Tinta Media: watak pemimpin
Tampilkan postingan dengan label watak pemimpin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label watak pemimpin. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Desember 2023

WATAK PEMIMPIN SEKULER : DEMI MEMUJA MANUSIA, BERANI MENGHINA AGAMA




Tinta Media - Disinyalir seorang pejabat negara atau tepatnya ketua sebuah partai telah melakukan pelecehan atas ajaran Islam hanya demi pemujaannya kepada manusia. Inilah watak asli demokrasi sekuler yang juga akan melahirkan sikap benci kepada agama, khususnya Islam. Sebab demokrasi sekuler adalah sistem politik anti agama. Sekularisme adalah paham urusan dunia dipisahkan dari agama. 

Paham sekularisme agama, sebagaimana juga paham pluralisme dan  liberalisme agama telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI tahun 2005 dengan dasar dalil naqli : “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran [3]: 85). “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...”. (QS. Ali Imran [3]: 19). 

Dalil lainnya adalah : “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. al-Kafirun [109] : 6). “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab [33]: 36). 

Sekularisme itu intinya anti Islam, makanya memuji kemaksiatan dan cenderung melecehkan ajaran Islam, dengan berbagai bentuk dan ekspresinya. Maksiat merupakan lawan dari taat, istiqomah, dan takwa. Perbuatan ini dapat menjerumuskan dan membahayakan manusia, baik di dunia maupun akhirat. Lantas, apa itu maksiat ?.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maksiat diartikan sebagai perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT. Jika seorang hamba melakukan perbuatan bermaksiat, artinya dia menentang Allah SWT. Melecehkan ajaran Islam adalah bentuk kemaksiatan dan karenanya dimurkai oleh Allah. 

Orang yang melakukan maksiat ialah yang berbuat sia-sia dan akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya itu. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya : (Aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia akan mendapat (azab) neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. Al Jinn: 23). 

Dalam kitab berjudul Fawaidul Fawaid karya Ibnul Qayyim disebutkan bahwa pokok-pokok maksiat, baik yang kecil maupun yang besar ada tiga perkara, yakni bergantungnya hati kepada selain Allah, mengikuti kekuatan marah, dan menaati kekuatan syahwat. Perdukunan termasuk perkara yang pertama dari kemaksiatan. Sementara nikah beda agama termasuk kemaksiatan jenis ketiga. 

Sementara negeri ini konon katanya adalah negara hukum, setiap tindakan warga negara terikat dengan hukum, termasuk perbuatan yang diduga menghina ajaran agama. Hukum penistaan agama merupakan hukum yang diciptakan untuk mereka yang melakukan penistaan terhadap suatu agama tertentu. Penistaan terhadap agama merupakan tindakan yang tidak bermoral dan menyimpang. 

Penista agama memiliki sifat-sifat yang bertentangan dengan norma-norma kehidupan. Hukum penistaan agama sangat perlu dibuat, demi menjaga kenyamanan para penganut agama. Hukum penistaan agama akan mengurangi kebencian terhadap suatu agama tertentu. 

Hukum Penistaan Agama di Indonesia tertera pada Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi :  pertama, Setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun. Kedua, Dalam hal penghinaan dilakukan secara tertulis atau melalui media elektronik dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun. 

Syarat menjadi tersangka dalam pasal 156a KUHP : pertama, Pelaku dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Kedua, Perbuatan dilakukan di muka umum atau melalui media tertulis atau elektronik. Jadi, seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama di Indonesia dapat dikenakan hukum pidana penjara selama-lamanya 5 tahun jika perbuatan dilakukan di muka umum atau selama-lamanya 6 tahun jika penghinaan dilakukan secara tertulis atau melalui media elektronik. 

Beberapa kasus yang dinilai sebagai penistaan agama di antaranya adalah : Pertama, Kasus Ahok: Pada tahun 2016, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dikenal sebagai Ahok, dianggap telah melakukan penistaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu. Ahok dianggap telah merendahkan surat Al-Maidah ayat 51 dalam Al-Quran. 

Kedua, Kasus Permadi Arya alias Abu Janda: Pada tahun 2021, aktivis media sosial Permadi Arya atau yang dikenal sebagai Abu Janda dilaporkan atas dugaan penistaan agama dalam cuitannya yang dinilai merendahkan agama Islam. Ketiga, Kasus Sukmawati Soekarnoputri: Pada tahun 2018, Sukmawati Soekarnoputri, dilaporkan atas dugaan penistaan agama dalam puisinya yang dianggap merendahkan agama Islam. 

Sebab watak demokrasi sekuler itu anti agama, maka kecenderungan para pemuja paham ini juga akan membenci agama dengan berbagai motifnya, baik untuk sekedar untuk popularitas maupun untuk kepentingan pragmatis. Maka, jika negeri ini masih terus menerapkan demokrasi sekuler, maka selama itu pula akan marah pelaku pendengki agama dan melecehkannya demi kepentingan duniawi mereka. 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 20/12/23 : 11.02 WIB)

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab