Tinta Media -- Direktur Siyasah Institut, Iwan Januar mempertanyakan sikap KSAD, Jenderal Dudung, yang menyatakan bahwa teror dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok teroris separatis OPM adalah kesalahpahaman.
"Benarkah teror dan pembunuhan yang dilakukan kelompok separatis Papua OPM yang disebut KSAD sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), murni kesalahpahaman? Bila kesalahpahaman mengapa terjadi lebih dari 50 tahun? Bila kesalahpahaman, mengapa OPM terus menerus menyuarakan separatisme serta secara sistematis meneror, menculik serta membunuhi warga dan aparat keamanan, termasuk perwira tinggi?" tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (21/11/2021).
Ia berharap pemerintah bisa menjelaskan tentang sejumlah dukungan yang diberikan oleh beberapa pihak termasuk negara Barat. "Bila itu kesalahpahaman, bagaimana Dudung bisa menjelaskan bila rangkaian teror yang dilakukan OPM mendapat support dari oknum aparat keamanan dan pendeta yang menjual senjata dan informasi? Bagaimana juga pemerintah bisa menjelaskan bila gerakan teroris OPM ini mendapat dukungan dari sejumlah negara Barat, bermarkas di Oxford, Inggris, dan hingga saat ini mereka menuntut pemisahan Papua dari wilayah Indonesia?" ujarnya.
Iwan membandingkan sikap Dudung terhadap kelompok Islam 'radikal'. "Sekarang bandingkan dengan pernyataan Dudung terhadap apa yang ia namakan kelompok Islam ‘radikal’. Dudung mengatakan dirinya pun tak segan akan menerapkan sistem seperti era Presiden Soeharto. Ia menekankan untuk segera mengambil tindakan kalau ada organisasi yang mencoba mengganggu persatuan dan kesatuan Indonesia," bebernya kembali.
Ia menganggap sikap KSAD hanya menegaskan bahwa sikap pemerintah memberikan perlakuan 'spesial' kepada kelompok teroris tersebut. Sehingga lebih memilih menggunakan kata Kelompok Kriminal Bersenjata ketimbang teroris OPM.
“Bahwa sebenarnya konflik yang terjadi di Papua dan pergerakan OPM bukan sekedar kesalahpahaman seperti pernyataan Dudung, tapi melibatkan berbagai kepentingan politik dan ekonomi berbagai pihak asing seperti Amerika Serikat,” terangnya.
Ia juga menegaskan, Barat menjadikan Papua sebagai sandera untuk menekan pemerintah Indonesia, agar mereka leluasa memainkan peran di kawasan Indonesia. “Apalagi AS terus memainkan perannya untuk bersaing dengan Cina di kawasan Asia Pasifik. Sehingga, AS membentuk AUKUS bersama Australia dan Inggris untuk memperlebar dan memperdalam pengaruh mereka di kawasan ini,” ungkapnya.
Terakhir, ia menyimpulkan bahwa pernyataan Dudung menunjukkan sikap pemerintah yang terus menempatkan musuh utama adalah kelompok Islam. "Jadi, pernyataan gerakan teroris separatis yang terjadi di Papua hanyalah ‘kesalahpahaman’, menandakan persoalan Papua akan jauh dari kata selesai, malah kian suram, negara kian tersandera asing. Pernyataan Dudung sekaligus menunjukkan pemerintah masih terus menempatkan musuh utama adalah kelompok Islam kritis, yang mereka sebut sebagai kaum radikal, yang bahkan tak pernah meledakkan sebatang mercon pun untuk menakut-nakuti warga," pungkasnya.[] Nur Salamah