Oleh: Melgi Zarwati
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Tintamedia -- Untuk memulihkan ekonomi di masa pandemi, pemerintah mendorong peningkatan peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan perempuan. Hal itu disampaikan oleh Presiden saat menjadi pembicara di pertemuan KTT G-20 di Roma, Italia beberapa waktu lalu.
Seperti dilansir dari antaranews.com (31/10/2021) Presiden Jokowi mengatakan bahwa pembiayaan yang ramah dan akses pendanaan yang mudah adalah cara untuk memperkuat inklusi keuangan UMKM dan perempuan.
Sebagai bentuk keseriusannya, pemerintah telah mengalokasikan dana untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebanyak 17,8 miliar dolar AS. Hingga saat ini telah diberikan kepada 2,4 juta pengusaha perempuan.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (Mei 2021), jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah.
Untuk melancarkan program G-20 tersebut, Septriana Tangkary selaku Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Kominfo, berpendapat bahwa untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan sebagai pelaku UMKM, maka pentingnya peran teknologi digital. (Republika.co.id, 16/10/2021)
"Ini dilakukan agar pekerjaan yang dilakukan lebih fleksibel, dapat mempromosikan kesetaraan gender, mendukung perempuan makin berdaya, lebih berpartisipasi dalam segala bidang, dan perubahan perilaku masyarakat berbasis digital," ujar Septriana .
Perempuan dalam Jebakan UMKM
Indonesia adalah negeri yang subur. Allah menganugerahkan kekayaan alam yang melimpah. Hutan, lembah, dan lautan menyimpan aneka ragam potensi. Perut bumi sangat kaya dengan tambang, minyak, dan gas bumi.
Namun, dalam sistem kapitalis sekuler ini, negara hanya bertugas sebagai fasilitator dan regulator. SDA dan aset negara seperti BUMN diserahkan dan dikelola oleh korporasi. Hasilnya dinikmati oleh para konglomerat, sementara rakyat hidup melarat.
Bahkan, pengesahan omnibus law beberapa waktu lalu oleh pemerintah tampak jelas dibuat tak lain untuk melancarkan kepentingan oligarki.
Di sisi lain, berbagai usaha yang dilakoni perempuan di masa pandemi mendapatkan dukungan dari pemerintah. Sejumlah dana telah digelontorkan kepada para pengusaha perempuan.
Hidup dalam sistem ekonomi kapitalisme membuat perempuan memutar otak untuk meningkatkan hasil produksi UMKM, bagaimana supaya dana yang telah diberikan pemerintah bisa dikelola dengan cermat demi cuan yang banyak.
Apresiasi pemerintah dengan fasilitas dana membuat banyak perempuan ikut berpartisipasi. Perempuan berkontribusi untuk negeri dalam membangun ekonomi sehingga UMKM tumbuh subur bak jamur di musim hujan.
Kesibukan perempuan untuk mengembangkan, meningkatkan, serta memperluas jaringan industri rumahan membuat mereka lupa kodratnya. Mereka mengabaikan perannya sebagai ibu generasi. Bahkan, tak ada waktu untuk menuntut ilmu.
Apalagi, program digitalisasi UMKM sebagai salah satu strategi pemulihan ekonomi membuat perempuan sibuk belajar untuk mengelola, membesarkan, dan mengembangkan UMKM berbasis teknologi. Dengan demikian, perempuan sibuk belajar ilmu ekonomi ala sekuler kapitalis hingga lalai belajar ilmu agama dengan mengikuti kajian-kajian.
Perempuan akan menemui kesulitan dalam membagi konsentrasi terhadap pengembangan bisnis dengan optimal mengurus masalah umat. Apalagi jika kajian serius diikuti, maka menyebabkan perempuan terikat dengan syariat. Hal itu tentu bertentangan dengan praktek bisnis kapitalistik.
Sementara, generasi tidak lagi mendapat pendidikan yang bermutu dari ibu. Generasi kurang mendapat kasih sayang dan perhatian sehingga lahirlah generasi pengekor peradaban Barat, individualis, hedonis, dan melakukan kejahatan sosial.
Di sisi lain, bukannya meningkatkan martabat perempuan, peningkatan ekonomi perempuan melalui UMKM ini justru menjadi salah satu faktor pemicu tingginya angka gugat cerai dari pihak istri. Hal ini karena istri merasa mampu berdikari.
Jadi, kebijakan menjadikan UMKM dan perempuan sebagai tulang punggung perekonomian bukanlah solusi yang tepat. Hal tersebut justru mempertahankan kesalahan pengelolaan SDA dan menimbulkan masalah baru.
Pengaturan Islam tentang Ekonomi, SDA, dan Peran Perempuan
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam mengatur tentang tanggung jawab negara dalam pengelolaan ekonomi, SDA, dan penetapan peran perempuan.
Pertama, pengelolaan ekonomi. Pengaturan produksi dan distribusi dikendalikan oleh pemimpin negara atau khalifah. Khalifah bertanggung jawab mengurusi hajat hidup rakyat sebagai pelayan atau pengurus dan pelindung bagi rakyatnya.
Kedua, pengelolaan sumber Daya Alam. SDA merupakan bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Individu tidak boleh secara langsung memanfaatkannya karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar, seperti minyak bumi, gas alam, dan barang tambang lainnya.
Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah saw. "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)”
Hasil kekayaan alam itu dimasukkan ke dalam kas negara sebagai sumber pendapatan utama APBN. Digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya.
Ketiga, penetapan peran perempuan. Dalam kacamata Islam, perempuan menempati peran strategis. Islam memandang bahwa peran perempuan adalah sebagai ibu pendidik generasi.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Daulah Islam (2002:369) mengatakan, "Hukum asal perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga.”
Oleh karena itu, ketika perempuan sudah menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya, maka tugasnya adalah sebagai pendidik atau madrasah pertama bagi anak-anaknya, ummun madrasatul ula yang mencetak generasi rabbani, sekaligus pengatur rumah suaminya, ummun warobatul bait.
Dengan demikian, ketika seorang perempuan sudah memahami tugas dan fungsi utamanya, dan negara telah menjaga kemuliaannya, maka ia mampu melahirkan generasi cemerlang pembangun peradaban.
Begitulah cara pandang Islam yang memiliki tolak ukur yang pasti dan tetap, sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, sehingga akan memberikan kenyamanan dan ketenangan jiwa bagi siapa pun yang melaksanakannya.
Wallahu a’lam bi shawab.