Tinta Media: semesta
Tampilkan postingan dengan label semesta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label semesta. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Oktober 2022

Perang Rakyat Semesta, Mampukah Hadapi Resesi Dunia?

Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan tiba-tiba menyerukan ‘perang rakyat semesta’. Istilah yang biasa digunakan dalam dunia militer tersebut, kali ini dipakai untuk menghadapi ancaman resesi ekonomi dunia. Selama ini, sebagian masyarakat menilai, Luhut merupakan menteri yang memiliki akses dan informasi lebih dibanding menteri-menteri lain. Artinya, jika Luhut menyerukan ‘perang rakyat semesta’, bisa jadi Indonesia memang dalam kondisi waspada. 

Penggunaan istilah ‘perang rakyat semesta’ seolah menunjukkan keseriusan pemerintah mengantisipasi ancaman resesi ekonomi global yang diprediksi terjadi tahun depan. Pemerintah ingin melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk bersatu padu menghadapi ancaman tersebut. Namun sayang, Luhut sekadar mengimbau masyarakat menanam cabai dan sayuran di pekarangan rumah masing-masing. Suatu narasi besar, tetapi mendapat solusi yang terkesan receh. Rakyat memang membutuhkan cabai dan sayuran, tetapi ada hal yang lebih vital dari itu. 

Jika masyarakat diminta menanam cabai dan sayuran, akankah pemerintah menjamin harga sembilan bahan pokok (sembako) terjangkau? Sampai saat ini, beras, jagung, kedelai, gandum, bawang, gula, hingga garam yang merupakan kebutuhan pokok masyarkat masih impor. Artinya,  masyarakat tetap akan terbebani karena nantinya ada potensi kenaikan harga. Akhirnya, mustahil ketahanan pangan terwujud. Kondisi saat ini sangat kontras dengan kondisi saat Indonesia pernah menjadi negara swasembada pangan.

Di samping itu, gaung ‘perang rakyat semesta’ akan sulit terwujud di saat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menyusut. Penyelesaian hukum kasus Ferdy Sambo belum jelas endingnya, disusul pelanggaran aparat dalam tragedi Kanjuruhan yang meninggalkan duka. Padahal, rakyat sementara menderita akibat kebijakan kenaikan harga minyak goreng, BBM, elpiji, tarif listrik dan lainnya. Sementara, para elit politik dan pejabat negara sibuk copras-capres. Kondisi sosial seperti ini, mengurangi kekompakan pemerintah dengan masyarakat.

Perang Rusia-Ukraina belum juga berakhir. Kondisi ini disebut-sebut memengaruhi ketahanan energi dan pangan dunia. Meski demikian, ketergantungan Indonesia terhadap dua negara tersebut sebenarnya masih bisa diatasi. Selama ini, Indonesia mengekspor komoditas lemak dan minyak nabati ke Rusia-Ukraina. Sementara impor Indonesia dari Rusia-Ukraina lebih banyak besi-baja serta serealia. Di tengah kondisi mahalnya harga minyak goreng, minyak nabati sebaiknya difokuskan untuk pasokan dalam negeri. Hal ini turut membantu pemerintah mengantisipasi resesi. Sementara besi-baja, masih bisa tersedia dalam negeri.   

Dunia saat ini dikuasai oleh sistem ekonomi kapitalis liberal. Sistem ekonomi ini berasaskan idiologi sekuler. Ancaman resesi global setidaknya menunjukan bahwa sistem ekonomi yang berlaku di dunia saat ini sangat rapuh. Seharusnya, pemerintah dan para elit pejabat negeri menyadari hal ini, kemudian mencari alternatif sistem lain yang mampu menyelamatkan kehidupan manusia sekarang dan di masa akan datang. Pemerintah seharusnya tidak membebek perjalanan sistem ekonomi dunia yang jelas-jelas salah arah. 

Ketika membahas resesi dunia, seharusnya juga membahas kedaulatan negara. Wajib bagi  pemerintah menguatkan kedaulatan negara agar tidak selalu tergantung kepada negara luar. Apalagi, Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Indonesia, insha Allah mampu berdiri di atas kaki sendiri. Keberanian untuk mandiri dengan mengandalkan SDA dan SDM inilah yang harus dikuatkan. 

Di sisi lain, ketika kita berhadapan dengan isu global, kita berhadapan dengan ideologi. Indonesia mengklaim memiliki Ideologi Pancasila, sila pertama berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Namun, pada faktanya sistem dan kebijakan yang lahir berasaskan sekularisme, me memisahkan agama dari segala urusan dunia, termasuk terkait ekonomi. Jika Indonesia ingin selamat dari ancaman resesi dunia, hanya ada satu cara yaitu mengembalikan segala urusan rakyat pada hukum yang ditetapkan Tuhan Pencipta Alam, yaitu Allah Swt.  

Wallahu’alam bish shawab.

Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos.
Sahabat Tinta Media, Pemerhati Sosial dan Politik

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab