Harga Komoditas Rutin Naik, Kenapa Gagal Antisipasi? - Tinta Media

Senin, 10 Januari 2022

Harga Komoditas Rutin Naik, Kenapa Gagal Antisipasi?

Harga Komoditas Rutin Naik, Kenapa Gagal Antisipasi?

Oleh: Sumiati

Tinta Media -- Di akhir tahun 2021 kemarin hingga awal tahun 2022 ini, kita merasakan harga komoditas melonjak naik, mulai dari minyak goreng, telur, dan cabai, walaupun sekarang sudah mulai sedikit menurun. Ketiga komoditas ini sangatlah dibutuhkan di tengah masyarakat, baik oleh ibu rumah tangga maupun yang memiliki usaha industri makanan.

Di antaranya, harga cabai menembus Rp100.000 per kilogram, harga minyak goreng curah lebih dari Rp18.000 per kilogram, dan telur mencapai Rp30.000 per kilogram, bahkan bisa lebih di beberapa wilayah tertentu.

Kenaikan komoditas yang rutin terjadi, apalagi menjelang hari besar keagamaan ataupun akhir tahun, selalu disikapi oleh beberapa kalangan pejabat dengan imbauan agar masyarakat tidak terlalu khawatir. Menurut mereka, harga-harga pangan tersebut akan kembali turun pada kuartal 1-2022.

Peneliti Core Indonesia, Dwi Andreas menyatakan, bahwa harga-harga komoditas tersebut telah melewati batas harga psikologis. Kenaikan minyak goreng misalnya, dipicu oleh fenomena alam la nina yang membuat para petani gagal panen, sementara menjelang Natal dan akhir tahun, permintaan selalu tinggi. Dari sini hukum ekonomi berlaku, yaitu jika permintaan meningkat sedangkan persediaan sedikit, maka harga komoditas akan naik.

Selain itu, banyaknya permintaan kelapa sawit dari luar negeri menyebabkan para pelaku usaha memanfaatkannya untuk meraup keuntungan lebih besar. Harga telur sendiri melonjak naik, seolah-olah balas dendam karena sampai bulan November lalu produksi telur berlimpah sehingga harganya anjlok.

Meskipun kerap disampaikan bahwa harga-harga komoditas ini akan menurun kembali, tetapi bukan berarti dibiarkan begitu saja. Ini karena sudah menjadi hal yang biasa, jika harga komoditas naik, tidak mudah untuk bisa turun kembali. Buktinya, di tahun-tahun sebelumnya, harga-harga tersebut kadang naik kadang turun, itu pun sering kali tidak kembali ke harga normal. Artinya, memang sangat perlu untuk mencari solusi agar dapat menjaga kestabilan harga-harga komoditas.

Hal ini terkait dengan kebijakan dalam mekanisme distribusi penyaluran komoditas tersebut ke tengah masyarakat secara merata. Ketersediaan komoditas yang cukup secara kuantitas, tidak menjamin kestabilan harga jika distribusinya buruk. Komoditas akan menumpuk di satu wilayah hingga membusuk atau rusak, sementara di wilayah lain kekurangan dan menyebabkan harga naik.

Kekacauan pendistribusian dalam sistem kapitalisme yang diserahkan kepada swasta (korporasi), membuka peluang besar terjadinya penyimpangan, baik dalam bentuk aktivitas penimbunan komoditas, atau munculnya mafia-mafia yang mengendalikan ketersediaan komoditas dan pendistribusian di tengah masyarakat.

Keberadaan negara yang hanya sebagai regulator, pada akhirnya tidak mampu mencegah kenaikan harga-harga komoditas, walaupun menggelar operasi pasar, misalnya. Ditambah lagi dengan lemahnya pengawasan dan tindakan tegas terhadap para korporasi yang bersangkutan, menjadikan harga komoditas dikendalikan oleh mereka, bukan oleh pasar secara alami.

Korporasi memanfaatkan berbagai situasi yang ada untuk bisa mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, meskipun rakyat dalam kesulitan yang teramat sangat. Mungkin bagi orang-orang dengan ekonomi menengah ke atas, mereka mampu untuk membelinya. Akan tetapi, bagaimana dengan orang-orang yang tidak mampu? Sebelum harga naik saja mereka sulit dalam memenuhi kebutuhan, apalagi setelah naik.

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga komoditas yang senantiasa terjaga, akhirnya menjadi hal yang niscaya. Ini merupakan bukti gagalnya kapitalisme dalam meriayah umat. Kapitalisme hanya berpihak kepada para korporat, menutup mata dan telinga akan jeritan rakyat kecil. Entah sampai kapan keadaan seperti ini terus berlangsung. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terjepit.

Syariat Islam menetapkan jaminan pendistribusian kekayaan dan juga tersalurkannya berbagai komoditas yang dibutuhkan oleh rakyat untuk mencegah kekacauan dalam keseimbangan ekonomi. Dalam hal ini, ada empat cara pendistribusian kekayaan, yaitu:

Pertama, kewajiban zakat dengan mengambil sebagian harta orang-orang kaya dengan syarat-syarat tertentu dan membagikannya kepada delapan asnaf (golongan).

Kedua, negara mendistribusikan hartanya kepada individu rakyat yang membutuhkan tanpa imbalan.

Ketiga, Islam telah menetapkan aturan mengenai pembagian harta warisan di antara para ahli waris.

Keempat, pemerintah mengatur pendistribusian barang dan jasa dengan berbagai kebijakan yang memudahkannya, termasuk penyediaan sarana dan prasarana, berbagai pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan juga alat-alat transportasi.

Melalui kebijakan-kebijakan tersebut, daya beli masyarakat akan terwujud. Persediaan komoditas kebutuhan mereka pun terpenuhi. Keadaan seperti ini hanya akan terwujud dalam sebuah institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yang benar dalam meriayah atau mengurusi umat, yaitu khilafah Islamiyyah. Institusi ini akan senantiasa tanggap dalam menangani berbagai macam permasalahan yang ada di dalam kehidupan manusia.

Wallahu'alam bishshawab.

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :