Khilafah, Moderasi Beragama dan Neoimperialisme - Tinta Media

Selasa, 23 November 2021

Khilafah, Moderasi Beragama dan Neoimperialisme

Khilafah, Moderasi Beragama dan Neoimperialisme

Oleh: Irianti Aminatun
(Lingkar Studi Islam Strategis)

Tintamedia -- Khilafah terus menjadi perbincangan. Bukan soal kebaikannya, tetapi keburukannya. Banyak masyarakat  yang mendiskreditkan konsep khilafah ini.

Lalu bagaimana sebenarnya posisi khilafah  dalam Islam? MUI melalui ijtima’nya memberikan ketegasan bahwa jihad dan  khilafah bagian dari ajaran Islam. Karena itu, fatwa MUI merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

Khilafah adalah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Dengan menerapkan sistem kepemimpinan khilafah, Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh dunia. Tanpa khilafah sebagian besar hukum-hukum Islam tidak bisa diterapkan. Dunia pun menderita.

Sejak keruntuhan khilafah tahun 1924 lalu hingga saat ini, aturan Islam tidak bisa diterapkan secara menyeluruh oleh negara. Inilah yang menimbulkan bencana  di tengah umat Islam dan juga dunia. Berkenaan dengan kondisi umat Islam ini, Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani rahimahullah menyatakan,

“Sesungguhnya umat Islam telah mengalami tragedi dengan dua ujian. Pertama, para penguasa mereka adalah agen-agen kaum kafir penjajah. Kedua, diterapkannya kepada mereka apa-apa yang tidak diturunkan oleh Allah, yaitu diterapkannya pada mereka sistem kufur” (Taqiyuddin An Nabhani, Nida’ Har).

Saat sebagian kaum muslimin menyadari bencana ini, mereka bangkit berjuang menegakkan kembali sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw. Orang-orang kafir tentu tidak menghendaki umat Islam bangkit. Sebab jika umat Islam bangkit, mereka akan terusir dari wilayah kaum muslimin yang saat ini mereka jajah.Mereka merancang berbagai cara untuk menghadang kebangkitan Islam. Digulirkanlah isu moderasi beragama.

Pasca serangan WTC, Rand Corporatian sebagai lembaga think tank Amerika memberikan masukan ke Pemerintah AS untuk menangani fundamentalisme, radikalisme dengan program Islam Moderat. Yang mereka sebut Fundamentalis adalah umat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Islam, memperjuangkan syariah Islam kaffah, dan bersikap tegas terhadap kekufuran.

Engel Rabasa, salah seorang perancang Building Moderate Muslim Networks saat ditanya tentang makna moderat, ia mengatakan bahwa Muslim moderat adalah orang yang mau menerima pluralisme, feminisme, demokrasi, kesetaraan gender, dll. Artinya Moderasi Islam adalah rancangan Barat untuk membuat  umat Islam menerima pemikiran Barat.

Wajah moderasi Islam bisa dalam berbagai bentuk. Moderasi Islam bisa dengan wajah sekulerisme yaitu memisahkan Islam dari kehidupan bernegara. Islam hanya diposisikan sebagai ibadah mahdhah saja.

Di Indonesia, konsep ini ditanamkan baik di sekolah, pesantren, MT, kampus, dll. Di sekolah misalnya, siswa disibukkan dengan beban  mata pelajaran yang banyak, disibukkan dengan kegiatan seni dan olah raga, hingga tak ada waktu untuk belajar Islam di luar sekolah.  Mereka tak mengenal Islam kecuali hanya salat dan ibadah mahdhah saja.

Di pesantren,  dirancang OPOP (one Pesantren one Produc) hingga menyibukkan para santri di bidang usaha dan mengalihkan tujuan pesantren untuk mencetak ulama.

Moderasi Islam juga bisa berwajah pluralisme, merelatifkan semua ajaran agama, tidak ada klaim kebenaran, kebenaran tidak tunggal, termasuk memasukkan faham nation state sehingga umat Islam menolak konsep khilafah.

Moderasi bisa berwajah substansialisme yang merupakan antitesa terhadap paham tekstual dan formalisme pemahaman agama. Syariat Islam tidak perlu diformalkan dalam negara, yang penting substansi dan nilai-nilainya bisa terwujud. Akibatnya, banyak umat Islam menolak formalisasi syariah karena menurut mereka, nilai-nilai Islam bisa diwujudkan dalam sistem apa pun, tidak harus khilafah.

Moderasi Islam juga bisa  berwajah westernisme yaitu menjadikan Barat sebagai kiblat apa pun dan wajib ditiru. Akibatnya, kebijakan ekonomi, kebijakan politik, kebijakan pendidikan dan lain-lain semua mengacu pada pemikiran Barat.

Bisa juga berwajah kesetaraan gender yang menuntut perempuan memiliki peran sama dengan laki-laki. Akibatnya, banyak perempuan yang bersaing dengan laki-laki di segala bidang, yang sudah pasti akan menimbulkan masalah sosial tersendiri.

Setelah pemikiran Islam dirusak dengan moderasi beragama, para penjajah akan mudah melenggang memaksakan konsep-konsep pembangunan. Tak heran pembangunan dengan skema investasi asing dan utang menjadi model yang dipraktikkan di negeri ini, model pembangunan yang hanya menimbulkan banyak masalah di tengah masyarakat dan hanya menguntungkan para investor. Kerusakan moral, kerusakan alam, banjir,  terkurasnya sumber daya alam hanyalah contoh kecil efek buruk dari model pembangunan skema investasi ini.

Sejatinya, moderasi beragama adalah bentuk penjajahan baru yang membuat ketergantungan berpikir  kaum muslimin pada Barat. Moderasi beragam juga merupakan penguasaan SDA oleh swasta dan asing, menanamkan penguasa antek, membuat tatanan dunia baru ala Barat, serta membentengi dunia dengan broadcast Barat. Inilah yang membuat kaum muslimin hari ini tergantung dengan cara berpikir barat, gaya hidup mengikuti Barat, menyelesaikan masalah dengan penyelesaian Barat.

Moderasi hakikatnya adalah menjauhkan umat dari Islam politik, sebagai alat penjajahan, mengalihkan problem umat dari problem utama umat, yaitu tidak diterapkannya hukum Islam.

Moderasi beragama juga ditujukan untuk memuluskan pembangunan dengan paradigma kapitalis yang sama sekali tidak menguntungkan umat, menghalangi tegaknya Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Moderasi inilah yang membuat  Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan ‘tak ada tempat bagi khilafah di Jabar’.

Demikianlah realitas moderasi beragama, sebagai alat penjajahan serta menghadang tegaknya khilafah.

Sudah seharusnya kaum muslimin menyadari hal ini, kemudian menyatukan visi dan misi bahwa problem utama umat Islam hari ini adalah tidak diterapkannya hukum-hukum Islam oleh negara. Kaum muslimin harus bersegera menata mental dan peran untuk membekali diri dengan pemahaman Islam kaffah dan mengedukasi umat agar paham bahwa problem utama mereka adalah tidak tegaknya khilafah sebagai institusi penerap hukum syariah.

Kaum muslimin harus sadar bahwa menegakkan khilafah  adalah kewajiban agung yang kita harus berkontribusi optimal dengan ilmu, pikiran, tenaga, pengaruh, jejaring,  harta, tenaga, bahkan nyawa. Hanya dengan inilah kita mulia di hadapan Allah Swt.

ÙŠَٰٓØ£َÙŠُّÙ‡َا ٱلَّØ°ِينَ Ø¡َامَÙ†ُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِلرَّسُولِ Ø¥ِØ°َا دَعَاكُÙ…ۡ Ù„ِÙ…َا ÙŠُØ­ۡÙŠِيكُÙ…ۡۖ ÙˆَٱعۡÙ„َÙ…ُÙˆٓاْ Ø£َÙ†َّ ٱللَّÙ‡َ ÙŠَØ­ُولُ بَÙŠۡÙ†َ ٱلۡÙ…َرۡØ¡ِ ÙˆَÙ‚َÙ„ۡبِÙ‡ِÛ¦ ÙˆَØ£َÙ†َّÙ‡ُÛ¥ٓ Ø¥ِÙ„َÙŠۡÙ‡ِ تُØ­ۡØ´َرُونَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyeru kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (QS al Anfal:24)

Wallahu a’lam bi shawab.

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :