Tinta Media -- Geliat perubahan ke arah Islam yang terjadi di tengah masyarakat semakin dirasakan oleh para penguasa kapitalis. Salah satu contohnya adalah banyaknya gelombang hijrah, baik yang dilakukan oleh masyarakat umum ataupun kalangan selebritis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dalam diri penguasa, yang tampak dalam berbagai upaya untuk meredam arah perubahan tersebut.
Seorang pengamat gerakan terorisme dan radikalisme, yaitu Ahmad Muzzaki menyebutkan bahwa fenomena hijrah di kalangan masyarakat harus mendapatkan pendampingan. Sebab, fenomena itu merupakan pintu masuk terorisme dengan jihad versi mereka. Sedangkan pengamat yang lainnya, yaitu Ridwan Habib menuturkan bahwa hijrah ini merupakan ancaman bagi NKRI, dikutip dari indonesiainside.id
Ungkapan dua pengamat ini tentunya harus disikapi secara benar, sehingga keinginan hijrah ke arah yang lebih baik (Islam), tidak justru direspon negatif.
Sejatinya, orang-orang yang berhijrah ini memang perlu mendapatkan pendampingan dari para ustaz dan ulama agar menjadi hijrah yang sebenar-benarnya. Adanya isu radikalisme yang hingga saat ini masih digaungkan, menjadikan beberapa pihak merasa khawatir terhadap berkembangnya Islam radikal pada orang-orang yang berhijrah. Padahal, makna radikalisme sendiri masih samar, apalagi dilekatkan pada Islam.
Seiring dengan ketidakjelasan isu radikalisme ini, diopinikan juga ciri-ciri Islam radikal yang tampak pada beberapa kalangan, bahkan kepada para ustaz dan ulama yang mendakwahkan Islam secara kaffah, atau yang kritis terhadap kebijakan rezim yang tidak prorakyat atau tidak pro-Islam.
Isu radikalisme bukanlah hal yang baru. Isu ini sudah lama mencuat di permukaan sebagai wacana internasioanal. Setelah jargon perang melawan terorisme tidak laku, kini digunakan jargon kontraradikalisme untuk menyerang Islam.
Mereka mengopinikan bahwasannya Islam itu agama yang berkaitan dengan kekerasan dan intoleransi. Maka tidak heran jika yang menjadi bidikan dan sasaran atas isu radikalisme ini adalah sekelompok umat Islam yang kritis dan berseberangan dengan kepentingan para penguasa, sekelompok orang yang ingin menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah. Mereka juga cenderung mencurigai orang-orang yang ingin hidup dalam ketaan kepada Sang Pencipta.
Mereka terus berupaya menghalangi dan memantau kegiatan- kegiatan kaum muslimin yang dianggap radikal.
Misalnya, orang-orang yang menolak UU KPK dianggap melemahkan KPK, dituduh radikal. Para ustaz yang menyampaikan Islam kaffah dilabeli ustaz radikal, bahkan kajiannya banyak yang dibubarkan, hingga kriminalisasi terhadap para ulama. Lelaki yang memakai celana cingkrang dan perempuan bercadar dikatakan sudah terpapar paham radikal dan masih banyak lagi hal yang berkenaan dengan Islam dikatakan sebagai bentuk radikalisme.
Yang terbaru dan terus massif dilakukan adalah program moderasi Islam yang diletakkan sebagai sesuatu yang berseberangan dengan radikalisme. Program ini mengajak masyarakat untuk beragama (Islam) sesuai dengan nilai-nilai Barat (kafir) yang berasas sekularisme, semisal toleransi, pluralisme, sinkretisme agama, liberalisme, HAM, dan lain-lain.
Karena itu, masyarakat umum, termasuk umat Islam takut terhadap ajaran Islam yang hakiki (radikal menurut mereka). Ini karena radikalisme dianggap sebagai sebuah tindakan kejahatan yang harus dijauhi.
Tentu saja hal ini akan berdampak pada semakin jauhnya umat Islam dari ajaran agama yang sempurna, sehingga ghirah umat Islam untuk menjalankan ketaatan dan memperjuangkan agamanya secara kaffah akan melemah.
Moderasi agama yang merupakan proyek global Barat (kapitalisme) yang dijalankan sedemikian rupa di negeri ini oleh penguasa bertujuan untuk menancapkan sekularisme dan menghadang laju perubahan ke arah kebangkitan Islam.
Berbagai kebijakan yang dibuat para penguasa selalu tampak tidak pro-Islam dan zalim, seperti PJPN 2020-2035 yang menghilangkan frasa agama, SKB tiga mentri yang tidak boleh mewajibkan, melarang, atau menganjurkam siswa mengenakan jilbab/kerudung.
Isu radikalisme yang marak sebagai opini publik ini di gaungkan dalam rangka mengalihkan persoalan dari kegagalan kapitalisme liberalisme di negeri ini.
Isu radikalisme ini jelas merupakan proyek Barat untuk menguasai dunia dengan sistem kapitalis sekuler. Tujuannya untuk melanggengkan kekuasaan di negeri-negeri kaum muslim. Oleh karena itu, umat Islam harus bangkit dan bersatu untuk melawan propaganda ini.
Sesungguhnya radikal itu adalah sesuatu yang positif, yaitu memahami segala sesuatu secara mendalam sampai ke akar-akarnya, tetapi dibelokan oleh orang-orang yang takut akan kebangkitan Islam sehingga menjadi sesuatu yang menakutkan.
Tujuannya adalah ingin menjauhkan pemahaman umat terhadap Islam yang mendasar (mendalam) hingga ke akarnya. Mereka takut bila umat Islam memahami Islam dengan baik, akan muncul kembali keinginan untuk penerapan Islam kaffah yang akan menggantikan sistem mereka.
Oleh karena itu, dakwah Islam kaffah harus semakin massif dilakukan dengan menjelaskan kebenaran dan kesempurnaan Islam sebagai ideologi sehingga dapat memberikan solusi tuntas terhadap problematika kehidupan yang ditimbulkan oleh penerapan sistem kapitalisme-demokrasi.
Dakwah Islam juga harus mengungkapkan kebobrokan sistem ini, melalui perang pemikiran dan perjuangan politik, mengungkap rencana-rencana jahat musuh Islam serta makar dan persekongkolan para penguasa sekuler dengan negara-negara Imperialis Barat.
Semoga dengan upaya tersebut, umat Islam mampu melihat dan menghindarkan diri dari kejahatan tersembunyi yang ada di balik makar dan persekongkolan tersebut. Umat akan tergerak hatinya untuk memperjuangkan agamanya, sehingga rindu pada kehidupan Islam yang diwariskan oleh Rasulullah saw. dan khulafaur rasyidin.
Wallahu a'lam bi shawab
Oleh: Imas Cucun
Selasa, 25 Januari 2022
Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.