Membela Allah Bukan Karena Dia Lemah - Tinta Media

Kamis, 13 Januari 2022

Membela Allah Bukan Karena Dia Lemah

Membela Allah Bukan Karena Dia Lemah

Oleh: Nur Salamah
(Komunitas Menulis Setajam Pena)

Tinta Media -- Apa sih yang ingin ditunjukkan Ferdinand dengan cuitannya yang diduga menista Allah? Kok bisa-bisanya bercuit,

"Kasihan sekali, Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih, Allahku luar biasa, Maha segalanya. Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."

Apa yang ada dalam benaknya? Hanya sekadar menulis tanpa tujuan apa pun atau karena kondisinya sedang tidak baik-baik, sedang banyak masalah seperti yang disampaikan saat klarifikasi? Atau memang ada unsur kesengajaan untuk menistakan, melecehkan, dan menghina Tuhan agama lain? Atau ingin menunjukkan kejahilannya, ketidaktahuannya ke masyarakat sejagad raya ini? Atau memadukan keduanya, jahil dengan sengaja menghina dan melecehkan Allah dan Islam? Astaghfirullah.

Jika memang hanya sekadar menulis tanpa tujuan apa pun, maka saya bisa katakan, ibarat orang berjalan tanpa tujuan yang jelas, maka akan tersesat dan tak tahu arah, luntang-lantung ke sana kemari. Ini adalah suatu perbuatan yang sia-sia. Hidup ini hanya sekali, harus mempunyai tujuan yang jelas, tidak asal saja seperti air mengalir.

Dalam Islam, diajarkan bahwa setiap perbuatan yang hendak dilakukan harus mempunyai nilai dan ghoyatul ghoyah (tujuan dari segala tujuan) yang jelas sehingga perbuatan yang dilakukan bermakna dan diridai Allah Swt.

Apabila cuitan itu sengaja dilakukan untuk menghina atau melecehkan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, jelas ini merupakan perbuatan yang sangat tidak pantas dilakukan oleh siapa pun, baik muslim ataupun nonmuslim. Yang bersangkutan bisa dikenai pasal 156a KUHP, karena perbuatan tersebut tergolong tindak pidana berupa permusuhan, pelecehan, dan merendahkan suatu agama yang dianut di Indonesia.

Kalau dalam Islam, jelas dihukum mati jika memang telah terbukti melecehkan, dan divonis dalam persidangan oleh kadi dalam mahkamah peradilan Islam.

Kalau memang cuitan itu karena kejahilannya atau ketidaktahuannya, maka ini sebuah petaka. Kenapa dikatakan demikian? Karena sesungguhnya Allah itu sangat membenci kebodohan. Begitu sebaliknya, kebodohan adalah sikap yang sangat disukai oleh Iblis.

Berangkat dari kebodohan ini, manusia akan terjeru dalam keburukan. Karena itu, janganlah melakukan segala sesuatu yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis ke-15 Arbain Nawawi yang artinya:

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam saja ...."

Jadi, jelas ya, kalau memang tidak mengetahui tentang sesuatu hal, daripada berkata-kata atau bersikap salah yang akan mendatangkan bahaya, maka lebih baik diam saja.

Parahnya lagi, sudah tidak mengetahui, bahkan sengaja menghina atau melecehkan Allah. Jelas ini sebuah kebodohan yang bertumpuk, yang akan mengantarkan pelakunya pada kehancuran dan kehinaan jika tidak segera bertobat.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-An'am: 54, yang artinya:

"Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al An'am: 54)

Jika kita perhatikan, saya rasa semua sepakat bahwa cuitan itu bermakna menghina atau merendahkan Allah, dengan kata 'lemah, perlu dibela'.

Ketika saya masih menjadi seorang guru, atau bagi teman-teman yang berprofesi sebagai guru, tentunya pernah memberikan semacam tes, baik lisan maupun tulisan. Tes tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh murid-murid. Ketika guru bertanya dalam bentuk soal tersebut, bukan berarti guru itu bodoh, tidak bisa menjawab soal. Akan tetapi, pertanyaan yang diberikan guru kepada murid merupakan sebuah ujian yang harus dikerjakan. Jika murid mengerjakan dengan baik dan benar, maka akan mendapatkan nilai dan dinyatakan lulus ujian.

Kemudian ada hasutan yang datang dari luar misalnya, "Jangan dikerjakan! Gak usah dijawab! Kan gurumu sudah pintar. Dia pasti tahu jawabannya."

Kalau murid mendengarkan dan mengikuti hasutan itu, maka dia dinyatakan tidak lulus. Begitulah kira-kira sebuah analogi untuk menanggapi cuitan dari akun yang diduga milik Ferdinand Hutahaean.

Yang perlu kita ketahui bersama, bahwa pembelaan manusia kepada Allah Swt. bukan karena Dia lemah, tetapi sebaliknya Dialah zat yang maha berkuasa, yang alam semesta beserta isinya ada dalam genggamannya. Tidak ada yang serupa dengan-Nya. Dia sama sekali berbeda dengan apabpun dan siapa pun (makhluk), tidak beranak dan tidak diperanakkan, berdiri sendiri, tidak tergantung dengan siapa pun. Masih banyak sifat-sifat wajib bagi-Nya, yang disebut dengan Asmaul Husna, 99 nama-nama baik bagi Allah.

Lantas, kenapa ada pernyataan "membela Allah"? Apa maksud dari pernyataan tersebut? Coba kita simak firman Allah dalam surah Muhammad 47 ayat 7.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ Yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama Allah), niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."

Apa maksud dari ayat tersebut? Allah Swt. memerintahkan kepada orang beriman untuk menolong-Nya bukan karena Dia lemah atau tak berdaya, sehingga butuh pertolongan atau pembelaan. Namun, maksud dari redaksi kalimat tersebut adalah perintah dari Allah untuk menguji orang-orang beriman agar menjalankan segala yang diperintahkan oleh Allah Swt.

Namun, perjalanan hidup manusia (orang-orang beriman) hakikatnya adalah ujian dari Allah. Yang namanya ujian, tentu bukan sesuatu yang mudah. Rintangan maupun kerikil tajam pun pasti akan menyertai, termasuk setan yang tak pernah berhenti menggoda dan menghalangi manusia dari jalan Allah. Wujudnya bermacam-macam, seperti halnya bisikan atau pernyataan ini,

"Kasihan sekali, Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih, Allahku luar biasa, Maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."

Itulah Setan yang berwujud manusia, termasuk orang-orang kafir yang berusaha menghalangi orang beriman agar mangkir dari perintah Allah dan tak lagi membela-Nya. Dengan begitu jelas, kita tidak lulus dalam menjalani ujian tersebut, yang akhirnya menemani mereka di neraka. Memang itulah yang mereka harapkan.

Selain dalam Al-Quran surah Muhammad, juga dijelaskan dalam hadis ke-19 Arbain Nawawi,

"Jagalah Allah, Maka Dia akan Menjagamu".

Di sana ada kata احفظ الله يحفظك.

Maksudnya bukan menjaga Allah karena kelemahan-Nya, tetapi jagalah ketetapan-ketetapan Allah yang berupa syariat-Nya, yang terdiri dari perintah dan larangan, dan menjaga hukum-hukum Allah tersebut.

Jadi jelas bahwa kewajiban orang beriman menjaga Allah adalah bukan karena kelemahan-Nya, tetapi sebuah ujian bagi manusia terhadap perintah dan larangan yang ditetapkan oleh syara'. Jika manusia mampu melalui ujian dengan baik, maka jelas, ganjarannya adalah surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Perlu disadari bahwa Islam bukanlah ibadah ritual semata. Namun, Islam adalah sebuah akidah yang memancarkan aturan, yang mampu menyelesaikan berbagai problematika kehidupan manusia. Semua aturan di dalamnya pasti mengandung kebaikan bagi umat manusia dan semesta karena dibuat oleh Sang Pencipta Yang Maha Sempurna. Islam tidak memiliki kepentingan dengan siapa pun dan apapun di muka bumi ini.

Seperti contoh kasus talak. Ketika kalimat talak itu keluar dari lisan suami kepada istri, terlepas itu sengaja atau tidak, atau hanya sekadar bercanda, maka jatuhlah talak. Maka, mereka bukanlah suami istri lagi. Begitu juga dengan ijab dan kabul, tidak bisa main-main atau coba-coba.

Ketika sudah dilakukan, berarti sah menjadi suami istri. Ini termasuk membaca dua kalimat syahadat. Siapa pun kalau sudah membacanya berarti telah memeluk Islam dengan segala konsekuensinya.

Maka, bisa disimpulkan bahwa pernyataan Ferdinand Hutahaean adalah sebuah tindakan bodoh yang tidak berdasar, yang akan mengantarkan dirinya pada keburukan. Perilaku ini tidak cukup hanya dengan klarifikasi atau meminta maaf. Karena ini sudah merupakan tindakan pidana, yang harus dijatuhi hukuman. Terlepas perbuatan itu disengaja atau tidak, seyogyanya kapolri segera menindaklanjuti kasus tersebut agar tidak memunculkan prasangka negatif dari masyarakat dan melukai umat Islam.

Allahu'alam bishshawab.

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :