Tinta Media: sulit
Tampilkan postingan dengan label sulit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sulit. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 September 2024

Gen-Z Sulit Cari Kerja, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat banyak Gen Z susah cari kerja. Salah satunya adalah salah memilih sekolah dan jurusan. Faktor salah jurusan inilah yang menjadikan banyak anak muda Indonesia masuk golongan pengangguran tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET). 

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyampaikan terkait kondisi penduduk muda Indonesia. Menurut laporan BPS, pada tahun 2023, sekitar 9,9 juta orang usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan. Dari 9,9 juta orang tersebut, 5,73 juta adalah perempuan muda dan 4,17 juta adalah laki-laki muda.

Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012. Mereka biasanya berada di tengah masa produktif, sebab sekarang berusia antara 12-27 tahun. Status NEET mewakili 22,25% dari populasi usia 15 hingga 24 tahun di Indonesia. (CNBC Indonesia, 21/05/2024)

Melihat banyaknya anak muda sekarang yang sulit mendapatkan pekerjaan, pemerintah melakukan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Dalam PP tersebut, pemerintah daerah diminta membangun ekosistem bisnis untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) serta perusahaan rintisan (Startup). 

Akibat Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme dalam kehidupan tidak melakukan edukasi atau pemahaman tentang hak dan kewajiban antara personal, korporasi, dan negara dengan baik dan benar. Keutamaan pembangunan negara hanya berfokus pada pembangunan materi yang bersifat fisik sehingga pembangunan manusia terdidik tidak terpedulikan, khususnya Gen Z saat ini. Angka NEET yang tinggi di negara harus diselesaikan melalui sistem yang tepat.

Karena persoalan tersebut bersifat sistemis, maka solusinya harus sebanding, yaitu sebagai penawar yang juga bersifat sistemis. Akan tetapi, persoalan sistemis tidak bisa disamakan dengan persoalan cabang seperti yang dilakukan negara dengan peraturan pemerintah (PP). Dalam PP ini, negara hanya mendorong anak muda untuk berkerja menjadi wirausaha tanpa pembekalan yang matang. 

Sistem kapitalisme dengan dasar pemikiran sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan,  menuntut Gen Z untuk tidak membawa agama dalam setiap jurusan yang diampu, sehingga di saat mereka sulit mendapatkan pekerjaan, yang disalahkan adalah jurusannya. 

Ini membuat Gen Z tidak memahami setiap apa yang telah dipelajari untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Ini karena sejatinya agama adalah sebuah aturan dalam kehidupan. Gen Z dikenal dengan pemalas, mageran, ingin mendapatkan sesuatu dengan instan. Hal itu merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme dan makin menegaskan bahwa sistem sekuler kapitalisme telah merusak dan mengaburkan peran besar mereka sebagai generasi penerus peradaban dengan segala potensinya.

Solusi dalam Islam

Islam hadir untuk memberikan solusi atas kerusakan sistemik tersebut dengan mengembalikan peran penuh negara sebagai pemelihara dan pelindung umat, khususnya Gen Z. 

Pengelolaan SDA akan dikendalikan penuh oleh negara untuk menyejahterakan rakyat dan Gen Z sehingga industri pun akan mendapatkan SDM yang berkualitas serta optimal.

Selain itu, negara wajib menerapkan kebijakan anti pengangguran. Gen Z  juga mendapat support system dari berbagai arah, seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan agar mampu menggali kemampuan di berbagai keterampilan. 

Laki-laki dalam Islam memiliki kewajiban bekerja sebagai pemberi nafkah dan kepala keluarga. Negara harus memprioritaskan pekerjaan untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan hanya sebatas kemampuan mereka yang diperbolehkan dalam Islam. 

Negara juga harus mengontrol dan menyediakan lapangan pekerjaan, baik milik negara atau milik individu, sehingga Gen Z tidak lagi memikirkan sulitnya mendapatkan pekerjaan. 

Lulusannya pun akan dimaksimalkan berkarya berdasarkan keilmuan tanpa dihadapkan dengan tekanan biaya hidup yang mahal dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
 
Sistem Islam telah diterapkan selama masa Rasulullah saw. dan kekhalifahan, dan telah terbukti dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Hal itu dapat terwujud karena negara mengaplikasikan peraturan-peraturan yang berasal dari Allah Swt. Negara tidak akan mengambil kebijakan dari sudut pandang keuntungan materi (bisnis), melainkan dari sudut pandang Sang Pencipta, yakni syariat dan kemaslahatan umat. 

Akidah Islam seharusnya terus dijaga dan digaungkan umat Islam sebagai bahan bakar perubahan global, yaitu perubahan besar tatanan dunia dari kegelapan menuju terang, dari kebodohan modern menuju kejayaan Islam, sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nisa’ ayat 9, yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 
Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Minggu, 17 Maret 2024

Pupuk Sulit Petani Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang melambung tinggi membuat para petani antusias untuk segera memanennya, seperti yang dilakukan oleh salah seorang petani di kampung Citalitik Desa Soreang Kabupaten Bandung. Ia begitu semangat memanen padi milik orang tuanya, harga jual gabah yang tinggi tentu akan mendapatkan keuntungan yang besar. Namun para petani masih menyimpan kegelisahan yaitu sulitnya mendapatkan pupuk sehingga proses penanaman padi menjadi terhambat. (detikjabar) 

Pupuk langka mengapa? 

Pupuk merupakan saprotan (sarana produksi pertanian) ketika pupuk sulit didapat tentu harus kita pertanyakan, Indonesia negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) namun kondisi rakyatnya jauh dari kata makmur. Semua ini terjadi tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalis yang terus bercokol di negeri ini pemenuhan kebutuhan rakyat tidak merata penguasa lebih memihak pada oligarki dari pada rakyatnya sendiri pemalakan pun terus terjadi. 

Hal itu bisa kita lihat saat ini pemerintah mengeluarkan kartu tani agar petani bisa membeli pupuk, namun tidak semua petani memiliki kartu tani tersebut. hanya petani-petani yang memiliki lahan luas dan banyak yang mendapatkan kartu tani, sedangkan petani yang lahannya sedikit harus mengeluarkan uang yang besar agar bisa membeli pupuk, contohnya pupuk urea petani bisa membeli dengan harga Rp 130 ribu per lima kilogram dan ini pun di batasi.(detikjabar) 

Ironi sekali semua bidang di jadikan ladang bisnis bagi penguasa dan oligarki, tidak peduli seberapa besar penderitaan rakyat yang penting mendapatkan keuntungan yang besar meskipun itu harus mengorbankan rakyatnya sendiri. 

Hal ini sangat memprihatinkan dan harus ada penyelesaian yang tuntas. Negara harus hadir untuk memberikan rasa keadilan dan pemerataan, bagaimana negara berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, negara juga sebagai pelaksana harus memastikan pendistribusiannya secara terorganisir dan tepat sasaran. 

Semua ini akan kita dapati ketika adanya kepemimpinan islam oleh seorang kholifah yang akan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh yaitu riayatul su'unil ummah (meriayah seluruh urusan umat) sehingga rakyat benar-benar merasakan keadilan, keamanan dan kesejahteraan,seperti yang sudah di contohkan oleh sahabat Rosul saw sayidina umar bin Khattab r.a ketika menjadi seorang khalifah telah mengganti kerugian yang di alami petani syiria dengan mengambil dari kas baitul mal, ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian terhadap rakyatnya. Dan dalam islam pemimpin diperintahkan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Wallahu a'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini, 
Sahabat Tinta Media

Minggu, 03 Maret 2024

Tarif Dasar Listrik Ikut Naik, Hidup Rakyat Kian Sulit



Tinta Media - Lagi-lagi rakyat yang harus menanggung beban dari rusaknya sistem yang di pakai negeri kita saat ini. Ibarat "Sudah jatuh tertimpa tangga". Sebelumnya harga kebutuhan pokok yang merangkak naik, terutama harga beras yang terus saja naik itu sudah menjadi beban hidup bagi rakyat. Dan sekarang akan di tambah lagi dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang bisa di pastikan akan menambah penderitaan bagi rakyat. Apalagi rakyat yang hidup di kalangan menengah ke bawah. Tentu saja kian hari kian terasa betapa sulitnya hidup ini.

Pemerintah menegaskan tidak akan ada kenaikan TDL dan BBM hingga Juni 2024 itu setelah wacana kenaikan tarif listrik pada Maret mengemuka. Dan pada ketentuan Peraturan Menteri ESDM yang menyebutkan penyesuaian tarif dasar listrik bagi pelanggan nonsubsidi di lakukan setiap tiga bulan mengacu pada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro yakni kurs, inflasi serta Harga Batubara Acuan (HBA). Tapi apakah setelah bulan Juni TDL tidak akan naik ? Jika semua berpatokan pada penyesuaian setiap tiga bulan maka kebijakan menaikkan TDL atau tidaknya tidak bisa dipastikan apalagi dari pemerintah yang tidak menjamin.

Padahal kita tinggal di negara yang mempunyai sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah dan tentu saja kita juga punya sumber energi listrik yang melimpah juga. Tapi pada saat ini PLN harus memutar otak untuk mendapatkan pasokan batu bara dalam memenuhi kebutuhan sumber energi listrik, karena batu bara yang di keruk dari perut bumi Indonesia yang dikuasai / dikelola oleh swasta. Selain batu bara terdapat banyak sumber energi lain yang juga sama di kuasai oleh swasta.

Di dalam sistem kapitalis, SDA yang melimpah bisa di miliki satu individu asalkan dia memiliki modal. Kekayaan rakyat di perjual belikan sehingga rakyat yang terkena imbasnya. Semua ini akibat dari negara yang tidak melindungi SDA, dan malah membiarkannya di eksploitasi dan di swastanisasi atas nama liberalisasi. Padahal dengan keberlimpahan ini sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik setiap warga jika pengelolaannya benar yakni di kelola oleh negara lalu di salurkan kepada rakyat melalui PLN.

Berbeda hal jika aturan / sistem Islam yang di pakai. Di dalam Islam, listrik merupakan harta kepemilikan umum dan batu bara yang merupakan bahan pembangkit listrik tentu saja termasuk dalam barang tambang yang jumlahnya sangat besar maka haram hukumnya di kelola oleh individu atau swasta. Dan jika pengelolaan listrik berdasarkan syariat Islam maka rakyat dapat merasakan kekayaan alam yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam kehidupan sehari hari.

Selama kita berada dalam sistem ini maka selamanya rakyat akan menderita. Mari perjuangkan Islam agar kemaslahatan hidup kembali di rasakan oleh umat. Karena tidak ada solusi yang hakiki dari semua problematik kehidupan kecuali jika kembali diterapkannya Islam sebagai aturan hidup.

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 18 Januari 2024

Sulitnya Mendidik Anak



Tinta Media - Sebagai orang tua wajib mendidik anak, mengarahkan mereka menjadi pribadi yang siap  mengemban taklif. Salah satu yang menjadi kewajiban kita adalah bagaimana melahirkan anak-anak dan putra-putri kita sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Bertanggung jawab  terhadap keluarganya, yang penting bagaimana mereka menjadi pribadi, generasi yang bertanggung jawab terhadap umatnya, terhadap bangsanya. Itulah tanggung jawab kita sebagai pendidik. 

Di era sekarang, kita dicengkeram oleh sistem yang zalim, sistem yang rusak dan merusak  yaitu kapitalis  liberalisme. Mendidik anak itu menjadi suatu yang  luar biasa sulitnya. Mau mengarahkan mereka untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang Allah, seperti pacaran, berbohong masih ditawar. 

Pendidikan saat ini sudah jauh dari Islam. Yang dipentingkan hanya skill dan cepat lulus, bisa  bekerja dan menghasilkan uang. Kenyataannya output keluaran  sekolah tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya. Mengenai tanggung jawab birul walidain, amar makruf untuk berdakwah tidak ditekankan. Tidak boleh melihat kemaksiatan terus berlangsung. Bahkan ada anak yang diperkerjakan, tentu akan semakin berat menanggung beban yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab orang tuanya untuk melatih keilmuannya. 

Oleh: Krisnawati, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab