Tintamedia -- Tanggapi fenomena narsis dikalangan Muslim khususnya, Aktivis Buruh dari Silaturahmi Pekerja Buruh Rindu Surga (SPBRS) Sidoarjo Kunjung Sasono mengatakan malah dianjurkan dalam agama Islam, asal tidak berlebihan.
"Eksis boleh, sedangkan narsis kalau terkait mencintai diri sendiri malah dianjurkan dalam Islam. Tetapi jangan berlebihan. Karena dikawatirkan menimbulkan rasa egois dan sombong," ujarnya dalam YukNgaji: Haruskah Narsis untuk Eksis? Sabtu (20/11/2021) di Zoom Meeting.
"Lebih-lebih lupa kalau sebenarnya apapun yang ada pada diri sendiri adalah pemberian dari Allah SWT," sambungnya sembari mengutip QS. Luqman ayat 18 yang artinya, Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong atau membanggakan diri.
Menurutnya, kata narsis dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan bentuk tidak baku dari istilah narsistik, yang berarti kepedulian berlebih pada diri sendiri, ditandai dengan adanya sikap arogan, percaya diri dan egois.
Bung Kunjung, begitu sapaan akrabnya, menerangkan, bahwa terdapat faktor pendorong seseorang berkeinginan untuk narsis. Lebih mudahnya, ia merangkum dengan sebutan 5P.
Yang pertama, jelasnya, keinginan untuk mendapatkan pengakuan. Baik keberadaan maupun kepribadiannya. Kedua, popularitas. Dan ketiga, keinginan memperoleh pendapatan. "Pendapatan ini juga, karena sekarang lingkungan pekerjaan sulit mencari pekerjaan," timpalnya.
Sedangkan yang keempat, keinginan dianggap sebagai pahlawan. "Pahlawan buat teman-temannya sampai ceweknya atau di komunitasnya. Mereka rela over, untuk melakukan hal-hal seperti mengorbankan nyawa, balapan liar. Mereka tidak memikirkan resikonya bagaimana," ungkapnya.
Yang kelima adalah keinginan mendapatkan perhatian. Baik dari keluarganya, lebih-lebih khalayak agar menjadi followers dari suatu konten di media sosial.
Namun, menurut Kunjung, tak berhenti di 5P saja. Faktor lingkungan ternyata juga bisa menentukan baik buruknya karakter seseorang.
Apalagi dengan perkembangan teknologi saat ini yang sangat memungkinkan seseorang menghabiskan waktu hanya dengan media sosial. "Di kamar sehari-harinya atau mengurung diri, jarang bersosialisasi dengan tetangga maupun teman," ucapnya memisalkan.
Sehingga, kata Kunjung, secara tidak langsung hal itu berpotensi membentuk kondisi depresi berlebih yang tentu saja makin memotivasi munculnya sifat narsis.
Ia menambahkan, kurang bahagia di masa kecil pun bisa menjadi faktor seseorang cenderung memiliki sifat narsis. Begitu juga sikap berlebihan orang tua dalam hal memuji ataupun mengkritik si anak. "Kurang perhatian tidak boleh, berlebihan ketika memuji, menyanjung ketika masa-masa kecil itu juga tidak boleh. Sedang-sedang saja," harapnya.
Taat dan Produktif
Bung Kunjung memandang, selain menyadari bahwa semua potensi serta bentuk fisik hanya kepunyaan Allah SWT, ketaatan dengan tetap produktif juga bisa terbentuk dengan bersifat rendah diri dan lapang dada ketika mendapat kritikan.
Pun, di saat meng-upload suatu konten di media sosial, ia berpesan untuk hanya menebarkan kebaikan saja yang sekiranya bisa mencerdaskan umat.
Terakhir ia mengatakan, untuk selalu ingat lima sebelum datang yang lima. Kaya sebelum miskin, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, lapang sebelum sempit dan hidup sebelum mati.
Ditambah dengan senantiasa memegang erat tali agama Allah dalam aktivitas apapun. "Dari bangun tidur hingga tidur lagi, dari adab masuk jamban sampai membangun sebuah negara, insyaAllah Islam ada untuk mengatur itu semua," pungkasnya. [] Zainul Krian