Tinta Media: sistem rusak
Tampilkan postingan dengan label sistem rusak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sistem rusak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 November 2024

Predator Anak Marak, Lahir dari Sistem Rusak



Tinta Media - Marah sekaligus geram mendengar fenomena anak menjadi korban rudapaksa oleh para predator. Para pelaku dekat dengan anak dan berkedok agama, tetapi menjadi pemangsa yang paling mengerikan. Kebrutalan para pelaku sudah dalam tataran perilaku binatang. 

Polisi menetapkan dua tersangka kasus pencabulan anak di panti asuhan Kunciran Indah, Kota Tangerang. Keduanya adalah pemilik dan pengasuh di panti asuhan tersebut. 

Kedua tersangka itu adalah Sudirman (49) selaku pemilik yayasan panti asuhan dan Yusuf (30) selaku pengurus. Keduanya kini ditahan di Polres Metro Tangerang Kota. (Detik.com, 07/10/2024)

Agama dijadikan tameng untuk mengeksekusi korban, sungguh memalukan. Pencabulan anak sudah lama menghantui calon generasi negeri ini. Namun, solusi yang ditawarkan belum sampai ke akar masalah. Jika sudah ada korban yang mengadu, barulah aparat bertindak. Tidak ada pelindung bagi anak-anak dari incaran predator. Wacana kebiri bagi pelaku tidak membuat ciut nyali predator. Nyatanya, hukuman pun tarik ulur dan tidak memberi solusi.

Sungguh malang nasib anak dalam sistem sekularisme kapitalis. Bukan hanya terkait kebutuhan yang kian mahal, tetapi kehormatan serta masa depan mereka hancur di tangan para predator. 

Anak-anak akan diperhatikan menjelang perayaan hari anak, tetapi tidak ada penjagaan yang memberikan ruang aman buat masa depannya. Ini artinya negara setengah hati memperhatikan nasib generasi. Para pemimpin lebih sibuk lobi sana sini untuk mengamankan kursi kekuasaan. 

Dalam sistem ini, agama sekadar formalitas, tidak ada pengaruh dalam kehidupan. Artinya, agama tidak dijadikan landasan dalam melakukan aktivitas. Padahal, agama ibarat rem yang bisa mengendalikan perilaku agar tidak tersesat. Karena itu, bermunculan orang yang tidak takut dosa saat melakukan kekejian. Seruan untuk menerapkan lslam dalam bernegara dianggap memecah belah, radikal, ekstrem, dan sebutan lain yang membuat masyarakat menjauh dari syariat yang mulia sehingga mereka mudah terjerumus dalam kehinaan.

Dari sistem rusak ini, tayangan pornoaksi dan pornografi bebas berseliweran di media sosial, padahal konten ini menjadi salah satu pemicu terbesar tindakan amoral predator. Dengan alasan kebebasan, manusia melakukan apa saja tanpa ada batas. Sungguh, kehidupan tidak bisa berjalan dengan baik dan tenang karena siapa saja bisa menjadi pelaku dan sekaligus korban.

Saatnya Kembali pada Islam

Islam sebagai sistem kehidupan mampu mencegah terjadinya perilaku amoral ini. Sistem yang berasal dari Pencipta, yaitu Allah Swt. pasti baik untuk semua manusia, muslim maupun non muslim.

Pertama, membentuk ketakwaan individu masyarakat. Negara wajib menjaga keimanan masyarakat melalui kurikulum yang berbasis akidah sejak sekolah dasar. Bisa juga dengan memberikan pemahaman akidah atau iman di masjid, musala, rumah, serta di tempat mana saja yang mudah dijangkau. Dengan ketakwaan, masyarakat akan menjauhi dan meninggalkan perbuatan yang dilarang agama.

Kedua, masyarakat dalam lslam terbiasa dengan amar makruf nahi munkar. Aktivitas ini adalah wajib, maka berdosa jika meninggalkannya. Amar makruf nahi munkar juga merupakan bentuk kasih sayang untuk menjaga manusia agar terhindar dari perbuatan tercela. Masyarakat akan malu dan takut melakukan perbuatan dosa karena satu sama lain saling mengingatkan.

Ketiga, menutup rapat media yang menayangkan konten pornografi, pornoaksi, dan yang sejenis karena bisa merusak iman serta akal, seperti tayangan perempuan yang mengumbar aurat, aktivitas pacaran, pertunjukan musik dan joget yang campur baur antara laki-laki serta wanita, dan lainnya yang memicu sahwat.

Keempat, negara akan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku sodomi, pencabulan, pemerkosaan, dan yang lainnya dengan hukuman yang berat, yaitu takzir dari khalifah. Hukuman bisa berupa denda, cambuk, penjara, hingga hukuman mati yang diperlihatkan pada khalayak. 

Hukuman yang diberikan mempunyai dua efek, yaitu:

Pertama, yaitu efek jera atau jawazir, agar pelaku dan orang lain tidak melakukan hal yang sama. 

Kedua, jawabir yaitu sebagai penebus dosa di ahirat karena hukuman sudah diterapkan di dunia.

Walhasil, dengan penerapan sistem lslam, akan tertutup celah munculnya predator anak, karena kehidupan masyarakat disuasanakan dengan iman dan takwa. Sebaliknya, predator anak akan terus marak karena sistem rusak sekularisme kapitalisme tetap dipertahankan. 
Allahu a’lam.




Oleh: Umi Hanifah 
(Sahabat Tinta Media)

Minggu, 06 Oktober 2024

Sistem Rusak, Kriminalitas Pemuda Makin Mengerikan



Tinta Media - Kasus tawuran di kalangan pemuda masih menjadi momok mengerikan dan sampai saat ini tak kunjung usai. Kasus ini sering melibatkan dua kelompok dengan berbagai latar belakang, seperti antargeng motor, antarkampung, dan antarsekolah oleh oknum pelajar. Kasus ini pun terjadi di mana-mana dan sudah banyak memakan korban. 

Baru-baru ini, Polsek Cidaun, Cianjur menindak tegas kelompok geng motor yang diduga hendak melakukan tawuran hingga membuat resah warga setempat karena membawa senjata tajam. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu (22/09/2024) sekitar pukul 00.15 WIB di Jalan Raya Cibuntu, Desa Cisalak, kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur. (RRI.co.id, 22/09/2024) 

Sementara di kota Semarang, Polrestabes berhasil mengamankan puluhan anggota gangster dari lima kejadian berbeda. Ada 49 anak yang masih di bawah umur dan sempat diamankan.  Bahkan, Polrestabes kota Semarang mengungkap bahwa sejak Januari hingga September 2024, ada 21 kejadian dengan 117 pelaku yang ditangkap. (Detik.com, 20/09/2024) 

Maraknya kasus tawuran di negeri ini, khususnya yang dilakukan oleh para pemuda semakin menggambarkan bahwa generasi saat ini telah rusak, baik dari segi akal maupun tingkah laku. Padahal, seharusnya generasi menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Namun, kini malah berada dalam jurang kehancuran, karena dekat dengan tawuran dan senjata tajam, bahkan kematian.

Akar Masalah 

Sejatinya, ada beberapa faktor yang mengakibatkan tawuran terus terjadi, khususnya di kalangan pemuda, termasuk pelajar. Di antaranya:

Pertama, lemahnya kontrol diri, krisis identitas pemuda, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi/hidup, lingkungan yang rusak, hingga lemahnya hukum dan penegakannya. 

Lemahnya kontrol diri dan krisis akhlak pemuda hari ini tidak lepas dari jauhnya mereka dari Islam. Sebab, kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah membentuk pola pikir sekuler dan pola sikap liberal dalam diri pemuda. Maka, tak ayal jika tujuan hidup pemuda saat ini hanya untuk mengejar materi atau mencari kesenangan duniawi, termasuk menyalurkan emosi melalui tawuran. 

Kedua, kurangnya peran keluarga. Keluarga, terutama ibu berperan mendidik anak agar memiliki kepribadian Islam. Faktanya, hari ini para ibu justru abai terhadap peran tersebut. Maka, tak heran jika anak tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah, dan miskin empati. 

Belum lagi banyak orang tua yang tidak memahami peran dan tanggung jawab terhadap anak. Maka, tak heran jika anak terlibat tawuran sangat dipengaruhi media yang mengedepankan bisnis dibanding edukasi.

Tayangan-tayangan media, baik media masa seperti televisi atau media sosial, mengarahkan potensi besar pemuda pada hal-hal negatif atau kemaksiatan. Bahkan, tontonan tersebut dapat memengaruhi anak untuk mencontoh perilaku yang sama, khususnya tawuran. 

Ketiga, negara abai terhadap pembentukan kepribadian mulia generasi. Negara dengan kebijakan kapitalisme menerapkan sistem pendidikan sekuler yang justru merusak pemikiran generasi. Sebab, dalam sistem kapitalisme sekuler, peserta didik hanya dicetak untuk menjadi generasi pekerja, sementara nilai-nilai agama yang seharusnya ditanamkan justru tidak diutamakan. 

Sistem ini berhasil membuat manusia jauh dari rasa kemanusiaan, karena para pemuda liberal bebas melakukan apa saja yang mereka sukai, walaupun itu bisa menghilangkan nyawa manusia. 

Kasus tawuran disebabkan oleh ide sekuler yang telah membentuk generasi yang mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah secara instan, tanpa melibatkan aturan agama. Dengan sikap seperti ini, akan lahir generasi yang tidak takut akan dosa kepada Sang Pencipta, yakni Allah Swt. dalam melakukan suatu kemaksiatan. 

Islam Solusi 

Berbeda dengan penerapan aturan Islam secara kaffah dalam sebuah negara yang disebut khilafah. Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat, termasuk pembentukan generasi berkualitas, unggul, dan bertakwa. Apalagi, generasi didudukkan sebagai pembangun peradaban Islam mulia. 

Ada beberapa mekanisme yang dijalankan khilafah untuk menjauhkan generasi dari kerusakan. Mekanisme tersebut bersumber dari syariat Islam dan saling berkelindan satu sama lain. 

Khilafah menempatkan keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak. Ibu adalah guru yang memiliki tanggung jawab mengenalkan identitas anak sebagai muslim hingga dia akan berpikir dan beramal hanya dengan sandaran Islam. Hal ini akan menjadi pengontrol diri anak agar tidak mudah berbuat maksiat. 

Selain itu, khilafah memiliki sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia, yang mampu mencegah mereka menjadi pelaku kriminal. Inilah tujuan utama pendidikan Islam. Anak tidak hanya disiapkan untuk terjun ke dunia kerja demi mendapatkan materi, tetapi disiapkan menjadi generasi hebat yang mengarahkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan, mengkaji Islam dan mendakwahkannya, serta terlibat dalam perjuangan Islam. 

Lebih dari itu, negara juga menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga sehingga terwujud keluarga harmonis yang senantiasa memberikan lingkungan kondusif bagi anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dan memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar. 

Masyarakat Islam akan menjadi lingkungan yang kondusif bagi anak-anak. Sebab, standar yang terbangun adalah halal-haram. Apalagi, masyarakat dalam khilafah membangun budaya amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan menjamur. 

Kebijakan khilafah terkait pemuda akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda. 

Sistem ekonomi Islam yang diterapkan khilafah juga menjamin kesejahteraan masyarakat individu per individu sehingga fungsi keluarga berjalan sesuai koridor syariat. Ibu fokus mendidik generasi, bukan sibuk mencari nafkah. 

Selain itu, khilafah akan menjaga media dari konten-konten yang mengandung unsur kekerasan dan ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Jika ada yang terlanjur tersebar, khilafah akan bertindak cepat untuk menghilangkannya. Konten-konten media yang diperbolehkan hanyalah konten yang mengedukasi dan menguatkan ketakwaan generasi. 

Oleh karena itu hanya khilafah yang mampu memberantas tawuran yang sudah menggejala dalam sistem kapitalisme. Wallahu alam bishawaab.




Oleh: Hamsia 
(Pegiat Literasi) 

Minggu, 04 Februari 2024

Terkikisnya Kasih Ibu Buah dari Sistem yang Rusak



Tinta Media - Miris, itulah kata yang bisa kita ucapkan ketika kita mendengar berita pembunuhan apalagi kasus pembunuhan kali ini dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Di Desa Membalong Kabupaten Belitung , seorang ibu bernama Rohwana (38) tega membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air sesaat setelah dilahirkan. Dan setelah bayi tidak bernyawa, sang ibu membuangnya ke semak semak di kebun milik warga setempat. Sang ibu mengakui tega membunuh bayinya karena tidak memiliki biaya untuk membesarkannya. Pasalnya, sang ibu telah memiliki 2 anak dan suaminya hanya bekerja sebagai buruh. 

Kasus ini bukan yang pertama kalinya terjadi, sudah banyak kasus yang terjadi dengan alasan yang tidak jauh dari faktor ekonomi. Inilah buah dari sistem sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan karena setiap aturan diambil dari buatan manusia tanpa melibatkan aturan-aturan Agama. 

Kasus yang di atas bisa terjadi karena adanya beberapa faktor,  yang pertama adalah lemahnya iman yang telah membuat ibu gelap mata dan tidak bisa berpikir jernih. Ibu tidak menyadari bahwa anak adalah karunia sekaligus amanah dari Allah SWT yang harus dijaga karena kelak orang tuanya akan dimintai pertanggungjawaban masalah pengasuhan dan pendidikan sang anak. 

Selain faktor keimanan adanya faktor ketahanan keluarga juga amat sangat penting, keluarga sepatutnya menjadi lingkaran yang mendukung perempuan untuk menjalankan fungsi utamanya yakni menjadi ibu. Tetapi di saat ini sistem Kapitalisme justru memaksa sang ibu untuk ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Dan masyarakat yang hidup di sistem kapitalisme pun akhirnya bersikap individualis hanya memikirkan nasib diri sendiri tidak peduli pada orang lain. Di tambah lagi negara yang abai, harusnya negara menjadi garda terdepan untuk menjadi pelindung kaum ibu dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Tetapi faktanya penguasa justru mengabdi pada kepentingan para kapitalis oligarki. 

Jika kita hidup dengan sistem Islam, persoalan di atas tidak akan terjadi karena di dalam Islam sangat memuliakan kaum ibu. Negara berperan sebagai junnah (perisai) yang melindungi perempuan dari berbagai kesulitan termasuk kesulitan ekonomi dan juga menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme. Kepedulian sistem Islam itu bisa terwujud karena Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu. 

Saatnya kita tinggalkan sistem yang akan terus menuai berbagai masalah dan saatnya kita beralih ke sistem Islam yang mampu menyelesaikan problematika manusia dan hidup hanya dengan aturan dari Allah SWT. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab


Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 07 Januari 2024

Aborsi Marak, Buah Sistem Kehidupan Rusak



Tinta Media - Lagi dan lagi, pada Rabu, 20/12/2023 ditemukan janin bayi yang dibuang di septic tank di Apartemen Gading Nias, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Penemuan tersebut ditemukan oleh polisi saat hendak mengungkap praktik aborsi ilegal yang sudah beroperasi selama dua bulan di apartemen tersebut. 

Pengelola klinik aborsi ilegal ini memanfaatkan salah satu kamarnya untuk menjalankan bisnis tersebut. Mereka juga menggunakan alat-alat tertentu obat-obatan keras untuk melancarkan proses aborsi terhadap pasiennya. Yang lebih menarik perhatian adalah bahwa mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan medis. Salah satunya lulusan menengah atas, dan yang lain menengah pertama. Betapa miris melihat kondisi saat ini. 

Tak ayal, bisnis ini menjadi wadah yang saling menguntungkan bagi 2 belah pihak. Antara pengelola dan pasien. Mereka yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan akibat pergaulan bebas dapat mengatasinya tanpa khawatir memikul malu dalam lingkungan sosial. Pengelola pun mendapat cuan yang fantastis berkisar 10 sampai 12 juta setiap pasien, dan selama dua bulan ini sudah melakukan 20 kali aborsi. 

Fakta ini mestinya semakin membuka mata kita, mengapa terus menerus ditemukan praktik aborsi (ilegal) di dalam negeri yang mayoritas berpenduduk muslim? 

Aborsi Buah Sistem Sekuler Liberal 

Klinik aborsi ilegal ini sudah biasa terdengar di telinga kita. Banyak klinik yang akhirnya terungkap, ada yang sudah belasan atau puluhan tahun beroperasi dan menangani ribuan pasien. Secara nasional, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi di Indonesia mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup (hellosehat, 30/11/2022). Ini adalah data yang terlapor, sedangkan yang absen (tidak terlapor) bisa jadi lebih banyak lagi. 

Berulangnya kasus Aborsi ilegal mencerminkan rusaknya banyak hal. Liberalisme pergaulan/perilaku,  aturan yang memberi celah terjadinya aborsi, lemahnya sistem sanksi dan juga dampak pengarusan pemikiran “hak reproduksi’ yang dikampanyekan global.  Semua berpangkal pada penerapan kapitalisme sekularisme dalam kehidupan. Sebuah tatanan sistem kehidupan yang mengedepankan Hak Asasi Manusia. Manusia diberi hak untuk mengekspresikan dirinya tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun. Los, gas, bebas, trabas! Alhasil, manusia bebas dalam menjalin hubungan pergaulan dengan sesamanya. Asalkan suka sama suka, tidak ada paksaan dari pihak mana pun manusia berhak memenuhi apa yang diinginkan, sekalipun itu adalah kebutuhan atas seksualitas. 

Didukung oleh Undang-Undang Tindakan Pelecehan Seksual (UU TPKS) No.20 yang mengatur sexual consent (seks dengan persetujuan) yang memandang bahwa hubungan seksual atas dasar persetujuan dua belah pihak bukan sebuah kriminal. Maka yang terjadi adalah maraknya perzinaan hingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Ujung-ujungnya apa, dispensasi nikah atau aborsi. Berdasarkan data Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estability 2022 mengungkapkan isu kehamilan yang tidak diinginkan mulai tahun 2015 hingga 2019 yakni sebanyak 40%. Angka ini mendekati angka kehamilan yang tidak diinginkan di dunia sebesar 60%. (Kompas, 03/08/2022). Sebanyak 8.607 anak mengajukan dispensasi nikah berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, selama triwulan terakhir tahun 2022. Menurut Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Atalia Praratya secara garis besar penyebab perkawinan anak di Jawa Barat adalah karena kehamilan yang tidak diinginkan. (tribunnews.com, 18/01/2023). 

Merespons efek domino di atas akibat pergaulan bebas, berbagai program atau kebijakan dibuat untuk mengatasinya, yang justru malah membuka peluang kasus pergaulan bebas lebih besar. Karena dianggap ada solusi yang bisa ditempuh ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat pergaulan bebas, salah satunya aborsi. Dunia secara internasional pun memberikan hak pada seseorang dalam aspek reproduksi (baca: hak reproduksi) yang termaktub dalam draft konferensi The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Seseorang berhak menentukan pilihan dalam memperlakukan kehamilannya. Dan ini yang dikampanyekan secara global oleh dunia internasional dan diadopsi oleh negeri ini. Maka tidak lah heran jika banyak bermunculan aborsi (illegal). 

Menurut pandangan pegiat gender, maraknya aborsi ilegal adalah bentuk dari minimnya ketersediaan aborsi legal di negeri ini. Namun sebenarnya, bukan pada persoalan legal maupun ilegal. Namun pada persoalan sebuah aktivitas yang tidak lazim di negeri seribu masjid ini. Kalau pun ada undang-undang yang mengatur aborsi legal, maka justru sama saja membuka peluang besar aktivitas seks bebas. Membuat pelaku seks bebas tidak jera atas perbuatan yang dilakukan, padahal jelas-jelas itu adalah keharaman yang nyata, namun tidak ada hukum tegas yang menyelesaikan persoalan tersebut. 

Inilah akibat jika manusia diberikan kebebasan menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada suatu standar yang menetapkan benar/salah, baik/buruk maka yang akan terjadi adalah kerusakan yang berkepanjangan. Kerusakan ini akan semakin parah ketika cara penyelesaiannya tidak berangkat dari akar permasalahan, yaitu liberalisasi kehidupan. Liberalisasi kehidupan adalah asas dari sistem sekuler. Yaitu meniadakan peran agama dalam setiap aktivitas manusia. Tidak lagi melihat halal/haram, apakah mendatangkan murka atau ridho Allah. Agama (Islam) cukup sebagai agama ritual belaka bukan sebagai pengatur hidup. Jika kehidupan seperti ini terus eksis, maka yang terjadi adalah lahirnya profil generasi yang kerap bermaksiat. 

Jaminan Dalam Islam 

Aborsi adalah tindakan kriminal sebagaimana membunuh. Makah ibunya, dokter, perawat melakukan keharaman dalam menggugurkan janin. Janin dalam kandungan ibunya memiliki hak untuk hidup. Pendapat terkuat (rajih) adalah pendapat yang menyatakan, jika usia janin sudah berusia 40 hari, haram hukumnya melakukan aborsi pada janin tersebut. Demikianlah pendapat Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizhamal-Ijtima’ifi al-Islam. 

Dalil syar’i  yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut: “Jika nutfah (zigote) telah lewat empat puluh dua malam [dalam riwayat lain ; empat puluh malam], maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim, dari Ibnu  Mas’ud RA) 

Maka berdasarkan hadis tersebut, penganiayaan terhadapnya adalah penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam), yakni maksudnya haram untuk dibunuh. 

Islam menjawab penyimpangan tersebut dengan diberlakukan diyat atau denda seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diat manusia sempurna (yaitu 10 ekor onta).  Dikutip dari tulisan Abdul Qadim Zallum pada 1998 bahwa dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan. 

Demikianlah Islam menjamin hak hidup pada janin dan menjaganya. Kehidupan datang dari Allah SWT dan tidak boleh ada yang mengambilnya kecuali dengan jalan yang dibenarkan syariat. Kontrol negara juga tidak pernah lepas dalam menjaga para generasi dari paparan yang bertentangan dengan Islam. Media, pendidikan, masyarakat bahkan keluarga turut memberikan pendidikan yang mencerdaskan dan tersuasanakan dengan pemahaman Islam sebagaimana muslim idealnya. Sanksi yang diberikan juga mampu memberikan efek jera. Seperti jilid dan rajam bagi pelaku zina. Hanya Islam yang mampu menuntaskan problem kusut ini. Insya Allah Islam akan kembali memimpin kaum muslim dalam mengarungi medan kehidupan dalam naungan institusi yang dipimpin seorang khalifah, yaitu Khilafah Rasyidah. 

Wassalam []

Oleh : Elima Winanta
Aktivis Muslimah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab