Tinta Media: telur
Tampilkan postingan dengan label telur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label telur. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Maret 2024

Telur Pecah dalam Tas Kresek Bercampur dengan Cangkang Telur yang Dibersihkan dari Kotoran dengan Cara Dikikis, Bolehkah Dimakan?

 
Tanya :

Tinta Media - Assalamu'alaykum Ustadz. Saya mau bertanya lagi. Saya membeli telur setengah kilogram, lalu tas kreseknya jatuh. Alhasil sebagian besar telurnya pecah di dalam tas kresek dan kecampur cangkang. Nah, telurnya boleh dimakan atau tidak? Karena cangkang telurnya belum dicuci dengan air, kalau dari pedagang walaupun cangkangnya bersih, tetapi bersihnya bukan dicuci dengan air, tetapi cuma dikikis-kikis saja. (Ratna, Lampung)

 Jawab :

Wa ‘alaykumus salam wr. wb.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui lebih dulu, apakah pembersihan kotoran ayam yang menempel pada cangkang telur, dengan cara dikikis-kikis, mencukupi atau tidak? Dengan kata lain, apakah cangkang telur tersebut sudah menjadi suci, yaitu bersih dari najis, hanya dengan dikikis-kikis tanpa dicuci dengan air? Di sinilah terdapat perbedaan pendapat (ikhtilāf/khilāfiyyah) di kalangan ulama, mengenai apakah pengikisan atau penggarukan najis, atau yang dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah al-dalku atau al-furku, sudah mencukupi untuk menghilangkan najis tanpa menggunakan air. 

Yang disebut al-dalku atau al-furku, adalah menggosok atau menggaruk atau mengikis sesuatu. (A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, hlm. 417 & 1051). Dalam kitab Mu’jam Lughat Al-Fuqahā’, disebutkan :

اَلدَّلْكُ (اَلْفُرْكُ) هُوَ تَكْرَارُ وَإِمْرَارُ الشَّيْءِ عَلىَ الشَّيْءِ مَعَ الضَّغْطِ عَلَيْهِ

“Yang disebut penggosokan (al-dalku/al-furku) adalah melewatkan sesuatu pada sesuatu secara berulang-ulang sambil memberikan tekanan padanya.” (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughat Al-Fuqahā’, hlm. 187).

Para ulama berbeda pendapat apakah al-dalku/al-furku (penggosokan/penggarukan/pengikisan) tersebut terhadap suatu najis, dapat menjadi muthahhir (penghilang najis) atau tidak. (‘Abdul Majīd Mahmūd Shalāhain, Ahkām Al-Najāsāt, hlm. 515-521).

Ada 3 (tiga) pendapat ulama dalam masalah ini; 

Pertama, mazhab Hanafi, berpendapat menurut pendapat yang rājih (lebih kuat) di antara mereka, bahwa al-dalku/al-furku (penggosokan) itu dapat menjadi muthahhir (penghilang najis). Imam Abu Hanifah mensyaratkan al-dalku (penggosokan) dapat menghilangkan najis, asalkan najisnya kering. Jika najisnya basah, tidak menghilangkan najis. Menurut Imam Abu Yusuf, al-dalku (penggosokan) dapat menghilangkan najis tanpa mensyaratkan najisnya kering. Jadi al-dalku (penggosokan) dapat menghilangkan najis secara mutlak, baik najisnya kering maupun basah, sesuai hadits Rasulullah SAW :

إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيه الأَذَى فَإِنَّ التُّرابَ لَهُما طَهورٌ

“Jika kedua sandal salah seorang dari kalian menginjak kotoran (seperti najis, air kencing, dsb), maka tanah menjadi penyuci bagi kedua sandal tersebut.” (HR. Abu Dawud, no. 385; dan Al-Hakim, no. 591, hadits hasan menurut Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Shahīh Abū Dāwūd, no. 385).

Kedua, mazhab Maliki dan Hambali, bahwa al-dalku (penggosokan) menurut Imam Ibnu Juzai (mazhab Maliki) dapat menghilangkan najis secara mutlak, kering atau basah. Tetapi jumhur ulama Malikiyyah mengatakan bahwa al-dalku (penggosokan) hanya menghilangkan najis yang sifatnya kering. Menurut mazhab Hambali, sama dengan jumhur Malikiyyah, yakni al-dalku (penggosokan) hanya menghilangkan najis yang sifatnya kering.

Ketiga, mazhab Syafi’i, bahwa al-dalku (penggosokan) tidak dapat menghilangkan najis yang sifatnya basah, demikian pula najis yang sifatnya kering. Namun jika ada bekas setelah dilakukan al-dalku (penggosokan), maka bekas itu tidak di-ma’fu (dimaafkan) menurut qaul jadīd dari Imam Syafi’i, yang dianggap rājih (lebih kuat). Sedang menurut qaul qadim, bekasnya di-ma’fu dengan syarat-syarat tertentu. (‘Abdul Majīd Mahmūd Shalāhain, Ahkām Al-Najāsāt, hlm. 515-518).

Pendapat yang *rājih* (lebih kuat), dari tiga pendapat tersebut, adalah pendapat yang mengatakan bahwa al-dalku (penggosokan) hanya dapat menghilangkan najis yang sifatnya kering, namun tidak dapat menghilangkan najis yang sifatnya basah. Inilah pendapat rājih oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani, rahimahullāh, sejalan dengan pendapat Imam Abu Hanifah, pendapat jumhur ulama Maliki, pendapat ulama mazhab Hambali, dan qaul qadim dalam mazhab Syafi’i, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmū’ Syarah Al-Muhadzdzab (Juz II, hlm. 618-619). 

Imam Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan :

وَإِنْ أَصَابَ أَسْفَلَ الْخُفِّ نَجَاسَةُ فَدَلَكَهُ عَلىَ أْلأَرْضِ نُظِرَ: فَإِنْ كَانَتْ نَجاسَةٌ رَطْبَةً لَمْ يُجْزِئْهُ وَلَا تَطْهُرُ بَلْ تَظَلُّ نَجِسَةً ، وَإِنْ كَانَتْ يَابِسَةً تَطْهُرُ بِالدَّلْكِ وَيُجْزِئُهُ ذَلِكَ ، لِمَا رَوَىْ أَبُوْ سَعْيْدٍ اَلْخُدْرِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلىَ الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ: فَإِنْ رَأَىْ فِيْ نَعْلَيْهِ قَذَراً أوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا »، فَطَهَارَةُ النَّعْلَيْنِ مِنَ النَّجَاسَةِ الْعَالِقَةِ بِهِمَا الدَّلْكُ إِنْ كَانَتْ نَاشِفَةٌ وَالْغُسْلُ إِنْ كَانَتْ مَبْلُوْلَةً.

“Jika bagian bawah khuff (semacam sepatu) seseorang mengenai suatu najis, lalu orang itu menggosokkan khuff itu pada tanah, maka dilihat ; jika najisnya basah, maka al-dalku (penggosokan) itu tidak mencukupi dan khuff itu tidak menjadi suci, bahkan tetap najis. Jika najis itu kering, maka khuff itu menjadi suci dengan al-dalku (penggosokan) itu dan mencukupinya. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :   

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلىَ الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ: فَإِنْ رَأَىْ فِيْ نَعْلَيْهِ قَذَراً أوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا. رواه أبو داود وأحمد والدارمي

“Jika salah seorang dari kamu datang ke masjid, maka hendaklah dia memperhatikan, jika dia melihat pada kedua sandalnya ada kotoran atau najis, maka hendaklah dia menggosoknya dan dia boleh sholat dengan dua sandal tersebut.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Al-Darimi). Jadi, sucinya dua sandal dari najis yang menempel padanya, adalah dengan al-dalku (penggosokan), jika najisnya kering. Sedangkan jika najisnya basah, maka caranya dengan membasuh sandal tersebut  dengan air.” (Imam Taqiyuddin An-Nabhani, Ahkām Al-Sholāt, hlm 15).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dari dua pendapat ulama, apakah pengikisan atau penggarukan najis (al-dalku atau al-furku), sudah mencukupi untuk menghilangkan najis tanpa menggunakan air, maka pendapat yang rājih (lebih kuat), adalah pendapat yang mengatakan bahwa al-dalku (penggosokan) hanya dapat menghilangkan najis yang sifatnya kering, namun tidak dapat menghilangkan najis yang sifatnya basah.   

Dengan demikian, jika pendapat tersebut diterapkan untuk kasus yang ditanyakan di atas, berarti pengikisan atau penggarukan najis (al-dalku atau al-furku) berupa kotoran ayam yang menempel pada cangkang telur, sudah mencukupi atau sudah menyucikan, walaupun tidak menggunakan air, asalkan kotoran ayam tersebut dalam keadaan sudah kering. 

Kesimpulannya, jawaban untuk pertanyaan di atas ada dua kemungkinan hukum syara’ sebagai berikut ;

*Pertama*, jika pengikisan kotoran pada cangkang telur dilakukan dalam keadaan kotorannya sudah kering, maka cangkang itu sudah dapat dianggap suci _(thāhir)_ secara syariah. Maka ketika cangkangnya pecah dan bercampur dengan kuning telur dan putih telur, maka kuning telur dan putih telur ini boleh dimakan, karena kuning telur dan putih telur itu adalah benda suci, bukan benda najis. Kaidah fiqih yang relevan dengan masalah ini menyebutkan :

اَلْأَصْلُ فِيْهَا اَلْحِلُّ ، فَيُبَاحُ كُلُّ طَاهِرٍ لَا مَضَرَّةٍ فِيْهِ

“Hukum asal pada berbagai makanan atau minuman, adalah halal, maka dibolehkan segala sesuatu yang suci (tidak najis) yang tidak terdapat bahaya (madharat) padanya.” (Syarafuddin Ahmad Al-Hijāwī, Zādul Mustaqni’ fī Ikhtishār Al-Muqni’, hlm. 112).

*Kedua*, jika pengikisan kotoran pada cangkang telur dilakukan dalam keadaan kotorannya masih basah, maka cangkang itu tidak menjadi suci (thāhir) secara syariah, atau dengan kata lain masih menjadi najis, yang menempel pada cangkang telur. Maka ketika cangkangnya pecah dan bercampur dengan kuning telur dan putih telur, maka kuning telur dan putih telur itu tidak boleh dimakan, karena sudah terjadi percampuran antara zat najis (yaitu sisa kotoran yang menempel pada cangkang telur) dengan zat suci (yaitu kuning telur dan putih telur). Dalam kondisi seperti ini, yaitu terjadinya percampuran zat najis yang haram dimakan, dengan zat suci yang halal dimakan, maka dikuatkan hukum haram, berdasarkan kaidah fiqih yang berbunyi :

إِذَا اجْتَمَعَ الْحَلاَلُ وَالْحَرَامُ غُلِّبَ الْحَرَامُ

“Jika yang halal bertemu dengan yang haram, maka dimenangkan hukum haramnya.” (Arab : idza [i]jtama’a al-ḥalālu wa al-ḥarāmu ghulliba al-ḥarāmu). (Imam Jalāluddīn al-Suyūṭiy, Al-Ashbāh wa al-Naẓā`ir, hlm. 105; Imam Ibnu Nujaym, Al-Ashbāh wa al-Naẓā`ir, hlm. 109; Muhammad Shidqiy al-Būrnū, Al-Wajīz fī Ῑḍāh Qawā’id al-Fiqh al-Kulliyyah, hlm. 209; ‘Aliy Aḥmad al-Nadwiy, Al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, hlm. 309; Muhammad Shidqiy al-Būrnū, Mausū’ah al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, 1/421).  

Wallāhu a’lam.

Jakarta, 1 Maret 2024
 
Referensi: www.fissilmi-kaffah.com


Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pakar Fiqih Kontemporer

Sabtu, 03 September 2022

Isu Pekan Ini: Tarif Ojol Naik hingga Harga Telur Melambung

Tinta Media - Dalam sepekan terakhir Muslimah Media Center berhasil merangkum beberapa berita penting dari kenaikan tarif ojek online (ojol) hingga melambungnya harga telur. 

“Berikut rinciannya, berita pertama: harga telur ayam beberapa hari ini menembus 30.000 per kg,” tutur narator pada rubrik Isu Pekan Ini: Tarif Ojol Naik hingga Harga Telur Melambung, Senin (29/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC).

“Menteri perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa kenaikan harga telur ayam disebabkan oleh adanya bantuan sosial sehingga permintaan telur ayam dari telur Kemensos untuk keperluan Bansos meningkat dan menyusul berpengaruh pada kenaikan harga.

Menurut Narator, pernyataan menteri perdagangan dan pejabat lainnya tentang kenaikan harga telur mencerminkan tiadanya empati pada kondisi rakyat dan kebutuhan mendesak rakyat terhadap telur. 
“Dominasi pemodal besar atau kapitalis lokal maupun multinasional dalam produksi pangan dari hulu hingga hilir telah berhasil mengendalikan harga pangan dasar bagi rakyat. Negara harusnya menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan publik dengan menata secara adil aktivitas produksi hingga distribusi dengan membatasi keterlibatan asing,” jelasnya.

Berita berikutnya, Narator mengungkap tarif ojek online mengalami kenaikan mulai 29 agustus 2022. “Kenaikan tarif ojol sampai 35% dan akan berdampak besar membebani pengguna dan mengurangi omset UMKM yang mengandalkan penjualan online seperti ojol food dan lain-lain,” ungkapnya.

Ia menilai kenaikan ojek online ini tentu saja tidak akan menguntungkan driver sebanyak perusahaan. 
“Yang pasti jumlah pengguna yang berkurang akan mempengaruhi secara langsung pendapatan driver, bahkan bisa kehilangan pekerjaan,” nilainya.

Menurutnya, semakin banyaknya masyarakat yang berprofesi menjadi driver ojol dan makin besarnya penggunaan baik untuk transportasi maupun untuk distribusi produk telah membuat kapitalis pemilik perusahaan ojol semaunya terus menaikkan tarif. 
“Sementara negara hanya menjadi stempel melegalkan kerakusan kaum kapitalis,” tegasnya.

Berita berikutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa negara yang telah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi BBM sebesar 502,4 Triliun Rupiah dan berpotensi ditambah 195 Triliun Rupiah masih dipandang belum tepat sasaran.
“Efek domino kenaikan BBM tidak bisa diatasi dengan adanya Bansos yang jumlahnya kecil dan cakupan penerimanya sangat terbatas. Sebab jumlah rakyat miskin makin banyak, efeknya angka kriminalitas akan bertambah dan kesejahteraan makin jauh dijangkau,” paparnya. 


Menurut Narator, publik harus menolak semua yang disampaikan pemerintah sebagai alasan menetapkan kenaikan BBM subsidi. 
“Persoalan subsidi salah sasaran dan APBN jebol bila terus memberikan dana ratusan triliun adalah cara pemerintah berkelit dari tanggung jawabnya menjamin ketersediaan BBM yang murah bahkan gratis,” ungkapnya.

Berita berikutnya, pemerintah menyebut bahwa dana pensiunan PNS membebani negara. 
“Menurut wakil ketua MPR hal ini sangat janggal dan berkesan tidak menghargai pengertian PNS untuk negara,” tuturnya.

Narator menjelaskan dalam paradigma kapitalistik rakyat menuntut pensiunan yang tidak lagi bekerja tetap mendapat gaji pensiun. 
“Sementara negara terus mengingat memberikan secara layak karena dianggap membebani,” jelasnya.

Narator menilai dalam sistem kapitalisme negara tidak berfungsi sebagai ro’yun. 
“Apalagi sistem ekonomi kapitalisme tidak memiliki APBN yang kokoh karena sumber pemasukan yang berasal dari pajak dan hutang,” nilainya.

Menurutnya, negara seharusnya melirik paradigma Islam dalam memperlakukan pensiunan. 
“Meski tidak ada lagi gaji karena tidak lagi bekerja, para pensiunan tidak perlu berkecil hati karena ada jaminan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara,” jelasnya.

Berita terakhir yang dihimpun MMC adalah sebagian negara Asia Tenggara bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. 
“Singapura misalnya, kini bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. Jika terwujud, maka bakal muncul Thailand dan Vietnam yang sudah resmi melegalkan pernikahan sesama jenis,” ungkapnya. 
Menurutnya, pelegalan ini tentu akan mendorong pelaku maksiat semakin leluasa menunjukkan eksistensinya di tengah publik. Bahkan dimungkinkan memfasilitasi pelaku L68T di dalam negeri, untuk melegalisasi pernikahan sejenis di negeri tetangga.
“Melihat makin mengakarnya liberalisme dan seks bebas maka desakan negeri ini untuk meninggalkan hal yang sama bisa muncul dari kelompok mereka. karenanya masyarakat Muslim wajib terus menunjukkan penolakannya terhadap perilaku L68T dan menentang setiap kebijakan yang membuka jalan legalisasi L68T,” tandasnya. []Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab