Tinta Media: tambang ilegal
Tampilkan postingan dengan label tambang ilegal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tambang ilegal. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Oktober 2024

Tambang Ilegal, Dalih Ketidakbecusan Pemerintah Mengelola Sumber Daya Alam



Tinta Media - Pertambangan ilegal bukan hal yang aneh di negeri ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri kembali berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal China, yang telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah. 

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok Irwan Efendi, Jumat (27/9/2024) menyatakan bahwa puluhan orang penambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat tertimbun longsor lubang galian tambang, pada Kamis (26/9/2024) sore. Sebanyak 15 orang meninggal dunia, 11 orang sudah dibawa keluarganya, 4 orang masih di lokasi, dan 25 orang lagi masih tertimbun, serta 3 orang  mengalami luka- luka.

Kementerian ESDM telah mencatat ada 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin atau PETI alias tambang ilegal yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa 96 lokasi di antaranya merupakan tambang ilegal yang tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, sedangkan sisanya atau sebanyak 2.645 lokasi tambang ilegal tersebar merata di hampir seluruh provinsi. 

Jelas, ini merupakan bukti lemahnya fungsi pengawasan dan pengaturan pemerintah dalam tata kelola pertambangan dalam negeri. Padahal, tambang ilegal memiliki banyak dampak yang dapat merusak lingkungan. Kegiatan ini juga membahayakan keselamatan karena tidak mengikuti kaidah-kaidah penambangan yang memadai dan berpotensi merusak lingkungan hidup, antara lain mengakibatkan banjir, longsor, dan mengurangi kesuburan tanah. Kegiatan tersebut juga berpotensi menimbulkan masalah sosial, gangguan keamanan, dan kerusakan lahan.

Barang tambang merupakan sumber daya alam yang berasal dari dalam perut bumi. Sifatnya tidak bisa diperbaharui karena pembentukannya membutuhkan waktu yang lama, bahkan sampai berjuta-juta tahun. 

Pertambangan dilakukan manusia dengan menggali, mengambil, dan mengolah sumber daya alam yang terdapat di perut bumi, serta upaya-upaya pengolahan untuk dijadikan barang setengah jadi sebagai bahan dasar industri guna memenuhi sebagian kebutuhan manusia. Emas adalah barang tambang berbentuk mineral logam golongan B. Artinya, emas merupakan barang tambang yang vital dan penting bagi kehidupan orang banyak atau penting untuk hajat hidup orang banyak.

Indonesia menempati posisi ke-6 sebagai negara dengan cadangan emas terbesar, yaitu sebanyak 2.600 ton. Dari segi produksi, Indonesia menempati posisi ke-8 dengan produksi sebesar 110 MT pada 2023. Negeri ini merupakan salah satu pusat beberapa operasi emas besar. 

Salah satu yang terbesar adalah Distrik Pertambangan Grasberg, perusahaan patungan antara Freeport-McMoRan dan perusahaan milik negara (BUMN) Indonesia Asahan Aluminium. Namun, nyatanya rakyat hidup dalam kemiskinan. Kekayaan alam yang menurut teori harusnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, nyatanya telah dibuat sebegitu rupa oleh penguasa yang ada dalam sistem demokrasi kapitalisme liberal saat ini untuk kemakmuran oligarki dan kelompok elit penguasa. 

Inilah dampak dari liberalisasi di sektor pertambangan, sebagaimana yang tercermin dalam berbagai regulasi di sektor tersebut. Sebagian besar sektor pertambangan di Indonesia dikelola oleh sektor swasta, baik lokal maupun asing.

Pemerintah melalui BUMN dan BUMD juga terlibat dalam pengelolaan sektor ini, tetapi jumlahnya relatif kecil. Kekayaan alam negeri sejatinya milik rakyat dan negara bertanggung jawab mengelolanya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Benar bahwa aktivitas penambangan membutuhkan standar jelas agar keselamatan para pekerja bisa terjamin. Alhasil, negara tidak boleh tinggal diam. Negara harus mengelolanya dan hasilnya dikembalikan untuk menyejahterakan rakyat.

Kekayaan alam dalam Islam termasuk kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing. 

Dalam pengelolaan SDA, Islam memberikan aturan dan rumus baku yang jelas dan gamblang. Pengelolaan SDA berprinsip pada kemaslahatan umat. Pengelolaan dan pemanfaatannya harus memperhatikan AMDAL sehingga tidak merusak lingkungan di sekitar wilayah pertambangan. Kekayaan alam seperti barang tambang, minyak bumi, laut, hutan, air, sungai, jalan umum yang jumlahnya banyak dan dibutuhkan masyarakat, merupakan harta milik umum.

Hal ini merujuk pada hadis Nabi Saw, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” 
(HR Abu Dawud).

Pengelolaan harta milik umum dapat dilakukan dengan dua cara, yakni masyarakat memanfaatkannya secara langsung, semisal air, jalan umum, laut, sungai, dan benda-benda lain yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Dalam hal ini, negara melakukan pengawasan agar harta milik umum ini tidak menimbulkan mudarat bagi masyarakat. 

Lalu negara mengelola secara langsung pengelolaan SDA yang membutuhkan keahlian, teknologi, dan biaya besar, seperti barang tambang, dll. Negara dapat mengeksplorasi dan mengelolanya agar hasil tambang dapat didistribusikan ke masyarakat. 

Negara tidak boleh menjual hasil tambang—sebagai konsumsi rumah tangga—kepada rakyat untuk mendapat keuntungan. Harga jual kepada rakyat sebatas harga produksi.

Negara Islam, yakni khilafah tidak boleh menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan kekayaan alam yang menjadi milik umum kepada individu, swasta, atau asing. Ini karena sektor pertambangan menjadi salah satu pos pemasukan Baitulmal. Pos milik umum ini dikhususkan dari penerimaan negara, seperti fai, kharaj, jizyah, dan zakat. Sementara, distribusi hasil tambangnya hanya dikhususkan untuk rakyat, termasuk untuk membiayai sarana dan fasilitas publik, serta kemaslahatan rakyat. Wallahu'alam Bishawwab.



Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab