Investasi Digenjot, Rakyat Tetap Terpojok
Tinta Media - Para investor digenjot Pemkab Kabupaten Bandung untuk berinvestasi karena Bandung memiliki potensi cita rasa kuliner dan wisata yang telah populer mendunia. Upaya peningkatan investasi pun dilakukan Pemkab Bandung dengan mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi di Bandung. Hal ini diungkapkan oleh Pjs Bupati Bandung Dikky Ahmad Sidik di kegiatan Bandung Regency Investment Summit (BRIS).
Pembangunan jor-joran dikebut, digenjot dengan membuka kran bagi investor asing dan aseng. Ini merupakan konsep pembangunan ala kapitalisme liberal. Fakta di atas membuktikan kuatnya paham kapitalisme liberal di negeri ini. Investasi digenjot tanpa memikirkan akibatnya. Jelas, yang merasakan akibat dari banyaknya investor yang berinvestasi di wilayah tersebut adalah masyarakat sekitar dan seluruh rakyat.
Walaupun tidak mungkiri, ada juga yang merasa terbantu, misalnya seorang pedagang yang mungkin bisa berjualan di area wisata. Namun, lebih banyak ruginya daripada untungnya. Yang beruntung justru para kapitalis yang bebas mengeksploitasi lahan dan sumber daya alam lainya.
Itulah kejamnya pengelolaan dalam asuhan sistem kapitalisme liberal. Sejatinya, yang rakyat butuhkan itu bukan sekadar sandang, pangan, dan papan, tetapi juga masalah keamanan, kenyamanan, dan lingkungan hidup yang sehat, menuntut ilmu, dan kebahagiaan dalam hidup berkeluarga.
Investasi hanya menguntungkan para kapitalis dan penguasa. Negara bebas membuat kebijakan untuk memuluskan pemilik modal walaupun akan berakibat buruk kepada rakyat. Buktinya, lapangan pekerjaan tetap susah, gaji tetap minim, sedangkan harga-harga kebutuhan pokok makin hari makin mencekik rakyat. Rakyat justru terus dikejar oleh berbagai pungutan pajak yang menambah derita kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sebaliknya, orang-orang kaya justru mangkir bayar pajak.
Dalam Islam, pembangunan seperti jalan tol, jembatan, dan insfratruktur lainya adalah hal penting dalam rangka melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat. Menyediakan sarana prasarana di berbagai sektor adalah tugas dan kewajiban negara, bukan dalam rangka bisnis atau demi mendapatkan pemasukan negara.
Pembangunan harus bisa dinikmati secara merata di semua kalangan, miskin atau kaya. Semua berhak mendapatkan dan menikmati. Ini seperti pada masa kekhilafahan Islam. Pada masa Khalifah Al-Mansur (762 M) pesatnya pembangunan insfratruktur terjadi kota di Baghdad, Irak. Pada abad ke 8, jalan-jalan sudah terlapisi aspal, sedangkan pembangunan jalan di Eropa terjadi di abad ke 18.
Semua pembiayaan berasal dari sumber daya alam, terutama harta kepemilikan umum. Harta tersebut dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai insfratruktur bangunan, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Negara memudahkan rakyat mendapatkan pekerjaan dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Negara juga memberi gaji yang sangat layak sehingga bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
Dalam Islam, sangat jelas bahwa tujuan dan pengelolaan sumber daya alam hanyalah untuk kemaslahatan rakyat. Itulah sebagian contoh kecil dari sejarah peradaban Islam.
Jelaslah bahwa sektor pariwisata bukan menjadi sumber pendapatan bagi negara. Namun, hanya sebagai pemenuhan hak rakyat untuk mendapatkan hidup bahagia, sebagai syi'ar Islam dalam rangka menumbuhkan rasa keimanan dan melihat kebesaran Allah Swt.
Sungguh indah, jika Islam dijadikan sebagai aturan kehidupan, seluruh manusia dan lingkungan alam pun akan selalu terjaga.
Masihkah kita terus berharap pada investasi dan sistem kapitalisme sekuler liberal? Tentu saja tidak boleh.
Pemenuhan kebutuhan individu rakyat akan dipenuhi oleh sebuah negara yang memiliki konsep ri'ayah (pengurusan) rakyat. Negara yang mandiri, bukan negara regulator, tetapi yang menerapkan aturan Islam secara kaffah untuk kemaslahatan umat. Wallahu a'lam bishawab .
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media