Tinta Media -- Pakar Riset Sistem Informasi Spasial Prof. Dr. -Ing. Fahmi Amhar mengungkap pasang surut peradaban sains Islam.
“Pasang surut peradaban sains Islam adalah suatu masa ketika umat Islam sangat produktif di dunia sains, kemudian tiba-tiba hilang,” ucapnya pada kajian sains Islam, Ahad (28/11/2021) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.
Menurutnya, surutnya peradaban Islam tidak seketika hilang tapi berlangsung dalam kurun waktu berabad-abad. “Umat Islam pernah berada di puncak peradaban dunia dalam bidang sains dan lainnya. Kemudian surut. Dan membahas sains Islam bukan untuk bernostalgia tapi untuk mewujudkan kembali peradaban Islam ini agar tidak asal klaim tetapi membahasnya adalah sesuatu yang alamiah, natural, logis, dan dapat dikerjakan,” ujarnya.
Ia mengatakan, kejayaan itu dipergilirkan. “Demikian dengan kejayaan peradaban Islam karena Allah SWT telah membuat mekanisme di alam semesta ini yaitu akan menggilirkan (kejayaan) itu. Mengalami siklus kontradiktif, naik turun siklusnya,” ungkapnya.
Menurutnya, Islam sebagai negara yakni Khilafah, pernah menjadi negara paling maju di dunia dengan kriteria-kriteria sebagai berikut ekonominya luar biasa, budayanya dikagumi banyak bangsa lain, memiliki Iptek, inovasi, dan investasi tinggi. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pada masanya negara Khilafah adalah negara maju.
“Umat Islam memiliki aset yang berbeda yakni Al-Qur’an yang inspiratif, membuat kaum mukmin semangat serta memiliki kesabaran untuk terus menggalinya. Hal ini tidak dimiliki kitab yang lain dan peradaban mana pun. Di dalamnya ada banyak penemuan, eksplorasi. Walhasil tidak sampai seabad Islam sudah memiliki semua ciri-ciri budaya maju. Yakni menghargai waktu, terus mengejar ilmu di setiap kesempatan ke segala penjuru karena kesadaran belajar itu bagian dari ibadah dan syarat amal untuk mewujudkan umat terbaik,” terangnya.
Ia menegaskan, semua motivasi Quran melesatkan generasi awal Islam ke masyarakat dan ke negara yang maju. Pada abad 8 Masehi Islam sudah membangun sistem sanitasi kota, saat jalanan kota-kota di Eropa masih terbiasa berceceran kotoran manusia. Memiliki rumah sakit-rumah sakit yang siap menghadapi aneka penyakit bahkan pandemi, saat pasien-pasien di Eropa hanya diobati dengan takhayul dan mantra-mantra pengusir setan. Mempunyai universitas-universitas terbaik yang menghasilkan para ulama dan ilmuwan, saat di Eropa para ilmuwan masih dikejar-kejar dengan tuduhan penistaan agama.
Ia menjelaskan, peninggalan kemajuan negara Islam, ketika kekhilafahan Ustmaniyah masih dapat dinikmati di negeri-negeri Islam. Membaca sejarah pada masa Umayah dan Abbasiyah menghasilkan kemewahan arsitektur bangunan yang megah dan besar, contohnya masjid, istana, benteng, dan perpustakaan yang masih kokoh berdiri. Menunjukkan tingginya peradaban Islam kala itu.
“Bahkan tak cuma dalam kemajuan material (teknologi). Kemajuan yang dicapai di atas akidah Islam tampak dalam capaian sosial, sebuah masyarakat yang egaliter, tanpa diskriminasi ras, etnis atau kelas sosial. ” tuturnya.
“Kaum muslimin sekarang tertinggal dari pusat peradaban dunia karena ukuran-ukuran capaian material faktanya tertinggal, tidak hanya miskin tetapi juga terbelakang, masih kental budaya korup, dan masih diperintah oleh rezim diktator, dan sebagainya,” pungkasnya.[] Ageng Kartika