Tinta Media -- Tim Penasehat Hukum Ustaz Farid Ahmad Khozinudin menegaskan bahwa mengaitkan aktifitas dakwah masa lalu Ustaz Farid sebagai tindak pidana terorisme itu tidak relevan.
“Tidak relevan mengaitkan aktifitas dakwah masa lalu Ustaz Farid sebagai tindak pidana terorisme,” tuturnya kepada Tinta Media, Senin (1/12/21).
Ia menceritakan ketika kliennya diperiksa penyidik, kliennya dikorek aktivitasnya saat berada di Afghanistan. “Selama 3 bulan pada tahun 1993. Untuk latihan militer 1,5 bulan, dan ikut dalam penugasan penjagaan perbatasan (ar Ribath) selama 1,5 bulan di Jalalabad,” terangnya.
"Saat itu, memang seluruh ulama kaum muslimin telah mengeluarkan resolusi jihad atas invasi Uni Soviet di Afghanistan. Atas semangat memerangi komunisme, Ustaz Farid mentaati ulama dan ikut memberikan andil untuk membela kaum muslimin. Dan memerangi komunisme Soviet bukanlah pelanggaran hukum menurut UU Indonesia," tambahnya.
Ahmad Khozinudin pun menerangkan, Ustaz Farid awalnya tidak berniat pergi ke Afghanistan. Tetapi ke Pakistan untuk transit dari Malaysia, dalam rangka umroh ke Mekah. “Melihat saudara muslim Afghanistan dizalimi, beliau menunda umroh. Untuk lebih dahulu menolong saudara muslim di Afghanistan. Setelah itu, beliau kembali ke Pakistan dan melanjutkan umroh ke Mekah,” ujarnya.
"Lagipula, kalau mau dipersoalkan peristiwa di Afghanistan itu dengan UU Terorisme, jelas tidak dapat dijangkau dalam 3 (tiga) hal,” bebernya.
Pertama, kalau aktivitas di Afghanistan yang membela kaum muslimin dianggap tindakan terorisme, toh itu locus delicti (TKP nya) bukan di Indonesia. “Densus 88 hanya memiliki kewenangan menyidik perkara yang menjadi yurisdiksi hukum Indonesia," tegasnya.
"Wilayah Afghanistan bukanlah wilayah yang menjadi yurisdiksi hukum Indonesia. Karena itu, framing mengaitkan aktivitas ustadz Farid di Afghanistan dengan tindak pidana terorisme adalah sesuatu yang sangat sumir," tambahnya.
Kedua, aktivitas Ustaz Farid Okbah di Afghanistan terjadi pada tahun 1993. “Sementara, UU Terorisme baru dibentuk dengan Perppu tahun 2002, diundangkan menjadi UU No 15 pada tahun 2003 dan baru diubah lagi dengan UU No 5 tahun 2018," ungkapnya.
"Artinya, secara tempus delicti (Waktu Kejadian) terjadi sebelum diberlakukannya UU Terorisme. Padahal, hukum tidak dapat diberlakukan secara surut (Non Retroaktif). Lantas, kenapa densus 88 mempersoalkan aktivitas ustadz Farid Okbah pada tahun 1993 di Afghanistan?" tanyanya heran.
Ketiga, menurutnya, yang paling utama bahwa menolong kaum muslimin di Afghanistan bukanlah terorisme. Melakukan aktivitas keluar negeri untuk beribadah dengan memberkan pertolongan kepada sesama muslim bukanlah kejahatan.
"Kalau ibadah jihad dengan menolong saudara muslim di luar negeri dipersoalkan sebagai terorisme, bagaimana dengan ibadah haji keluar negeri? Apakah, Prof Mahfud MD juga akan diseret ke pengadilan dengan kasus terorisme karena pernah satu kafilah haji keluar negeri dengan ustadz Farid Ahmad Okbah, tersangka terorisme?" pungkasnya.[] Nita Savitri