1).

Serentak pidato tersebut disambut oleh pemimpin agama dengan tepuk tangan meriah, meski hampir seluruh warga di India mengecam dan marah besar karena seruan terebut. Hal ini memperburuk iklim hubungan muslim dan hindu di India.

Dilansir dari laman Republika.co.id (13/1), terkait hal ini Mahkamah Agung merespon akan menyelidiki apa motif pernyataan provokatif oleh pemimpin Hindu dalam konferensi itu, dan mempertanyakan kepada pemerintah Uttarakhand untuk menjelaskan mengapa mereka yang dituduh menyeru genosida justru tidak ditangkap? Sementara, polisi Uttarakhand menyatakan telah mengintrogasi pelaku ujaran kebencian tersebut, tetapi sejauh ini tidak ada penangkapan.

Paradoks Negeri Demokrasi

Aksi kebencian terhadap muslim ini sudah berulang kali terjadi dan bukan pertama kalinya di India. Upaya yang amat minim dari pemerintah negeri-negeri muslim terhadap aksi tersebut, telah menyibak wajah asli dari buruknya topeng demokrasi. Padahal, India yang merupakan negara demokrasi terbesar justru bertindak diskriminasi terhadap warga minoritas. India menjadi negara pertama yang bukan berasal dari Barat yang mencantumkan demokrasi dalam konstitusinya lebih dari setengah abad. India berhasil melakukan demokratisasi dengan berdiri tegap dan bersemangat.

Kebisuan Modi menanggapi pidato ujaran kebencian yang dilancarkan kepada kelompok minoritas, memperkuat citranya sebagai rezim India yang merusak sendiri image demokrasinya. Terlebih, semenjak tahtanya menduduki kursi kekuasaan dan menjadi petinggi partai Braratya Janatu Party (BJP) pada tahun 2014, serangan demi serangan terhadap kaum minoritas, terutama muslim kerap terjadi, bahkan meningkat. Ditambah tidak adanya hukuman yang segera dan tegas, membuat ekstremis Hindu semakin membabi buta. Tak heran, jika publik menilai hal ini didukung secara diam-diam oleh pemerintahan Modi.

Sekian lama kaum muslimin menjadi sasaran empuk diskriminasi penganiyaan agama di bawah pemerintahan Modi. Para kritikus menilai hal tersebut jelas bertujuan untuk menghilangkan etnis muslim dan menjadikan kembali negara India yang sekuler demokratis menjadi negara Hindu.

Catatan hitam dari rezim ini terus bertambah. Pemerintah Modi berkompromi dengan kelompok-kelompok esktrimis Hindu untuk melancarkan serangan terhadap minoritas. Perpecahan agama di India semakin membuncah di bawah pemerintahannya..

Masyarakat sipil menduga, pihak berwenang di beberapa negara bagian lebih memihak kepada kelompok Hindu daripada minoritas. Adapun menurut Indeks Demokrasi Unit Intelijen Ekonomi, India merosot dari peringkat ke-27 pada 2014 menjadi peringkat ke-53 pada  2020 sebagai akibat dari kemunduran penerapan demokrasinya. Hal ini telah mengonfirmasi India sebagai sebuah negara yang menerapkan demokrasi sebagai sistem yang cacat.

Nasib Minoritas

Penindasan terhadap minoritas terjadi dimana-mana. Kelompok ekstremis Hindu melakukan pelarangan kepada muslim untuk melaksanakan peribadahan di ruang publik seperti yang terjadi di Gurugram, dekat New Delhi (13/1). Tak jauh berbeda kondisinya, di negara bagian Haryana, warga Hindu  menghentikan umat Islam dari salat Jumat. Mereka pun meneriakkan slogan-slogan keagamaan.

Pada bulan November 2021, kelompok ekstremis Hindu pun telah membakar rumah mantan Menteri Luar Negeri (Menlu), Salman Khurshid, yang mengeluarkan pernyataannya terkait perbandingan antara jenis nasionalisme Hindu yang berkembang di bawah pemerintahan saat ini dengan kelompok militan ISIS. Di samping undang-undang K
konversi telah diberlakukan di negara bagian Uttar Pradesh, Uttarakhand, Karnataka, dan Madhya Pradesh.

Dalam hal itu, negara bagian lain pun turut mengumumkan maksud mereka guna mempromosikan undang-undang serupa. Undang-undang tersebut adalah tanggapan terkait teori “jihad cinta” yang menuduh laki-laki muslim menjadi predator perayu perempuan Hindu untuk menikah dan memaksa mereka berpindah agama, dengan tujuan akhir membangun dominasi Islam di negara mayoritas Hindu. Konspirasi “jihad cinta” membuat pertikaian antara para aktivis sekuler dengan BPJ karena dianggap bertentangan dengan jaminan konstitusional kebebasan beragama dan menjadikan Islam sebagai sasaran kebencian kelompok radikal Hindu.

Di sisi lain, kejadian penindasan ini  tak hanya terjadi pada kaum muslimin, tetapi juga menimpa pada Gandhi yang ditembak mati oleh seorang ekstremis Hindu, ketika menghadiri pertemuan doa di ibu kota India, pada tahun 1948. Sebelumnya, ia menyerukan persatuan Hindu-Muslim di India. Pada Desember 2021, beberapa perayaan Natal di lebih dari enam negara bagian di seluruh negeri diganggu oleh aktivis sayap kanan Hindu. Di Ambala, bahkan patung Kristus dirobohkan dan Gereja Penebus Suci di rusak.  

Serangkaian peristiwa yang terjadi hari ini, semakin menunjukkan betapa lemahnya penegakan hukum dalam sistem demokrasi kapitalis, khususnya di India dan dalam masyarakat kapitalis umumnya.

Pembuktian keberpihakan rezim pada kelompok radikal Hindu yang meski tak tampak, tetapi tergambar dibalik bisunya pemerintah atas kesewenang-wenangan yang terjadi. Tak heran  jika rezim pemerintahan Modi ini dianggap sebagai era yang paling buruk bagi umat Islam setelah kemerdekaan India pada tahun 1947.

Derita yang Tak Kunjung Berakhir

India adalah rumah bagi sekitar dua ratus juta muslim dan menjadi salah satu populasi muslim terbesar di dunia, tetapi minoritas di negara yang didominasi oleh agama Hindu (18/9/20). Nasib kaum muslimin di India sungguh malang.  Padahal umat Islam adalah umat terbaik hingga diabadikan dalam Al-Qur’an di dalam surat Ali-Imran 110. Kini umat Islam bagaikan kue-kue yang diperebutkan oleh musuh-musuhnya. Tak ada beda antara mayoritas dan minoritas, tetap ditindas baik psikis maupun fisiknya.
Persis seperti sabda Rasulullah saw, bahwa jumlah muslim yang banyak ini ibarat buih yang mengapung di lautan. Ketika melihat kezaliman, mereka tidak dapat melakukan apa-apa untuk membela agama-Nya. Begitulah nasib umat Islam yang lumpuh dan tak punya perisai, akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler.

Mengakhiri Duka dalam Lindungan Khilafah


Sampai kapan pun, keadaan umat Islam akan berduka dan terus-menerus berada dalam ancaman besar selama tidak ada perisai yang meindunginya. Kita sangat memahami, bahwa musuh-musuh Islam tidak akan tinggal diam jika Islam menguasai dunia. Maka sampai air mata kaum muslim ini kering sekalipun, penindasan dan penghinaan akan terus hadir menghantui kehidupan kaum muslim. Sebab, begitulah sikap mereka sebagaimana yang tertuang di dalam firman-Nya, QS. Al Maidah ayat 82, yang artinya:

“Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.”

Mengakhiri derita kaum muslimin di India dan di seluruh belahan dunia, hanya akan dapat dilakukan dengan kesatuan kaum muslimin dibawah kekuatan militer  khilafah islamiah yang tak terkalahkan. k
Kala naungan kekhilafahan Umayyah pada abad ke-8 berkuasa, India berada dalam kesejahteraan. Islam mengehendaki kerukunan umat beragama dan menghapus sistem kasta (kelas) yang menjadi cikal bakal konflik berkepanjangan.

Semua penderitaan kaum muslimin ini semakin meneguhkan kesimpulan urgensi terhadap khilafah dan juga menjadi kewajiban bagi orang-orang beriman. Sebab, khilafah adalah perisai atau pelindung sejati umat Islam. Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 “Sesungguhnya imam (khalifah) itu laksana perisai”
(HR Al-Bukhari dan Muslim)

Jelaslah, Khilafah sebagai satu-satunya harapan yang menjadi pelindung sejati umat sekaligus penjaga agama, kehormatan, darah, dan harta mereka. Khilafah pula yang bakal menjadi penjaga kesatuan, persatuan, dan keutuhan setiap jengkal wilayah mereka, dan memberikan jaminan atas perlindungan hak tinggal dan peribadahan.Wallahu'alam bishshawab

Oleh: Ahsani Annajma
(Penulis dan Pemerhati Sosial)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :