Krisis Minyak Goreng, Prof. Suteki: Ada Dugaan Mafia dan Spekulan
Tinta Media - Munculnya mafia dan spekulan dalam perdagangan yang sifatnya liberal kapitalistik, khususnya minyak goreng diyakini oleh Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. benar adanya.
"Di dunia perdagangan yang sifatnya liberal kapitalistik macam ini, karena berorientasi pada supply and demand plus profit oriented, maka dugaan mafia dan juga spekulan itu, saya yakini ada benarnya. Khusus untuk minyak goreng, sebenarnya produksi kita ini kan cukup. Banyak analis ekonomi yang menyatakan produksi kita ini cukup. Bahkan, malah kita itu mestinya bisa mengekspor," tuturnya pada segmen Tanya Profesor: Bahaya Mana Radikal atau Mafia Migor? Sabtu (19/3/2022) di Kanal Youtube Prof. Suteki.
Ia menilai ada masalah besar ketika produksi cukup, kemudian bisa mengeskpor, namun malah terjadi kekurangan. "Berarti disitu memang ada indikasi kuat terjadi namanya mafia dan juga spekulan," tegasnya.
Menurutnya, mafia dan spekulan inilah yang memainkan distribusi dan soal harganya, dengan menimbun untuk jangka waktu tertentu, sehingga terjadi kelangkaan. "Nah akhirnya, kan siapa lagi yang dirugikan? Ya, rakyat," imbuhnya.
Rakyat sulit untuk mendapatkannya, bahkan terjadi antrian dimana-mana yang akhirnya berujung pada kematian. "Ini kan, ironis sekali," sesalnya.
Ia juga menyesalkan sikap pemerintah yang tidak tegas terhadap para mafia, namun justru malah menghapus HET untuk minyak goreng dalam kemasan, serta menyerahkannya pada mekanisme pasar.
"Penimbunan bahan pangan oleh mafia itu kok tidak ditindak. Dengan cara apa? Mestinya kan dipaksa untuk menjual secara wajar. Tapi malah kemarin itu dengan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 itu, pemerintah malah menghapus HET untuk minyak goreng dalam kemasan, serta menyerahkannya pada mekanisme pasar yang harganya bisa 2 kali, bahkan mungkin 3 kali lipat lebih," jelasnya.
"Nah, terbukti setelah HET dicabut, lalu harganya melambung, tetapi stoknya melimpah, Kan aneh ini? Stoknya melimpah, harganya tapi melangit," herannya.
Ia menilai negara ini kalah dan dikalahkan oleh mafia dan spekulan. Di Undang-Undang Perdagangan pasal 107 itu, disebutkan ada sanksi pidana untuk penimbun barang. Di pasal itu disebutkan pidana penjara 5 tahun, dan atau pidana denda paling banyak 5 milyar, jika menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu, pada saat terjadi kelangkaan barang.
"Cuma sayangnya, kan ini tidak ditegakkan, menurut saya kurang ditegakkan. Justru tadi, malah diberi kesempatan HET cabut. Wah, akhirnya bruuul, ternyata tidak ada kelangkaan, cuma yang terjadi adalah kemahalan harganya," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka