Mafia Tanah Berulah, Akankah Negara Kalah? - Tinta Media

Senin, 29 November 2021

Mafia Tanah Berulah, Akankah Negara Kalah?

Mafia Tanah Berulah, Akankah Negara Kalah?

Oleh: Nurmilati

Tinta Media -- Kasus mafia tanah akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat oleh berbagai kalangan di media sosial. Salah seorang pesohor negeri ini telahmelaporkan kasus yang menimpa ibundanya setelah menjadi korban jerat mafia tanah. Ia mengadukan bahwa ada 6 aset berupa tanah dan bangunan dengan nilai mencapai Rp17 miliar yang dirampas oleh mafia tanah. Ini sangat memprihatikan.

Kasus mafia tanah yang terjadi di Indonesia dan menimpa berbagai lapisan masyarakat baik dari kelas bawah, menengah, sampai pelaku usaha, sebenarnya telah terjadi sejak lama, tetapi perkaranya tidak pernah terungkap. Kasus akan mencuat ke permukaan jika yang menjadi korban adalah figur publik dan semua angkat bicara, seakan-akan menjadi pemadam kebakaran setelah kasus makin panas.

Menanggapi persoalan ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut bahwa kerja mafia tanah sulit dideteksi, tetapi akibat buruknya sangat terasa oleh korban. Karena itu, mereka harus ditindak tegas.

Hal ini direspon oleh Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika. Ia mendorong DPR untuk memanggil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A Djalil dan Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi terkait perkembangan perkara pertanahan. Menurut pengamatan Dewi, banyak faktor yang menyebabkan sindikat mafia tanah bisa bertahan dan bekerja dengan leluasa, antara lain karena tidak ada transparansi dan keterbukaan administrasi dan informasi terkait pertanahan, sulitnya pembuktian karena minimnya data yang terkait, serta keterlibatan orang dalam. Hal ini berpotensi menyuburkan sindikat mafia tanah. Merdeka.com (11/11/2021).

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dan Anggota Panja Mafia Tanah, Guspardi Gaus menyebut bahwa mereka akan fokus memberantas para mafia tanah yang ada di kementerian terkait. Jika terbukti ada pejabat yang terlibat di dalamnya, maka harus diproses sesuai dengan peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menambahkan bahwa masih banyak kasus pertanahan yang belum bisa terselesaikan dengan tuntas. Hal ini disebabkan karena kasus sudah sampai pada tahap sengketa, melibatkan mafia tanah, dan berlangsung bertahun-tahun. Terlebih jika sudah masuk ke pengadilan, tentu akan lebih rumit lagi perkaranya.

Namun, Presiden Jokowi dan Kementerian ATR/BPN bersama aparat penegak hukum mengklaim bahwa mereka sangat serius dalam mengatasi persoalan ini dengan tujuan memberikan kepastian hukum atas hak tanah kepada masyarakat, sehingga para investor juga yakin untuk berinvestasi di Indonesia. Kompas, (18/10/2021).

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai, para mafia tersebut akan terus melakukan aksinya karena pemerintah sangat lemah dalam hal pengawasan, birokrasi yang sangat mudah diintervensi, kualitas SDM ASN, baik pegawai hingga para oknum pejabat bermental bisnis demi mencari keuntungan, bukan mental pelayan, Liputan6.com (11/11/2021).

Kehadiran Mafia Tanah Disebabkan Sistem yang Salah

Tanah merupakan salah satu ciptaan Allah Swt. untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di dunia. Kebutuhan manusia akan lahan sangat besar. Hal ini karena kehidupan sehari-harinya di atas tanah dan di sinilah mereka melakukan berbagai aktivitas guna memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya, sekarang dan masa yang akan datang.

Namun, keberadaan tanah acap kali menimbulkan masalah dan persengketaan di tengah-tengah kehidupan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan suatu bangsa dan negara.

Sengketa tanah yang muncul di lingkungan keluarga, biasanya berkaitan dengan persoalan pembagian warisan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Akibatnya, bukan hanya menimbulkan permusuhan antar keluarga, konflik berkepanjangan dan putusnya silaturahmi, tetapi tak jarang berujung pada pembunuhan.

Sedangkan sengketa tanah yang timbul di masyarakat, biasanya berkaitan dengan persoalan penggusuran secara sewenang-wenang, memindahkan batas-batas tanah yang mengambil hak orang lain dan yang sedang hangat dibahas karena kehadiran mafia tanah.

Sementara, sengketa tanah antarnegara, terjadi antara satu negara atau lebih dengan negara lain, seperti yang terjadi pada Palestina dan Israel, di mana Yahudi mencaplok tanah milik kaum muslim Palestina.

Karut-marut persoalan pertanahan di Indonesia dan beragam permasalahan yang mengikutinya, serta kompaknya para pemangku kebijakan dalam menanggapi dan menyodorkan solusi terkait hal ini, nyatanya tidak mampu memberikan jalan keluar yang tepat. Hal ini terbukti dari berlarut-larutnya tindakan kejahatan tersebut yang merugikan berbagai lapisan masyarakat. Maka dari itu, harus ada upaya untuk merevisi seluruh kebijakan yang selama ini ditetapkan pemerintah.

Perlu diketahui, kebijakan tersebut lahir dari sebuah sistem pemerintahan yang disebut demokrasi sekularisme kapitalisme, yakni suatu aturan yang berasal dari hasil pemikiran manusia, bukan dari Sang Mahakuasa. Padahal, akal dan kemampuan manusia sangatlah terbatas. Karena itu, terbatas pula dalam memahami dan menyolusi bermacam persoalan yang menimpanya, baik permasalahan di negaranya, masyarakat maupun di keluarga dan ranah individu.

Karena itu, alih-alih menyelesaikan problematika yang ada, hal ini justru melahirkan komplikasi masalah. Walhasil, kerusakan di berbagai lini pun tidak bisa dihindarkan. Maka wajar pula jika di negara ini keberadaan para mafia tanah tumbuh subur dan langgeng serta terhindar dari jerat hukum. Sebab di sistem yang digunakan pemerintah saat ini tidak menafikan adanya kongkalikong antara pemangku kebijakan dengan para pelaku kejahatan di pertanahan, sebab diduga para kapitalis bermain di sini untuk bisnis properti, seperti kasus perampasan lahan seluas 900 hektare oleh tiga orang mafia di Tangerang dan diploting atas nama salah satu di antara pengusaha raksasa properti.

Bukan Sekadar Transparansi dan Perbaikan Individu

Apa yang dikatakan oleh pejabat bahwa kasus mafia tanah bisa diselesaikan dengan adanya transparansi administrasi dan revolusi mental pegawai pemerintahan, tentu tidaklah tepat. Sebab, itu hanya solusi parsial dan tidak menyentuh hingga ke akar permasalahan. Karena itu, harus ada revisi secara menyeluruh terkait bagaimana penetapan hak atas tanah.

Jika negara dengan sistem pemerintahan sekularisme kapitalisme tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut, tentu sangat berbeda dengan Islam. Pemerintahan dengan paradigma Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu menyolusi beragam persoalan hidup manusia, termasuk mafia dan sengketa tanah. Islam mengatur sedemikian rupa penataan pertanahan berikut persoalan yang ada di dalamnya.

Dalam Islam, setiap pemilik tanah yang layak untuk lahan pertanian maupun bangunan di atasnya diharuskan mengelola tanahnya secara optimal dengan cara menanami dengan alat, benih, hewan dan para pekerjanya yang dia sewa. Jika membutuhkan biaya pengelolaan, maka akan dibantu oleh baitul mal. Namun, jika tanah tersebut diabaikan selama tiga tahun oleh pemiliknya, maka tanah itu akan diambil negara dan diberikan kepada lain supaya dikelola secara semestinya sesuai ketentuan yang diberlakukan khalifah.

Maka dari itu, Islam melarang penelantaran tanah. Syariah telah menentukan kepemilikan tanah memiliki makna berbeda dengan kepemilikan harta bergerak maupun harta tetap. Sebab, syariah menjadikan kepemilikan tanah semata-mata untuk ditanami, sehingga makna kepemilikannya akan hilang dari yang bersangkutan jika tanahnya diabaikan.

Adapun cara memiliki tanah, bisa dengan jalan mengelola, diberi cuma-cuma, pewarisan, membeli, dan lain-lain. Begitupun dengan administrasi dan data-data kepemilikan pertanahan. Negara mengaturnya sedemikian rupa, sehingga tidak ada celah bagi para sindikat mafia tanah untuk melakukan tindak kejahatan. Ini karena negara sudah mempersiapkan hukuman bagi pelanggar syariat sesuai hukum yang diberlakukan oleh khalifah.

Sistem Islam Membentuk Pribadi Pejabat dan Rakyat yang Amanah

Maka dari itu, satu-satunya cara memberantas mafia tanah adalah dengan merevisi secara keseluruhan aturan yang ditetapkan negara saat ini, yakni sistem sekularisme kapitalisme untuk diganti dengan sistem Islam. Sebab, bersamanya akan ditentukan beragam panduan hidup manusia, baik selama di dunia hingga untuk bekal menuju akhirat.

Aturan tersebut akan membentuk dan melahirkan karakter penguasa yang amanah dalam menjalankan roda pemerintahan berdasarkan keimanan kepada Allah Swt. Begitu juga dengan karakter masyarakat. Mereka akan meniru sifat amanah pemimpinnya.

Dari sini, akan terbentuk pribadi-pribadi yang bertakwa dan menciptakan keadilan. Dengan demikian, para penguasanya tidak akan berpikir untuk berbuat zalim terhadap masyarakat.

Namun, karakter yang demikian akan terbentuk manakala pemimpinnya menerapkan aturan Islam dalam bernegara dan bermasyarakat, yaitu sistem Islam melalui Daulah khilafah Islamiyah.

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :