Cappadocia, Tak Sekadar "It’s My Dream", but The Real Kejayaan Islam - Tinta Media

Jumat, 14 Januari 2022

Cappadocia, Tak Sekadar "It’s My Dream", but The Real Kejayaan Islam

Cappadocia, Tak Sekadar

Oleh: Suriani, S.Pd.I
(Pengamat Kebijakan Publik)

Tinta Media -- Kata Cappadocia kini menjadi familiar di telinga banyak orang. Dikenal dengan balon udaranya, Cappadocia menjadi salah satu destinasi wisata yang kini digandrungi para wisatawan, tak terkecuali pelancong asal Indonesia. Terlebih saat liburan nataru (natal dan tahun baru) tahun lalu, banyak yang berkunjung ke sana untuk menikmati keindahan kotanya dari atas menggunakan balon udara. Terlebih setelah masuk dalam salah satu dialog series Layangan Putus, "It’s my dream", kota Cappadocia semakin diminati.

Cappadocia adalah daerah kuno yang berada di Anatolia Timur di Turki atau Tenggara Ankara dan terletak di utara gunung Taurus. Bebatuan besar membentang luas dan menjulang tinggi membentuk kota Cappadocia. Pasca terjadinya erosi gunung berapi selama jutaan tahun, bebatuan vulkanik lunak berubah menjadi batu yang membentang luas dan menjulang tinggi membentuk menara batu, kerucut, lembah, bahkan gua.

Di masa kekuasaan Romawi, gua-gua tersebut dijadikan tempat persembunyian para tentara Romawi. Geologis Cappadocia yang unik tersebut membuat wilayah ini disebut Cerobong Peri.

Sebagai kota kuno, Cappadocia mengalami beragam peristiwa sejarah, mulai dari masa Romawi era Byzantium hingga masuknya peradaban Islam. Karenanya, dijumpai banyak bangunan bersejarah, seperti masjid, kastil, dan gereja. Cappadocia juga dikenal dengan julukan 'the land of beautiful horses’ atau tanah kuda yang indah.

Raja Alexander Agung, penguasa kerajaan Makedonia menguasai Cappadocia pada tahun 322 SM. Setelah Alexander Agung meninggal, Cappadocia dikuasai kerajaan Makedonia, Seleusid. Selanjutnya kerajaan Romawilah yang menguasai Cappadocia setelah sebelumnya pasukan Roma berhasil menguasai daerah Magnesia pada tahun 190 SM.

Di abad ke-5 SM, Cappadocia dikuasai oleh Kekaisaran Byzantuim dan mengalami penyerangan dari pasukan Sasania hingga tahun 611. Akibat dari serangan itu, ibu kota Cappadocia, yaitu Caesarea mengalami kerusakan.

Cappadocia, Saksi Kemenangan Islam

Kekaisaran Byzantium kehilangan Cappadocia setelah mengalami kekalahan dari pasukan Islam Saljuk dari Turki dalam perang Manzikart pada tahun 1071. Pasukan Saljuk memiliki peranan penting dalam perubahan konstelasi politik di Timur Arabia saat wilayah tersebut telah terjadi pertarungan hebat antara khilafah Abbasiyah Sunni dengan khilafah Fathimiyah yang Syiah.

Pemerintahan Saljuk berdiri pada abad ke-5 H/ke-11 M dengan otoritasnya meliputi wilayah Khurasan, Turkistan, Iran, Irak Syam, dan Asia Tengah. Dukungan penuh diberikan oleh Saljuk atas pemerintahan Abbasiyah di Baghdad, termasuk mendukung mazhab Sunni.

Kekhilafahan Abbasiyah, bahkan hampir mengalami keruntuhan saat berada di bawah pengaruh kaum Syiah Buwaihi di Iran dan Irak, serta pengaruh Bani Fathimi Al-Ubaidi di Mesir dan Syam. Saljuklah yang berhasil menyelamatkan eksistensi khilafah Abbasiyah dan menghapus pengaruh Buwaihi sekaligus menentang pengaruh Kekhilafah Ubaidiyah (Fathimiyah).

Di bawah kepemimpinan Thughril Baek, Saljuk mampu menghancurkan pemerintahan Buwaihi pada tahun 447 H di Baghdad. Saljuk berhasil pula meredakan berbagai krisis yang melanda kekhilafahan Abbasiyah. Ia mencopot semua tulisan di depan masjid yang menghina para dahabat Nabi saw. dan membunuh Abu Abdullah Al-Jallab, gembong Syiah Rafidhah.

Pasca wafatnya Tughril Baek, kepemimpinan atas Saljuk dilanjutkan oleh keponakannya, Sultan Muhammad, yang bergelar Alib Arselan (Singa Pemberani). Alib Arselan dikenal sebagai sosok yang senang berjihad di jalan Allah dan gencar menyebarkan agama Islam di berbagai negeri Kristen yang berbatasan dengan wilayah kekuasaannya, seperti Armenia dan Romawi. Alib Arselan juga memiliki antusiasme yang tinggi untuk memancangkan panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah Byzantium.

Banyaknya penaklukan yang berhasil dilakukan oleh Alib Arselan membuat marah Kaisar Romawi, Romanus Diogenes (berkuasa pada 1076-1071 M). Romanus Diogenes bertekad melakukan serangan balik dalam rangka membela dan mempertahankan kekaisarannya. Pasukan Romawi berkali-kali terlibat perang dengan pasukan Saljuk. Di antara peperangan yang paling penting adalah perang Maladzkird (Manzikart) Yang terjadi pada tahun 483 H atau bertepatan dengan bulan Agustus 1070 M.

Ibnu Katsir berkata, “Pada perang Manzikart, Kaisar Romawi Romanus berangkat dalam satu pasukan besar laksana gunung yang terdiri dari pasukan Romawi, Georgia, Perancis. Jumlah pasukan dan persenjataannya sangat kuat. Dalam pasukan itu, ikut serta 35 ribu Bitriq (komandan pasukan Romawi). Di bawah seorang Bitriq, ada 100 ribu penunggang kuda. Pasukan yang datang dari Perancis berjumlah 35 ribu, sedangkan pasukan yang bermarkas di Konstantinopel berjumlah 15 ribu personil. Ambisi besar mereka dalam perang itu adalah untuk menghancurkan Islam.

Kemenangan Alib Arselan atas Romawi pada Perang Manzakirt menjadi pintu bagi kekhilafahan Turki Utsmaniyah untuk menyebarkan Islam sekaligus meruntuhkan kekuasaan Byzantium. Cappadocia menjadi saksi atas ketangguhan dan kehebatan pasukan kaum muslimin dalam perang melawan pasukan Romawi. Cappadocia tak hanya dikenal dengan keindahan kotanya, tetapi juga sejarah gemilangnya membawa Islam dan kaum muslimin membangun peradaban yang besar dan agung.

Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah menjelaskan atas kekalahan Kaisar Romanus. Ia meminta pengampunan atas dirinya kepada Alib Arselan, juga meminta agar diizinkan kembali ke negerinya. Alb Arslan kemudian mengambil tebusan atas diri Romanus dengan jumlah 150 ribu dinar dan membebaskannya setelah sebelumnya ditawan selama beberapa bulan.

Keberhasilan Alib Arselan mengalahkan Kekaisaran Romawi merupakan peristiwa yang sangat spektakuler dan merupakan titik perubahan penting dalam sejarah Islam. Sebab, peristiwa itu telah melemahkan pengaruh Romawi di Asia Kecil yang tak lain adalah wilayah-wilayah strategis kekaisaran Byzantium. Ini sangat membantu untuk melemahkan dan menghancurkan kekaisaran Byzantium secara berangsur-angsur di bawah kekuasaan khilafah Utsmaniyah.

Ingat Cappadocia, Ingat Khilafah

Khilafah sebagai institusi pemerintahan Islam menjadi wadah penerapan hukum-hukum Islam secara kaffah. Dengan begitu, manusia seluruhnya hanya tunduk pada hukum Allah, bukan pada hukum dan aturan buatan manusia. Khilafah dengan kekuatan politiknya juga memiliki misi untuk menyebarkan ajaran Islam yang mulia ke seluruh dunia dan menaunginya dengan cahaya Islam dengan dakwah dan jihad.

Sejak masa Nabi saw, dilanjutkan para Khulafah Ar-Rasyidin, berlanjut ke masa kekhilafahan Muawiyah, Abbasiyah, hingga Turki Utsmaniyah ,umat Islam terus meraih keberhasilan demi keberhasilan dalam menyebarkan Islam. Wilayah kekuasaan khilafah semakin luas hingga menguasai 2/3 belahan dunia. Manusia pun berbondong-bondong masuk Islam setelah menyaksikan dan merasakan keadilan dan kebenaran ajaran Islam.

Terlebih, setelah Islam berada di bawah kepemimpinan Turki Utsmaniyah. Islam menyebar hingga ke Asia dan Eropa, menjadikan khilafah sebagai satu-satunya peradaban yang kuat dan besar di masanya.

Salah satu wilayah besar kekaisaran Byzantium yaitu Konstantinopel pun berhasil ditaklukkan oleh khalifah ke-7 khilafah Utsmaniyah, yakni Sultan Muhammad II atau yang lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Al-Fatih. Kemenangan besar itu terjadi pada Selasa, 20 Jumadil Ula 857 H atau 29 Mei 1453 M.

Negara-negara Eropa, termasuk Inggris dan Perancis, bahkan bertekuk lutut di bawah kekuasaan khilafah. Saat negara Eropa masih dalam kegelapan dan kemunduran, Islam sudah meraih kegemilangan di segala aspek.

Hingga akhirnya, kegemilangan khilafah itu lenyap akibat persengkokolan yang dilakukan oleh Inggris dan Mustafa Kemal at-Taturk laknatullah 'alaik. Di tahun 1924, kekhilafahan Turki Utsmaniyah runtuh dan berdirilah negara Turki sebagai negara Republik hingga saat ini. Kejayaan Islam dan kaum muslimin dalam naungan Khilafah kini hanya menjadi kenangan sejarah saja. Kaum muslimin tak lagi memiliki semangat untuk berjuang mengembalikan kejayaan Islam dan meraih kemenangan sebagaimana yang kaum muslimin dahulu lakukan.

Di saat umat Islam mundur dan terpuruk seperti yang terjadi saat ini, saat itulah mereka butuh amunisi untuk menghadirkan kembali semangat mereka untuk bangkit, meraih kejayaan dan kemenangan sebagaimana yang diraih oleh umat Islam terdahulu. Semangat jihad Alip Arselan agar cahaya Islam tersebar ke seluruh dunia, dan penerapan hukum Allah tetap terjaga, harus dihidupkan kembali di dalam dada-dada kaum muslimin.

Jika berkunjung untuk berlibur ke Cappadocia, jangan takjub hanya pada keindahan pemandangannya dan keseruan saat menaiki balon udaranya saja, tetapi kaum muslimin wajib mengetahui bahwa di Cappadocia ada sejarah kegemilangan Islam.

Cappadocia menjadi salah satu tempat kebanggaan bagi umat Islam karena di sana ada kemenangan kaum muslimin dalam mengalahkan peradaban jahil dan batil. Di sana jugalah awal berdirinya sebuah kekuatan politik Islam yang berhasil menghadirkan Islam sebagai agama yang menunjuki umat manusia ke jalan Allah yang lurus.

Cappadocia yang kini terkenal di khalayak, semoga menjadi bagian dari rencana Allah untuk mengembalikan ingatan kaum muslimin akan masa kejayaan mereka saat hidup dalam naungan khilafah, sekaligus menjadi pemompa semangat mereka untuk menghadirkan kembali kemuliaan itu dengan bersungguh-sungguh berjuang untuk menegakkan kembali khilafah. Ingat Cappadocia, ingat Khilafah.

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :