Tinta Media -- Tentu saja keliru dan tak menyelesaikan masalah bila menyatakan ‘isu Permendikbud PPKS tak boleh ditunggangi pro-khilafah’. Selain tendensius seolah-olah khilafah itu biang masalah, itu sama saja dengan menjauhkan masalah yang terjadi dengan solusinya. Dan dalam waktu bersamaan ya menista Islam. Karena khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Menista sebagian ajaran Islam sama saja dengan menista Islam itu sendiri.
Bagi sebagian kalangan, termasuk Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, sangat mungkin tak bisa membayangkan bagaimana bisa permen yang dengan jelas melarang mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan tersebut sebagai masalah dan khilafah sebagai solusinya.
Makanya tak heran bila mantan Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut menganggap pihak yang mendakwahkan khilafah sebagai solusi tersebut sebagai pihak yang memperkeruh keadaan. Kemudian politisi Partai Demokrat tersebut menyatakan Pancasila sudah final.
INI MASALAHNYA
Permen ini jelas-jelas lahir dari akidah sekuler yang hanya melarang mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan karena dianggap merugikan salah satu pihak. Padahal dalam aturan yang lahir dari akidah Islam, bukan hanya melarang mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan saja tetapi melarang mendekati perzinaan dan perzinaan juga.
Perzinaan, meski semua pihak yang terlibat di dalamnya tak merasa dirugikan tetap saja dilarang oleh Islam. Mengapa? Karena tolak ukur perbuatan dalam Islam itu halal-haram, bukan asas manfaat sebagaimana aturan yang diterapkan di negara sekuler.
Makanya, siapa saja bisa melihat dengan gamblang pihak-pihak yang mengkritik tajam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, mestilah mayoritas ---kalau tidak mau dikatakan semuanya--- adalah kalangan Islam. Jelas sekali ditulis dalam permen tersebut semua pasal mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan ada frasa “tanpa persetujuan korban”.
Itu kan dengan mudah bisa dipahami makna kebalikannya (mahfum mukalafah), bila dengan persetujuan korban itu tidak dilarang ---atau paling tidak--- tidak diatur oleh permen tersebut. Mengapa? Karena kalau dengan persetujuan korban, namanya bukan mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan lagi tetapi sudah mendekati perzinaan dan perzinaan.
Tetapi faktanya, sejak negara Pancasila ini berdiri hingga detik ini, tidak ada satu pun regulasi yang melarang perzinaan sebagaimana Islam melarang perzinaan. Dan siapa saja yang mau jujur dan lapang dada, mestilah melihat permen ini (maupun regulasi lainnya yang terkait) justru bisa dianggap sebagai bentuk pembiaran atau bahkan pelegalan perzinaan. Ayolah jujur… benar enggak?
Jadi, terang benderang permen ini bertentangan dengan Islam. Tetapi dengan sekularisme, bertentangan tidak? Tentu saja tidak. Justru yang bertentangan itu bila berzina dilarang. Dengan alasan bertentangan dengan asas manfaat, HAM atau apalah istilahnya. Mengapa? Karena para pelakunya suka sama suka bahkan dalam tingkatan tertentu bisa mengalirkan dana, memutar roda ekonomi. Terus mengapa harus dilarang-larang segala? Iya kan?
MASALAH LEBIH LUASNYA
Setiap kali kalangan Islam menyatakan khilafah sebagai solusi atas berbagai masalah kehidupan bernegara, kerap kali dinyatakan bertentangan dengan Pancasila. Termasuk dalam masalah maraknya mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan (bahkan mendekati perzinaan dan perzinaan) di lingkungan kampus. Sebagaimana terkait masalah permen ini, Dede Yusuf juga berkata senada.
Bila saja mau sedikit lebih mendalami ajaran agamanya, Muslim mana pun termasuk Dede Yusuf mestilah menyadari bahwa khilafah adalah ajaran Islam.
Mestilah menyadari pula bahwa khilafah merupakan sistem pemerintahan satu-satunya yang sah dalam ajaran Islam. Khilafah adalah kepemimpinan umum untuk kaum Muslim sedunia yang menerapkan syariat Islam secara kaffah di dalam negeri serta menjadikan dakwah dan jihad sebagai asas politik luar negerinya.
Penerapan syariat Islam di dalam negeri itu ya termasuk hukum pergaulan pria dan wanita. Selain mengedukasi bagaimana seharusnya pria dan wanita berinteraksi, khilafah juga menerapkan sistem pergaulan pria wanita sedemikian rupa sehingga hubungan yang terjadi satu sama lain adalah hubungan antar manusia untuk kebaikan bersama sebagai manusia.
Sedangkan hubungan yang bersifat seksual atau yang mengarah kepada seksual diatur sedemikian rupa sehingga hanya boleh terjadi dalam ikatan pernikahan saja. Sehingga jelaslah nasab, pengasuhan anak, serta lestarinya jenis manusia di muka bumi ini dapat terjamin dengan penuh martabat. Apalagi dalam Islam pemerkosaan dan perzinaan dilarang dengan sangat tegas.
Semua media dan interaksi yang mengarah kepada pemerkosaan dan atau perzinaan dilarang keras. Sanksi tegas berupa ta’zir siap membuat kapok: (1) siapa saja yang mendekati pemerkosaan; (2) siapa saja mendekati zina; (3) pihak pengelola media yang melanggar rambu-rambu Islam tersebut.
Sanksi had/hudud berupa seratus kali cambuk diberikan kepada siapa saja yang berzina dan atau pemerkosa yang belum pernah menikah. Sedangkan sanksi rajam diberlakukan kepada mereka yang sudah menikah tetapi malah berzina dan atau memperkosa.
Begitulah Islam melalui sistem pemerintahan khilafahnya menyelesaikan masalah pemerkosaan dan perzinaan.
Sebaliknya, bagaimana dengan Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya? Apakah Pancasila melarang zina? Hmmm. Yang jelas-jelas melarang zina itu ya Islam, bukan Pancasila.
Coba deh cek berbagai regulasi yang ada, apakah zina itu dilarang? Regulasi yang ada termasuk di KUHP itu tak ada larangan bagi pezina yang suka sama suka sebagaimana Islam melarang. Jadi memang Permendikbud PPKS ini sama sekali tidak bertentangan dengan KUHP. Dan KUHP pun tentu saja tidak bertentangan dengan Pancasila. Kalau bertentangan pastilah sejak awal negara Pancasila ini berdiri, KUHP peninggalan penjajah Belanda itu tidak akan diterapkan.
Ironis kan, hukum peninggalan penjajah diterapkan sedangkan hukum dari agamanya sendiri dimusuhi?
Apalagi sejak rezim Jokowi ada badan yang paling otoritatif dalam pembinaan ‘ideologi’ Pancasila yakni BPIP. Apakah BPIP pernah mengatakan KUHP bertentangan dengan Pancasila? Atau BPIP mengatakan permen yang ditandatangani Mas Mentri itu bertentangan dengan Pancasila? Tapi yang penting diketahui, permen tersebut dan KUHP jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Alasannya dua: Pertama, keduanya lahir bukan dari akidah Islam tetapi lahir dari akidah sekularisme. Kedua, keduanya bertentangan dengan berbagai hukum Islam terkait interaksi pria-wanita (dan berbagai masalah lainnya), mulai dari yang dianggap sebagai kriminal sampai sanksi yang diberikan.
SIKAP MUSLIM
Sebagai Muslim, baik yang pro-khilafah, abstain, maupun yang anti-khilafah, semua memiliki kewajiban terikat pada syariat Islam secara kaffah. Dan syariat Islam secara kafah termasuk dalam penanganan pemerkosaan dan perzinaan tak akan bisa ditegakkan dengan sempurna tanpa tegaknya khilafah. Tak ada pilihan lain, bila memang masih ada iman di dada.
Siapa saja orang yang mengaku beragama Islam tetapi tetap menghalangi dakwah penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan khilafah sama saja dengan: (2) Menentang ajaran Islam yang notabene agama yang dianutnya sendiri. Sehingga patut diragukan keislamannya. (2) Menghalangi negeri ini mendapatkan solusi yang baik dan benar dalam mengatasi berbagai permasalahan termasuk dalam mendekati pemerkosaan dan pemerkosaan maupun mendekati perzinaan dan perzinaan.
Tentu saja ini akan mengakibatkan pelakunya sangat sengsara dan menyesal tak terperi di akhirat kelak. Dan tempatnya sudah pasti jauh lebih mengerikan dengan siksaan yang lebih dahsyat daripada tempatnya orang yang jelas-jelas kafir. Itu pasti. 100 persen pasti terjadi. Meskipun di dunia ini amalannya 100 persen tidak melanggar Pancasila. Karena di akhirat itu yang diperhitungkan bukanlah selama di dunia ini sesuai atau tidaknya dengan Pancasila tetapi sesuai tidaknya dengan Islam!
Tentu saja peringatan ini tak akan ada artinya apa-apa bahkan jadi bahan ejekan atau pun naik pitam bila iman di hati telah sirna. Bahkan lebih jauhnya lagi, atas nama Pancasila akan mempersekusi dan mengkriminalisasi siapa saja yang mendakwahkan kewajiban penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan khilafah.
La haula wala quwwata illa billah. Yaa Allah, telah kami sampaikan. Saksikanlah![]
Depok, 23 Rabiul Akhir 1443 H | 28 November 2021 M
Joko Prasetyo
Jurnalis