Tinta Media: tekor
Tampilkan postingan dengan label tekor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tekor. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 November 2024

Fomo, Rela Tekor Asal Kesohor


Tinta Media - Istilah "Rela Tekor Asal Kesohor" memang cocok untuk menggambarkan generasi muda saat ini yang lebih dikenal dengan istilah Gen-Z. Mereka rentan mengalami FOMO (Fear of Missing Out) atau ketakutan terlewat informasi, tren, dan gaya hidup terbaru. Mereka rela mengambil risiko atau bahkan kehilangan sesuatu demi popularitas atau pengakuan dari orang lain.

Tidak bisa dinafikan bahwa derasnya pengaruh media sosial dan kemajuan teknologi telah memengaruhi psikologi dan perilaku generasi hingga rentan mengalami FOMO. Hal ini juga jelas sangat berdampak pada kesehatan finansial generasi muda yang sangat bergantung pada utang yang tidak produktif akibat gaya hidup konsumtif tanpa perencanaan yang matang.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), generasi milenial dan Gen Z menyumbang jumlah terbesar dari kredit macet yang dihasilkan oleh pinjaman daring. Angka-angka ini cukup tinggi. Sebanyak 78 persen dari kelompok usia ini menggunakan layanan teknologi keuangan sehari-hari, termasuk layanan dompet digital, pinjaman, dan pembayaran secara digital.

Maraknya fenomena FOMO tidak terlepas dari paradigma hidup materialistis yang diusung oleh sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara saat ini. Sistem ini membuat kebahagiaan diukur berdasarkan kenikmatan jasmani. Kehidupan beragama telah dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ini menjadikan generasi muda lemah iman serta  mudah terpengaruh, terutama karena kesenjangan sosial yang dihasilkan oleh sistem ekonomi kapitalis. 

Dalam sistem ini hanya orang kaya saja yang memiliki akses ke sumber daya dan kesempatan. Ini membuat mereka merasa bahwa dengan menunjukkan apa yang dimiliki atau dikonsumsi akan mampu menunjukkan identitas dalam lingkungan sosial. Bahkan, secara tidak rasional mereka memaksakan diri melakukan hal yang melebihi kemampuan hingga menjerumuskan diri pada pinjaman online atau pinjol yang saat ini bisa dengan mudah didapatkan melalui fasilitas yang disediakan internet.

Sementara, pendidikan sekuler yang digadang-gadang dapat memperbaiki moral generasi, pada faktanya lebih menekankan nilai material, fokus membentuk individu siap kerja, tetapi hampa dari nilai agama sehingga memengaruhi karakter generasi muda. Hal tersebut juga menyebabkan generasi saat ini cenderung fokus pada kesenangan sesaat dan kurang memperhatikan potensi untuk berprestasi. 

Paradigma kehidupan dalam Islam sangatlah berbeda dengan paradigma kapitalisme yang diadopsi oleh masyarakat saat ini. Islam mengarahkan umatnya pada kebahagiaan akhirat yang diperoleh melalui keridaan Allah Swt. 

Karena itu, sudah seharusnya umat Islam yang memiliki akidah kokoh berdiri pada prinsip tersebut, sehingga tidak mudah terjebak oleh lingkungan sekitar yang hanya mengutamakan kepuasan duniawi. Pemahaman yang benar ini tentu akan membuat seseorang memenuhi kebutuhan nalurinya sesuai dengan aturan-aturan Allah Swt.

Selain itu, sistem pendidikan Islam memberikan pendidikan terbaik karena bersandarkan pada akidah Islam. Pendidikan ini mengarahkan generasi muda untuk hidup dengan tujuan penciptaan. Ini akan mendorong generasi untuk mencapai potensi terbaik mereka. Nilai-nilai Islam yang kuat diajarkan pada generasi muda sehingga terhindar dari kehidupan hedonistik.

Negara Islam berupaya untuk menjaga kesehatan mental generasi muda dengan cara menerapkan ekonomi Islam yang mampu memberikan kesejahteraan. Dengan begitu, mudah bagi negara untuk mendorong setiap keluarga menjadi madrasah pertama bagi anak-anak dan menanamkan akidah Islam sejak usia dini sebagaimana yang di perintahkan Islam. 

Dalam Islam, negara sangat aktif dalam mengeluarkan kebijakan yang melindungi rakyat dengan mempromosikan nilai-nilai, seperti amar ma'ruf nahi munkar, tolong-menolong, empati, dan kasih sayang. Dengan demikian, individu masyarakat dapat dihindarkan dari pengaruh tidak berguna seperti fleksing, pornografi, dan kekerasan. 

Selain itu, generasi muda dibimbing untuk memanfaatkan teknologi dan media sosial dengan positif dan produktif, sehingga tidak menjadi budak dari kehidupan materialistik. Hal tersebut telah dibuktikan oleh generasi muda yang produktif pada masa keemasan Islam, yang telah menghasilkan banyak karya, bahkan pada usia dini. Ini menunjukkan bahwa ketaatan pada syariat Islam dapat melawan gaya hidup hedonistik dan mendorong generasi untuk menunjukkan potensi terbaik mereka.

Oleh karena itu, di tengah kehidupan yang rusak serta gempuran pemikiran rusak, sudah selayaknya kita mencampakan sistem kapitalisme sekuler dari kehidupan dengan kembali taat kepada Allah dan menerapkan segala aturan-Nya secara menyeluruh untuk membangun kembali peradaban Islam yang gemilang dalam naungan sistem Islam. Wallahu'alam.




Oleh: Indri Wulan Pertiwi 
Aktivis Muslimah Semarang 

Minggu, 10 Maret 2024

Harga Beras Tembus Rekor, Rakyat Makin Tekor



Tinta Media - Tidak lama lagi kaum muslimin akan menyambut bulan suci Ramadan, bulan istimewa yang paling ditunggu karena hari-harinya akan berlimpahan pahala dari Allah Swt. Namun, ada fenomena yang juga sering terjadi menjelang momen-momen penting seperti ini, yaitu meroketnya harga kebutuhan pokok masyarakat. Ini seakan sudah menjadi hal lumrah terjadi, khususnya di Indonesia. 

Sebagaimana yang terjadi saat ini, harga beras di pasaran meroket tajam. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat melakukan sidak (inspeksi mendadak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung mendapati adanya kenaikan harga pada komoditas gula konsumsi, beras serta cabai merah keriting.

Hasil dari sidak tersebut ditemukan kenaikan harga pada komoditas beras premium sebesar 21,58% menjadi Rp 16.900/kg. Sementara, HET beras premium sebesar Rp13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. (Katadata co.id/ 11-2-24)

Setahun terakhir ini, harga beras memang mengalami kenaikan, Bahkan di tahun 2023 nyaris mencapai 20%.  Mahalnya beras tentu menyusahkan setiap orang karena beras adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, sehingga keberadaan beras sangat urgen untuk didapatkan. Dengan kenaikan harga beras ini, rakyat semakin sulit memiliki, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Kenapa kenaikan harga ini sering terjadi?

Rusaknya Rantai Distribusi

Salah satu penyebab terus melonjaknya harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras yang hari ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel). Akhirnya, sejumlah pengusaha ritel inilah yang menguasai produksi kebutuhan pokok rakyat. 

Dengan mudahnya, pengusaha ritel mempermainkan harga di pasaran. Apalagi, perusahaan besar telah memonopoli gabah dari petani, sehingga mampu membeli gabah dari petani dengan harga yang tinggi. Sementara, penggilingan padi kecil tidak berkesempatan untuk mendapatkan gabah sehingga harus gulung tikar. 

Tidak hanya di sektor hulu, ternyata sektor hilir pun telah dikuasai oleh perusahaan besar ini. Dengan modal besar yang dimiliki, mereka mampu memiliki teknologi canggih. Alhasil, kualitas beras yang dihasilkan ada di tingkat premium. Sementara penggilingan padi kecil hanya mampu menghasilkan beras kualitas medium.

Hal ini pun semakin diperparah dengan adanya larangan  bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen. Dengan panjangnya rantai distribusi, maka harga beras tak kunjung turun. Lantas, apakah dengan tingginya harga beras ini justru menjadikan petani bisa bernapas lega? 

Nyatanya, tidak. Justru para petani banyak mengalami impitan. Para petani sulit mendapatkan saprotan, kepemilikan lahan yang minim, dan harga jual panen yang tidak menguntungkan.

Hilangnya Peran Negara

Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis sehingga wajib dikelola oleh negara, termasuk distribusinya. Memang, negara sudah melakukan upaya dengan banyaknya program yang dilakukan. Di antaranya melalui penetapan harga, operasi pasar, pendistribusian beras SPHP, hingga bantuan sosial berupa beras 10 kg per keluarga. Hanya saja, apa yang dilakukan oleh pemerintah tidak mampu memengaruhi turunnya harga beras. Sebab, apa yang dilakukan tersebut hanya masalah teknis yang tidak menyentuh pada akar permasalahan. 

Jika kita mengamati lebih mendalam, sebenarnya penyebab utama dari kenaikan harga beras ini adalah akibat penerapan sistem politik pangan ala kapitalistik neoliberal. Peran negara tidak lain hanya sebagai fasilitator dan regulator semata. Sementara, pengurusan urusan rakyat diserahkan kepada korporasi yang berorientasi pada bisnis dengan mencari keuntungan.

Ekonomi kapitalistik ini pun mengusung paham kebebasan dan mekanisme pasar bebas. Wajar jika banyak bermunculan korporasi-korporasi yang bermodalkan besar dan mengalahkan perusahaan kecil yang mayoritas dimiliki rakyat dengan modal tidak besar. 

Inilah yang menjadikan korporasi bermodal besar mampu menguasai berbagai sektor, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, bahkan importasi. Korporasi seperti ini pula yang akhirnya memainkan peran sesungguhnya dalam mengambil kendali pasokan pangan dan harga pasar. Penerapan sistem seperti ini telah melahirkan pemerintahan lemah dan kehilangan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. 

Sungguh, negara telah abai terhadap kepentingan rakyat. Negara dalam sistem ekonomi kapitalistik yang didukung oleh sistem politik demokrasi justru lebih mengutamakan kepentingan korporasi dengan memudahkan regulasi untuk mereka. Sementara, rakyat hanya mendapatkan 'remah-remah' dan hidup dalam perekonomian yang semakin hari makin 'tekor'. Jelas sistem seperti ini tidak layak untuk dipertahankan. Sudah saatnya beralih kepada sistem yang lebih menjanjikan untuk kesejahteraan bagi seluruh individu masyarakat.

Politik Pangan Islam

Politik pangan Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis. Tujuan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat, tidak terkecuali muslim maupun nonmuslim. 

Islam dalam naungan negara Islam (Khilafah) menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban bagi negara. Untuk itulah negara akan memastikan terpenuhi kebutuhannya masyarakat, 
individu per individu.

Sebab, negara dalam Islam adalah raa'in (pelayan) dan penanggung jawab atas urusan rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: 

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Maka dari itu, haram hukumnya bagi negara menyerahkan urusan rakyat kepada korporasi, sebab bertentangan dengan aturan Islam.

Politik pangan Islam akan menjamin ketersediaan pasokan pangan dan kestabilan harga. Sebab itu, negara akan hadir dalam pelaksanaan produksi, distribusi, dan konsumsi. 

Dalam hal produksi, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Hal ini juga akan terwujud dengan adanya penerapan hukum pertanahan yang menjamin lahan pertanian untuk berproduksi dengan optimal dan kepemilikan yang jelas. 

Negara juga akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat, mulai dari lahan, modal, saprotan, bahkan teknologi yang dibutuhkan agar bisa mengelola pertanian dengan optimal.

Khilafah akan memperhatikan  setiap rakyat dan menelaah adanya bantuan dari negara karena perannya sebagai pelindung semua rakyat dengan memastikan bahwa tidak ada satu pun individu rakyat yang tidak mendapatkan akses untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ini sebagaimana peristiwa mahsyur pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul sendiri gandum untuk sebuah keluarga yang didapati tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.

Dalam aspek distribusi, negara akan mengawasi praktik perdagangan dan pembentukan harga yang wajar. Islam mengatur perdagangan dalam negeri, termasuk beras. Negara membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Islam juga melarang adanya praktik monopoli dan menimbun beras atau komoditas lainnya, melarang praktkk tengkulak, kartel dan riba. 

Untuk bisa mewujudkan ini semua, negara akan mengangkat Qadhi Hisbah untuk melakukan pengawasan secara langsung, serta penegakan hukum secara tegas dan menimbulkan efek jera.

Begitulah politik pangan Islam yang akan mampu mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan, baik bagi para petani ataupun rakyat secara keseluruhan. Negara Islam akan lahir sebagai institusi yang melindungi rakyat dan berusaha sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan pokoknya. Wallahu alam bishawab []


Oleh: Harne Tsabbita 
(Aktivis Muslimah)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab