Kaleidoskop Korupsi dan Mandulnya Solusi - Tinta Media

Kamis, 06 Januari 2022

Kaleidoskop Korupsi dan Mandulnya Solusi

Kaleidoskop Korupsi dan Mandulnya Solusi

Oleh: Ummu Kembar
(Komunitas Menulis Setajam Pena)

Tinta Media -- Sepanjang tahun 2021, Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani berbagai kasus korupsi. Menurut PLT juru bicara KPK, Ali Fikri, sampai dengan November 2021, KPK telah menangani 101 perkara dengan 116 pelaku. Menurutnya, penanganan perkara korupsi yang ditangani lembaga antirasuah pada tahun ini lebih banyak dari tahun 2020 sebelumnya (Liputan6.com, 20/12/2021).

Masih segar di ingatan kita beberapa kasus korupsi yang melibatkan para pejabat negara, seperti bupati atau wali kota. Pejabat negara yang terlibat kasus korupsi di antaranya, mantan gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdulah. Ia terjerat kasus suap terkait barang, jasa, dan pembangunan senilai 2 miliyar. Mantan bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat, terjaring OTT KPK pada 10 Mei 2021 dengan kasus pengisian jabatan di lingkungan pemerintahan. Mantan bupati Probolinggo, Puput Tantrianisari, tertangkap terkait kasus korupsi jual beli jabatan kepala desa di Probolinggo.

Mantan bupati Kuantan Singingi, Andi Putra dengan kasus korupsi perpanjangan izin hak guna usaha (HGU). Mantan bupati Musi Banyu Asin, Dodi Reza Alex Noerdin dengan kasus pengadaan barang dan jasa. Mantan bupati Banjar Negara, Budhi Sarwono menerima suap sebesar 2,1 miliyar atas pengadaan proyek pembangunan kabupaten Banjar Negara. Itulah daftar deretan para pejabat daerah yang terjerat kasus korupsi di tahun 2021 (Suara.com, 25/12/2021).

Korupsi semakin marak di sistem kapitalisme, ibarat gula yang di sukai semut. Akankah karupsi di negeri ini hilang? Melihat dari banyaknya kasus korupsi di negeri ini, sangatlah mustahil hal itu terjadi. Buktinya, sepanjang tahun 2021, korupsi malah meningkat dibanding tahun 2020.

Tentu ada penyebabnya, mengapa kasus korupsi di negeri ini makin meningkat.

Pertama, dalam sistem kapitalisme, korupsi memang terbuka luas. Peraturan perundang-undangan korupsi justru mempermudah timbulnya korupsi. Sanksi hukum yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten, serta lemahnya evaluasi dan revisi perundang-undangan, menjadi pintu masuk untuk melakukan korupsi.

Kedua, korupsi sudah menjadi budaya. Kerusakan sistem politik dan pemerintahan yang ada mengakibatkan korupsi membudaya. Sistem politik demokrasi dengan biaya mahal, membuka lebar pintu korupsi dengan nominal besar yang merugikan negara. Adanya mahar politik adalah suatu keniscayaan dalam demokrasi. Besarnya mahar menuntut untuk balik modal saat berkuasa.

Ketiga, lemahnya integritas individu. Mereka hanya menjadikan dunia sebagai tujuan, maka hidupnya penuh dengan upaya meraih keuntungan. Maka, lahirlah sosok pribadi yang tamak dan serakah demi meraih ambisi dengan cara haram.

Islam menetapkan korupsi sebagai suatu bentuk kemaksiatan yang menghantarkan kepada dosa.

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda yang lain itu dengan jalan berbuat dosa. Padahal kamu mengetahui." (Q.S Al-Baqarah ayat 188)

Islam memiliki mekanisme untuk mencegah terjadinya korupsi dengan memberikan hukuman yang tegas dan membuat jera. Ini demi menjaga umat dari perilaku tindak korupsi, sekaligus menjaga harta umat. Untuk menutup pintu korupsi, Islam juga memberlakukan sistem penggajian yang layak untuk memenuhi hidup, sehingga tidak muncul rasa kurang dan berkeinginan untuk korupsi.

Bagi pelaku korupsi, Islam memberikan hukuman takzir berupa tasyhir/pewartaan yang ditayangkan di media, penyitaan harta, dan hukuman kurungan, bahkan bisa dihukum mati. Selain itu, masyarakat juga harus cerdas dan peduli akan terjaganya hukum Islam dan menjadi pengawas demi hilangnya kasus korupsi.

Tentu penjagaan yang sempurna ini hanya bisa terjadi tatkala Islam diterapkan dalam kehidupan, yaitu dalam naungan daulah Islamiyyah yang akan memberantas korupsi. Hal itu dikarenakan tegasnya negara dalam menerapkan sanksi hukum serta memberikan efek jera pada koruptor. Ini tidak akan tercapai ketika masih menerapkan sistem kapitalisme. Wallahu a'lam bisawab.

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :