Oleh: Chandra Purna Irawan SH MH
Ketua LBH PELITA UMAT dan BHP KSHUMI)
Tinta Media -- Beredar kabar H4b1b B4h4r ditahan dengan tuduhan menyebarkan berita berbohong, dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45A UU ITE Jo Pasal 55 KUHP.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, Bahwa muncul berbagai analisis adanya dugaan "pembunuhan karakter" terhadap ulama atau aktivis yang kritis dengan dilekatkan sebagai orang yang berbohong, kriminal, residivis (berulang kali masuk penjara), jika analisis ini benar maka tampaknya sesuai dengan rekomendasi Rand Corporation yaitu “Delegitimize individuals and positions associated with hypocrisy, criminal and immorality.” serangan terhadap individu atau karakter dari tokoh-tokohnya. upaya ini dilakukan agar meminimalisir dukungan publik terhadap tokoh-tokoh tersebut;
KEDUA, Bahwa Pasal tersebut bersifat karet, lentur dan tidak memuat definisi pasti yang ketat. Dalam hal ini apa yang dimaksud “berita atau pemberitahuan bohong”, dan “keonaran di kalangan rakyat”. Semestinya harus didefinisikan secara konkrit dan memiliki batasan yang jelas .Apabila tidak maka dikhawatirkan bersifat karet/lentur, tidak bisa diukur, dan penerapannya dikhawatirkan berpotensi sewenang-wenang dalam menafsirkan. Hukum pidana mesti bersifat lex stricta, yaitu bahwa hukum tertulis tadi harus dimaknai secara rigid, tidak boleh diperluas atau multitafsir pemaknaannya:
KETIGA, Bahwa frasa “keonaran di kalangan rakyat“ pun hingga saat ini tidak ada defenisi dan batasan yang jelas. Apakah “keonaran di kalangan rakyat“ memiliki makna yang sama dengan “populer”, “viral”, "ramai diperbincangkan", "terjadi pro kontra yang sebatas adu argumentasi", "benturan fisik", “kekacauan”, atau pun “kerusuhan”? Tidak ada batasan “keonaran di kalangan rakyat”, dikhawatirkan dan berpotensi menjadikan aparat penegak hukum dapat dengan secara subjektif dan sewenang-wenang menentukan status suatu kondisi “keonaran di kalangan rakyat“ ;
KEEMPAT, Bahwa pasal tersebut berpotensi dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu dengan dugaan motif pelaporan balas dendam, shock therapy, persekusi kelompok dan delegitimasi individu. Kami mendorong Pemerintah atau Presiden untuk melakukan revisi atau menghapuskan pasal-pasal karet tersebut. Sikap Presiden dalam hal ini sangat diperlukan agar tidak memunculkan persepsi publik sebagai rezim yang mengkriminalisasi dan membungkam suara kritis;
KELIMA, Bahwa Kami mendorong agar aparat penegak hukum untuk terbuka atas perkembangan proses hukum terhadap Deni Siregar yang dilaporkan, agar tidak menimbulkan kesan publik jika pihak yang kontra dengan Pemerintah dengan cepat diproses, tangkap dan ditahan.
Demikian
IG @chandrapurnairawan