Tinta Media: uang haram
Tampilkan postingan dengan label uang haram. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label uang haram. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Februari 2024

Fenomena Uang Haram Jelang Pemilu



Tinta Media - Mengutip dari halaman online detik.com (13/2/2024), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) karena diduga melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang di saat masa tenang kampanye pemilu 2024. Sebagai barang bukti, terdapat amplop berisi uang dan spesimen surat suara salah satu Caleg DPRD Kabupaten Cianjur. 

Fakta ini merupakan salah satu perbuatan kotor dari sekian banyak rentetan fenomena prapemilu yang terjadi di negeri kita tercinta. Entah apakah hal ini sudah menjadi budaya atau tidak, tapi tampaknya bukan lagi rahasia umum bahwa semakin dekat masa pemilu semakin banyak calon pemimpin dan wakil rakyat yang mendekati rakyatnya menggunakan "politik uang". Bahkan perbuatan ini bisa berupa skema borongan, ada yang melalui pejabat di desa, kecamatan atau di KPU. Hal itu sebagaimana dikemukakan Prof. Mahfud MD. saat memberikan sambutan dalam forum diskusi sentra penegakkan hukum di Surabaya, Jawa Timur (8/8/2023) dikutip dari kompas.com (8/8/2023). 

Keterangan mengenai "politik uang" telah ada di dalam undang-undang tentang pemilu nomor 7 tahun 2017. Di sana dijelaskan bahwa setiap pelaksana, peserta, dan atau tim kampanye pemilu, baik di masa tenang maupun di hari pemungutan suara, menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung maupun tidak langsung untuk memilih peserta pemilu tertentu maka akan dikenai denda dan sanksi penjara. 

Pandangan Islam terkait masalah politik uang 

Sebelum menghukumi masalah ini, kita mesti mengetahui terlebih dahulu terkait fakta politik uang. Menurut Ismawan (1999), politik uang adalah upaya mempengaruhi tingkah laku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Tampaknya definisi politik uang ini sama dengan definisi risywah (suap). Syaikh Taqiyuddin menjelaskan dalam kitab Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah jilid 2, suap (risywah) adalah setiap harta yang diberikan kepada setiap pihak yang mempunyai kewenangan untuk menunaikan suatu kepentingan yang seharusnya tidak memerlukan pembayaran/pemberian bagi pihak tersebut untuk menunaikannya. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa politik uang adalah menggunakan imbalan tertentu untuk mempengaruhi orang lain dalam menunaikan sesuatu, begitu juga dengan suap. Jadi kita dapat kategorikan politik uang sebagai salah satu tindakan suap menyuap. 

Terkait hukum suap termasuk di dalamnya politik uang menurut Islam adalah haram. Keharaman ini sebab adanya dalil-dalil umum yang mengharamkan suap. Pertama, hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam At Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah. Yang berbunyi, "Rasulullah telah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap". Kedua, hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad. Yang berbunyi, "Rasulullah telah melaknat setiap orang yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantara di antara keduanya". Kata laknat pada dua hadits tersebut mengindikasikan keharaman suap menyuap secara umum. Jelaslah sudah bahwa uang hasil dari money politic (politik uang) adalah uang haram. 

Solusi menurut Islam 

Syari'at Islam telah jelas mengharamkan praktik politik uang. Tapi kenapa politik uang ini terus terjadi? Apakah ini disebabkan oleh individu rakyat atau kenapa? 

Sebelumnya, apabila kita menganalisis sebab terjadinya politik uang. Dapat kita ketahui bahwa politik uang berawal dari calon pejabat yang ingin mendapatkan dukungan. Demi memastikan masyarakat mau mendukung dan memilihnya, calon pejabat tersebut akan memberikan imbalan pada mereka berupa uang, sembako atau yang lainnya jika mereka benar-benar siap memilihnya. Namun terkadang menggunakan perantara. 

Dari fakta di atas, pelakunya ada dua pihak. Satu, pihak rakyat atau masyarakat. Dua, pihak calon pejabat. 

Di satu sisi rakyat mestinya menyadari bahwa hal itu merupakan perbuatan haram dan pelakunya akan mendapatkan dosa walaupun dirasa memberikan kemaslahatan. Rakyat juga harus memiliki sikap mawas diri terhadap harta haram. Karena pemakan harta haram akan ditempatkan ke dalam neraka. Rasulullah bersabda kepada sahabatnya, "Wahai Ka'ab Bin 'Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari harta yang haram melainkan neraka lebih utama atasnya". (HR. At Tirmidzi). 

Disisi yang lain, para calon pejabat juga harus berpikir bahwa mereka sebenarnya sedang menabur benih-benih dosa untuk dirinya dan orang lain. Dirinya harus berhenti dari aktivitas tersebut. Harta itu tidak akan menjadi pahala, justru akan menambah beban dosa dirinya. Apalagi Rasulullah telah melaknat ketiga pihak pelaku suap. 

Selain itu, masyarakat mesti ada sikap saling mengingatkan akan dosa suap menyuap bila di lingkungannya terjadi tindakan tersebut, khususnya terkait kasus politik uang. Karena masyarakat juga akan dimintai pertanggungjawaban atas masalah itu. 

Masalah ini sudah bersifat sistemik. Tidak cukup diselesaikan dengan memperbaiki individu masyarakat dan pejabatnya. Maka yang paling penting, pemerintah mesti menjadikan aqidah Islam sebagai asas bernegara dan menetapkan peraturan menggunakan hukum Allah. Karena apabila tidak demikian, masalah ini kembali terulang. Bahkan bisa jadi benar-benar akan menjadi budaya di negeri kita tercinta. Dengan hukum Islam yang dibangun atas dasar aqidah, niscaya pasti akan memberikan efek jera kepada para pelakunya dan memberikan efek pencegahan kepada warga negara seluruhnya.



Oleh: Nurhilal AF Abdurrasyid
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab