Tinta Media

Sabtu, 23 November 2024

Simpan Saja Uang Anda

Tinta Media - “Saya ingin sepetak tanah. Tolong berikan saudara-saudara saya Yahudi sepetak tanah di Palestina. Agar saudara-saudara saya Yahudi itu bisa menjadikan Palestina sebagai tanah kelahirannya,” ucap Herzl dengan entengnya ketika bertamu kepada khalifah Abdul Hamid II.

Nama lengkap dari tamu khalifah Abdul Hamid itu adalah Theodor Herzl. Herzl adalah seorang jurnalis kelahiran hongaria (dulu masuk dalam kekaisaran Austria).

Herzl membuat pamflet yang berjudul The Jewish State pada tahun 1896, dalam pamflet tersebut ia mengusulkan bahwa masalah Yahudi adalah masalah politik yang harus diselesaikan oleh dewan negara-negara sedunia.

Ia menyelenggarakan kongres Zionis sedunia yang diadakan di Basel, Swiss, pada bulan Agustus 1897 dan menjadi presiden pertama Organisasi Zionis Dunia, yang dihasilkan dari kongres tersebut. Atas usahanya ia secara resmi mendapat gelar “Bapak Negara Yahudi” (“The Father of the Jewish State”).

Sedangkan Sultan Abdul Hamid terlahir dari ayah Sultan Abdul Madjid dan ibunya adalah Tir-i Mujgan Kadin Efendi yang berasal dari Sirkasia, sebuah wilayah yang terletak di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia.

Ia menjadi khalifah Utsmani menggantikan pamannya, Abdul Aziz, yang bergelar Murad VI pada 1876.

 Herzl mengatakan Sultan juga tahu Yahudi adalah orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang amat besar. Yahudi tidak akan membiarkan kemurahan hati Sultan sia-sia tanpa ada imbalan.

“Yahudi akan memberikan 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan, membayar semua utang pemerintah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling, membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta franc, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina,” bujuknya.

Tolonglah pintanya, saudara-saudara saya Yahudi hanya meminta satu hal dari Sultan. Juallah beberapa petak tanah di Palestina.

Mendengar jawaban tamunya itu, wajah Sultan memerah. “Tok!” Terdengar suara tongkat dihentakkan ke lantai oleh Sultan.

 Selanjutnya dengan nada marah ia mengatakan simpan saja uang Anda. “Ketahuilah sesungguhnya bumi Palestina telah direbut kaum Muslimin dengan pengorbanan darah. Dan tidak akan direbut dari tangan kaum Muslimin sekali lagi melainkan dengan pengorbanan darah pula,” sambungnya.

 Kemudian ia berujar lagi tidak akan mencoreng sejarah bapak-bapaknya dan para pendahulunya dengan aib. “Sungguh andaikan tubuh ini disayat-sayat pisau atau salah satu anggota tubuh dipotong maka itu lebih ia sukai daripada bumi Palestina diambil sebagian,” tegasnya.

Lalu ia menambahkan Khilafah Utsmani bukanlah miliknya tapi milik rakyatnya. Walau satu petak saja tidak akan ia berikan.

 “Saya tidak akan mengizinkan Yahudi mendirikan negara Zionis di Palestina,” tukasnya.

Herzl pun berdalih Yahudi tidak ingin mendirikan sebuah negara, Yahudi ingin hidup di dalam ketenangan dan kedamaian sebagai warga negara Utsmani.

“Basya,” panggil Sultan kepada wazirnya sambil memberikan secarik foto. Lalu Basya memberikan secarik foto tersebut kepada Herzl. Herzl pun melihat ke kertas itu yang berisikan photo rencana pembentukan negara Israel.

“Ditengah-tengahnya ada bintang David, lalu apa makna garis yang ada di atas dan di bawahnya,” tanya Sultan dengan geramnya sambil memukul tongkatnya ke lantai.

“Ini hanya sebuah isyarat, tidak ada maknanya sama sekali,” kilahnya.

Sultan Abdul Hamid membantah dalih Herzl. Selanjutnya ia mengatakan: “Jika Yahudi telah lupa dengan maknanya sini biar saya ingatkan Herzl. Antara Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Eufrat (Irak) kalian umumkan itu sebagai “Tanah Yang Dijanjikan” dengan menggambarkannya pada bendera itu,” sambungnya.

 Ia juga mengungkapkan Yahudi berteriak ingin membangun sebuah negara Zionis antara Sungai Nil dan Eufrat.

Lantas Sultan Abdul Hamid menyuruh Herzl mendengarkan ucapannya. “Selama saya masih hidup tidak akan berdiri negara itu. Saya akan menjadi penghalang atas rencana itu,” tegasnya.

 “Keluar! Enyah Anda dari sini manusia hina,” tandasnya. Dengan raut muka marah dan kecewa Herzl pun beringsut-ingsut mundur lalu membalikkan badannya meninggalkan ruangan.

 Semua tawaran Herzl ditolak, Sultan tidak mau menemui Herzl. Selama sebelas hari lamanya Herzl berada di Konstantinopel ibukota Kekhilafahan Utsmani dari tanggal 17 Mei 1901.

Ketika Herzl hendak bertemu Sultan, hanya diwakilkan kepada Tahsin Basya, wazirnya. Sultan mengirim pesan lewat Basya, “Nasihati Herzl agar jangan meneruskan rencananya. Simpan saja uangnya. Jika Abdul Hamid telah pergi maka Yahudi akan mendapatkan bumi Palestina secara cuma-cuma.”

Setelah gagal memperdaya Sultan Abdul Hamid, Theodor Herzl pergi ke Italia dan mengirimkan telegraph kepada Sultan. Dalam telegraphnya ia mengancam,” Anda akan membayar harga pertemuan itu dengan tahta dan nyawa Anda”. (Di sarikan dari Memoar Sultan Abdul Hamid dan lainnya).[] 

Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Feature News


Rohingya, Deritamu Tak Kunjung Sirna


Tinta Media - Masih ingat dengan Rohingya? Belakangan ini perhatian umat Islam tertuju pada genosida yang terjadi di Palestina, serta perjuangan para mujahidin yang berusaha membebaskan Palestina dari cengkeraman Zionis Yahudi. Selain itu, kondisi politik dalam negeri sedang sibuk bagi-bagi kursi kekuasaan yang tentunya membuat masyarakat penasaran. Lantas, apakah keberadaan muslim Rohingya sudah terlupakan dari benak umat Islam?

Nasib muslim Rohingya masih terlunta-lunta tak bisa menetap di wilayah mana pun. Mereka masih hidup terapung-apung di lautan tanpa memiliki arah dan tujuan. Setiap kali tiba di sebuah wilayah, mereka pun harus bersiap untuk pergi lagi karena status mereka yang tidak jelas. 

Mereka sudah terusir dari tanah airnya di Myanmar akibat konflik yang terjadi di sana. Baru-baru ini, 96 pengungsi Rohingya mendarat di Pantai Meunasah Asan, Madat, Aceh Timur, Kamis (31/10/2024). Enam orang di antaranya telah meninggal dunia. Diduga, mereka meninggal saat masih berada di kapal.

Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Aceh Timur Inspektur Satu Adi Wahyu Nurhidayat, jenazah yang ditemukan tersebut terdiri dari laki-laki dan perempuan berusia 14 hingga 17 tahun dan dimakamkan di TPU Gampong Meunusah Asan. Sementara itu, masih ada 90 orang yang selamat. Tujuh di antaranya adalah anak-anak. (acehkini.ID, Jumat, 1/11/2024).

Sedangkan menurut Kepala bidang Politik Pemerintahan dan Keamanan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Aceh Timur Syamsul Bahri di Aceh Timur, pihaknya belum menerima laporan terkait pengungsi Rohingya yang meninggal dunia. Saat ini, timnya sedang melakukan pendataan terhadap mereka. Puluhan imigran tersebut diturunkan dari kapal dan berenang ke pantai. Untuk penanganan tindak lanjut, keberadaan mereka masih menunggu hasil koordinasi dengan pihak UNHCR, lembaga internasional yang mengurusi pengungsi lintas negara (Antaranews.com, 31/10/2024).

Kedatangan muslim Rohingya di berbagai negara sebagai pengungsi disebabkan karena konflik di negaranya yang tak kunjung selesai. Seperti diketahui, mereka berasal dari Rakhine, negara bagian barat Myanmar. Mereka telah bermukim di sana secara turun-temurun hingga ratusan tahun. 

Namun, dalam beberapa dekade ini, militer Myanmar melancarkan operasi militer di wilayah Rakhine dan mereka pun dipaksa meninggalkan Myanmar. Jika tidak, mereka akan mengalami genosida, pembakaran, penyiksaan dan pemerkosaan. Hak kewarganegaraan mereka pun telah dicabut. Hingga hari ini, status muslim Rohingya seperti orang buangan yang tidak dimanusiakan.

Sejatinya, nasib muslim Rohingya adalah tanggung jawab seluruh umat Islam di dunia, sebab antara muslim dengan muslim lainnya adalah saudara dalam ikatan akidah. Namun, banyaknya framing di media sosial maupun berita yang menyudutkan para pengungsi tersebut dengan hal-hal negatif tanpa dipastikan kebenarannya. Banyak umat Islam yang justru menolak kedatangan mereka. 

Mereka dianggap sebagai pengganggu yang bisa membuat keonaran di negeri yang disinggahi. Banyak influencer yang menghasut netizen untuk membenci dan anti terhadap Rohingya hingga lupa bahwasanya mereka bersaudara. 

Padahal, jika sebagai umat tidak mampu membantu dengan tangan, setidaknya cukup berempati, mendoakan dan menjaga lisan ataupun tulisan dari mencela dan menyakiti hati saudaranya.

Persoalan yang dialami muslim Rohingya memang sangat pelik dan hanya bisa diselesaikan lewat jalur politik. Masyarakat hanya bisa membantu dengan bantuan sekadarnya, seperti makanan, pakaian, dan dukungan moral. 

Menurut sistem dunia, saat ini yang bertanggung jawab atas persoalan Rohingya adalah UNHCR dan IOM, badan dunia yang bertugas menganani masalah pengungsi. Selain itu, negara-negara dunia harus turun tangan untuk mengembalikan pengungsi ke negara asalnya, mendorong pemerintah di sana untuk segera menyudahi konflik yang terjadi.

Namun faktanya, upaya-upaya tersebut tidak mampu menolong muslim Rohingya secara nyata. Bahkan, beberapa negara dengan tega mengusir dan mengantisipasi kedatangan mereka. Ada pula pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi mereka yang tak punya negara dan menjadikan orang Rohingya sebagai obyek perdagangan manusia. 

Lantas, bagaimana rasa kemanusiaan yang konon diagung-agungkan oleh sistem kapitalis-sekuler hari ini? 

Jelas tidak mungkin, mengharap solusi hakiki untuk umat Islam pada sistem bernegara yang telah memecah belah kesatuan umat. Saat ini umat tengah terjerembab dalam kubangan lumpur demokrasi yang diciptakan Barat. Mereka tak lagi menjadikan akidah sebagai ikatan umat. Justru ikatan kebangsaan dan nasionalisme yang lebih diutamakan. Semangat patriotisme senantiasa dikobarkan dalam jiwa umat sehingga mereka lupa, bahwa ini bukanlah rumah yang sesungguhnya. 

Tempat bernaung bagi seluruh umat sehingga terikat dalam satu kesatuan perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama adalah Islam. Sementara, nasionalisme telah menghalangi negeri-negeri muslim untuk membantu muslim lainnya yang teraniaya. Sebab, setiap negara dibatasi oleh peraturan dan batas teritorial sehingga tidak bisa mencampuri urusan negara lain, meskipun negara tersebut telah menzalimi saudara muslimnya. 

Selain itu, umat yang sudah tertanam rasa nasionalis dalam dirinya menganggap urusan negerinya lebih penting daripada mengurusi masalah saudara seiman di negara lain. Nasionalisme melahirkan kecintaan yang berlebihan terhadap tanah dan kebangsaan, melebihi kecintaan pada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Karena itu, umat Islam perlu diingatkan akan pentingnya kesatuan sebagaimana dahulu dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Bahwasanya, tatkala umat Islam berada dalam naungan sistem Islam, tidak ada sekat-sekat yang membatasi mereka, baik wilayah maupun ras, bahasa, dan suku. Di dalamnya diterapkan syariat Islam secara kaffah sehingga umat terjaga akidah, kehormatan, harta, serta hak-haknya sebagai warga Daulah. 

Umat beragama lain pun diperlakukan sama dalam pengurusan dan jaminan kesejahteraan, sehingga antara muslim dan nonmuslim bisa hidup berdampingan. Saat itulah umat terlindungi, diayomi, dan dilayani dengan penuh amanah oleh pemimpinnya. 

Setelah sekian lama, sistem tersebut dirobohkan oleh musuh Islam. Umat seharusnya sadar tengah dipermainkan. Kini, saatnya untuk bangkit berjuang mewujudkan kembali rumah sejati bagi seluruh umat, yakni Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dini Azra
Sahabat Tinta Media


Pengelolaan Keuangan dalam Sistem Kapitalis vs Sistem Islam



Tinta Media - Dalam sistem kapitalis, mengatur dan mengatasi masalah finansial atau keuangan akan menjadi sulit. Sebagaimana yang digambarkan dalam, Film Home Sweet Loan yang dirilis pada 26 September 2024 dan disutradarai oleh Sabrina Rochelle Kalangie, yang diadaptasi dari novel populer karya Almira Bastari. Film Indonesia terbaru ini menarik perhatian karena mengangkat tema generasi sandwich, mewakili perjuangan finansial generasi muda yang harus mendukung keluarganya sambil merintis kehidupan mandiri. Ceritanya berfokus pada karakter Kaluna (diperankan oleh Yunita Siregar), yang harus mengatasi tuntutan finansial dari keluarganya sembari mewujudkan impiannya untuk memiliki rumah sendiri.

Memang, mengatur keuangan dalam sistem kapitalisme sering kali sulit karena beberapa faktor struktural dan perilaku. Berikut analisis mendalam mengenai tantangan utama yang dihadapi individu dalam sistem kapitalis.

Pertama, ketimpangan pendapatan dan distribusi kekayaan. Dalam kapitalisme, distribusi kekayaan sering kali sangat tidak merata. Sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau perusahaan besar. Hal ini membuat mayoritas masyarakat bekerja dengan upah yang tidak cukup tinggi untuk membangun kekayaan atau menabung secara signifikan. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat, banyak orang menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, sehingga sulit untuk mengelola keuangan jangka panjang.

Kedua, dorongan untuk konsumsi berlebihan, karena sistem kapitalisme didukung oleh siklus konsumsi yang konstan. Iklan, media sosial, dan budaya konsumtif membuat masyarakat terdorong untuk terus membeli produk baru atau mengikuti tren konsumsi. Kondisi ini mengarah pada gaya hidup berlebihan dan keinginan untuk memiliki barang-barang yang mungkin tidak dibutuhkan, yang pada akhirnya membebani keuangan pribadi.

Ketiga, utang konsumtif yang tinggi. Penyebabnya, sistem kredit dalam kapitalisme mempermudah akses ke utang, yang memungkinkan individu membeli barang atau layanan di luar kemampuan finansial mereka. Kredit konsumtif, seperti kartu kredit dan pinjaman berbunga tinggi, cenderung menambah beban keuangan jika tidak dikelola dengan baik. Individu sering kali terjebak dalam siklus utang yang sebagian besar pendapatan digunakan untuk membayar bunga dan cicilan daripada untuk menabung atau investasi produktif.

Keempat, fluktuasi ekonomi yang tidak stabil. Kapitalisme sering kali mengalami fluktuasi ekonomi yang bisa memengaruhi kestabilan keuangan individu, seperti resesi atau krisis keuangan yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah. Dalam kondisi seperti ini, orang yang sebelumnya memiliki stabilitas ekonomi bisa dengan cepat kehilangan pendapatan, yang pada gilirannya mengganggu perencanaan keuangan mereka.

Kelima, kurangnya pendidikan keuangan. Meskipun mengelola uang adalah keterampilan penting dalam sistem kapitalisme, pendidikan keuangan masih kurang diberikan sejak usia dini. Kebanyakan orang belajar tentang pengelolaan keuangan secara otodidak atau dari pengalaman pribadi yang penuh risiko, tanpa dasar pendidikan yang memadai dalam hal investasi, tabungan, dan perencanaan keuangan jangka panjang.

Keenam, tekanan sosial dan standar hidup. Dalam sistem kapitalisme, ada tekanan sosial untuk mempertahankan standar hidup tertentu yang sering kali tidak realistis dan mengakibatkan pengeluaran yang berlebihan. Media sosial memperkuat tekanan ini, mendorong orang untuk menghabiskan lebih banyak agar dapat menampilkan gaya hidup yang tampak ‘sukses’ atau mengikuti standar masyarakat. Hal ini sering kali berujung pada pengeluaran yang tidak proporsional dengan pendapatan dan membatasi kemampuan untuk menabung.

Ketujuh, prioritas jangka pendek terhadap keuntungan. Kapitalisme menekankan pada pencapaian keuntungan jangka pendek, baik di level perusahaan maupun individu. Hal ini membuat banyak orang fokus pada hasil cepat atau kesuksesan finansial instan daripada membangun keuangan yang berkelanjutan. Kesulitan ini diperburuk oleh iklim investasi berisiko tinggi, karena keuntungan jangka pendek lebih diutamakan daripada keamanan dan stabilitas keuangan jangka panjang.

Secara keseluruhan, tantangan pengelolaan keuangan dalam kapitalisme merupakan kombinasi dari faktor struktural, perilaku, dan sosial yang memengaruhi kemampuan individu dalam membangun stabilitas finansial.

Berbeda dengan sistem Islam, pengelolaan keuangan diatur dengan prinsip-prinsip yang menekankan keseimbangan antara hak pribadi dan tanggung jawab sosial, serta penggunaan harta secara etis dan produktif. 

Berikut adalah beberapa prinsip utama dalam pengelolaan keuangan menurut Islam. 

Pertama, konsep kepemilikan dan titipan. Islam mengajarkan bahwa harta yang dimiliki seseorang sejatinya adalah titipan dari Allah. Individu bertindak sebagai pengelola  atas harta tersebut, yang berarti pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan bijaksana dan bertanggung jawab untuk kebaikan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Kedua, larangan riba (bunga). Riba atau bunga dianggap sebagai praktik yang tidak adil dan merugikan, sehingga dilarang dalam Islam. Sistem riba dinilai dapat merugikan ekonomi masyarakat dengan memberikan beban finansial berlebihan kepada pihak yang lemah. Sebagai gantinya, Islam mendorong pembiayaan melalui akad-akad yang adil, seperti mudharabah (kemitraan bisnis) dan musyarakah (pembagian keuntungan) untuk mendorong usaha produktif yang saling menguntungkan.

Ketiga, zakat dan sedekah. Zakat merupakan kewajiban keuangan bagi umat Islam yang berfungsi untuk redistribusi kekayaan. Zakat sebanyak 2,5% dari harta yang mencapai nisab (batas minimum kekayaan yang dikenai zakat) ditujukan untuk membantu mereka yang kurang mampu, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Selain zakat, sedekah (pemberian sukarela) juga dianjurkan sebagai bentuk kepedulian sosial.

Keempat, membatasi konsumsi dan menghindari israf (pemborosan). Islam mengajarkan untuk hidup sederhana dan menghindari konsumsi yang berlebihan atau pemborosan. Konsep israf atau pemborosan dianggap tidak sesuai dengan prinsip Islam karena menghamburkan harta tanpa manfaat. Sebaliknya, Islam mendorong untuk memenuhi kebutuhan secara moderat dan menyisihkan harta untuk kebutuhan masa depan serta untuk tujuan-tujuan kebaikan.

Secara keseluruhan, Islam mengatur pengelolaan keuangan dengan menekankan nilai keadilan, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak hanya membantu individu mengelola keuangan secara sehat, tetapi juga mengurangi ketimpangan ekonomi dalam masyarakat.

Oleh: Hana Sheila
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

AEPI Ungkap Kekuatan Keuangan Indonesia Pindah ke Oligarki

Tinta Media – Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengungkapkan, bahwa  kekuatan keuangan Indonesia telah dipindahkan ke tangan pihak swasta (oligarki) yang merupakan bagian dari jaringan keuangan global. 

“Kekuatan keuangan Indonesia telah dipindahkan ke tangan pihak swasta (oligarki) yang merupakan bagian dari jaringan keuangan global,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/11/2024).

Menurutnya, pemindahan keuangan tersebut telah dilakukan pada saat amandemen UUD 1945 sehingga secara sah dan legal jaringan kekuasaan keuangan global mengendalikan atau mengontrol keuangan Indonesia. 

“Setiap sen yang dihasilkan dalam jerih payah ekonomi Indonesia mengalir ke kantong-kantong jaringan keuangan global,” bebernya.

Ia menyampaikan bukti, tambahan dalam APBN Indonesia setiap tahun hanya sekitar 300-400 triliun rupiah, sementara pada saat yang sama setiap tahun anggaran APBN harus membayar utang dan bunga utang sebesar 500-600 triliun rupiah.

“Tidak hanya itu, APBN Indonesia mengalami defisit dan harus menambah utang baru senilai 700-800 triliun rupiah setiap tahun,” imbuhnya. 

Artinya, ia menjelaskan, ekonomi Indonesia itu sepenuhnya bekerja sebagai abdi dari jaringan keuangan internasional yang ada di dalam negeri.

“Ekonomi Indonesia tidak akan pernah dapat meningkatkan atau menambah kapasitasnya, namun akan terus menyempit atau mengecil,” simpulnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

BPJS Kesehatan Defisit 20 Triliun, INDEF: Perlu Dicermati Penyebab Utamanya

Tinta Media – Menyikapi defisit BPJS Kesehatan sebesar 20 triliun, Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman mengatakan, perlu dicermati penyebab utamanya.  

“Harus dicermati penyebab utamanya seperti rendahnya kepatuhan pembayaran, subsidi yang tidak mencukupi, atau pengelolaan yang kurang efisien,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (20/11/2024).

Rizal mengungkapkan tingginya klaim tanpa peningkatan pendapatan mencerminkan tantangan struktural yang mendesak untuk diperbaiki. "Artinya profesionalitas pengelolaan anggaran BPJS menjadi urgen," tegasnya.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan langkah sebagai berikut, “Pertama, melakukan upaya serius untuk mengevaluasi tarif iuran. Yakni dengan mengkaji ulang tarif untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran,” jelasnya.

Kedua, sebutnya, melakukan revitalisasi terkait regulasi, yakni dengan memperbaiki sistem pengumpulan iuran dan peningkatan kepatuhan para nasabah. 

“Ketiga, memperkuat sistem operasi BPJS dengan sistem digitalisasi dan efisiensi. Yakni optimalisasi layanan berbasis teknologi untuk mengurangi biaya operasional,” terangnya. 

Pengujian

Rencana menaikkan iuran kesehatan kata Rizal, membutuhkan pengujian terlebih dahulu berkaitan dengan kebijakan tersebut.

“Efektivitas kebijakan tersebut tergantung beberapa faktor, diantaranya, pertama, menutupi defisit keuangan. Jika iuran dinaikkan, maka pendapatan BPJS Kesehatan bisa meningkat, membantu menutupi defisit anggaran akibat tingginya biaya pelayanan Kesehatan,” usulnya.  

Kedua, sambungnya, meningkatkan kualitas pelayanan, seperti dana yang lebih besar memungkinkan penyediaan fasilitas kesehatan yang lebih baik, ketersediaan obat, dan pengurangan waktu tunggu.

“Ketiga memperluas cakupan layanan, yakni dana tambahan bisa digunakan untuk menambahkan jenis layanan atau memperluas cakupan penerima manfaat,” paparnya. 

Gratis

Rizal lalu membandingkan dengan layanan kesehatan dalam Islam. “Negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis alias cuma-cuma bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin,” paparnya.

Ini, ia melanjutkan, didasarkan pada hadis Rasulullah SAW Riwayat Bukhari dan Muslim, "Imam (pemimpin) adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” 

Dalam Islam, ucapnya, kesehatan adalah hak dasar setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari pengurusan rakyat. 

"Adapun terkait pendanaan kesehatan diambil dan ditanggung oleh anggaran negara. Dalam sistem Islam layanan kesehatan diberikan secara merata tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, jenis kelamin, atau agama," ujarnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab