Demokrasi Cacat Sejak Lahir
Tinta Media - Kehidupan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Ketua Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (APSIPOL) Iding Rosyidin membahas fenomena kemunduran demokrasi (Democratic backsliding). Menurut Iding, solusinya adalah reformasi di tubuh partai politik melalui perubahan rekrutmen kaderisasi dan distribusi kader.
Iding berharap, kaum muda, khususnya mahasiswa menjadi agen perubahan dengan membekali pengetahuan politik mumpuni ketika duduk di bangku kuliah.
Hal sama disampaikan Profesor Asrinaldi, pakar politik FISIP Universitas Andalas di acara konferensi Nasional bertema, Indonesia's Future Democracy: Opportunities and Challenges, agar gen Z memperoleh bekal politik yang mumpuni sehingga mereka mau berpartisipasi dalam demokrasi (Bangkapos.com, 18/9/2024)
Cacat Demokrasi
Kehidupan demokrasi di Indonesia dianggap mengalami kemunduran hingga digelar konferensi nasional untuk memulihkan, termasuk bagaimana meningkatkan partisipasi gen z dalam demokrasi.
Pesta demokrasi lima tahunan, baik untuk presiden maupun pemilihan kepala daerah telah menelanjangi sifat asli demokrasi. Hukum bisa diutak-atik sesuai selera penguasa, sehingga tidak ada kepastian hukum. Hukum sekedar alat legitimasi penguasa untuk memuluskan ambisi dan kepentingannya demi melanggengkan kekuasaan. Negara hukum tinggal hanya slogan, faktanya telah berubah menjadi negara kekuasaan.
Ciri negara kekuasaan adalah tidak adanya kepastian hukum. Hal ini tampak dari perbedaan sikap Presiden dalam menerima Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan Putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan pemilihan kepala daerah. Produk hukumnya sama, tetapi yang satu diterima, yang lain ditolak. Sikapnya didukung lembaga legislatif dengan membegal putusan MK No 60.
Slogan kedaulatan di tangan rakyat tinggal jargon. Faktanya, kedaulatan ada pada segelintir oligarki. Melalui elit penguasa, oligarki bisa mengendalikan partai politik, MK, KPU hingga Bawaslu. Rakyat dipaksa melegitimasi kecurangan yang dilakukan secara terang-benderang. Aturan ditabrak melalui prosedur yang legal dan konstitusional.
Demi kekuasaan, elit menghalalkan segala cara, tidak peduli halal dan haram. Pemilu 2019 misalnya, menyisakan tanda tanya dengan kasus meninggalnya 894 petugas dan 5.175 petugas mengalami sakit (kompas.com, 22/1/2020).
Politisasi bansos juga dilakukan dengan menggunakan dana APBN hingga mobilisasi aparat. Inilah watak asli demokrasi yang memang cacat sejak lahir. Kebobrokan ini tidak mungkin bisa diperbaiki dengan pembekalan politik yang mumpuni bagi generasi muda.
Ketika aturan diserahkan pada manusia, maka akan menimbulkan konflik dan kepentingan. Sejatinya, manusia tidak layak untuk membuat aturan karena fitrahnya lemah sejak dalam penciptaan. Inilah pangkal kerusakan demokrasi, menyerahkan aturan ditangan manusia.
Politik Islam, Sempurna dan Paripurna
Dalam sistem demokrasi, politik adalah cara meraih kekuasaan. Sementara, Islam memaknai politik adalah cara mengurus dan memelihara urusan-urusan umat sesuai hukum Islam dan pemecahannya secara syar'i. Politik dalam Islam bermakna dan berkaitan tugas mulia. Namun sayang, banyak umat Islam yang belum memahami, terlebih generasi muda. Oleh karena itu, urgen memahamkan umat, terlebih generasi muda tentang makna politik Islam.
Penyadaran umat membutuhkan peran partai politik Islam, yang bergerak di tengah-tengah umat, membina umat dengan akidah dan tsaqafah Islam. Selain itu, diperlukan juga pembinaan intensif yang akan membuka mata umat akan realitas kerusakan kondisi hari ini akibat penerapan sistem sekuler kapitalis demokrasi. Pembinaan ini juga akan mewujudkan individu yang memahami makna politik Islam, yakni individu yang mempunyai kesadaran untuk mengadakan perubahan realitas menjadi kondisi ideal, yakni ketika muslim hidup dalam tatanan Islam, diatur dengan syariat Islam.
Perubahan ini membutuhkan partai politik sahih yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, sebagaimana yang dicontohkan Baginda Rasulullah saw. Ciri partai politik sahih adalah memiliki fikrah dan tariqah yang jelas dan benar, memiliki ikatan yang sahih untuk menyatukan individu-individu, serta menggabungkan orang yang memiliki kesadaran dan pemahaman Islam yang benar. Tugas partai politik ini adalah melakukan pembinaan di tengah-tengah umat, mengubah pemahaman umat ke arah Islam, serta melakukan muhasabah kepada penguasa bila kebijakannya tidak sesuai syariah dan menzalimi rakyat.
Khatimah
Politik demokrasi cacat dari akarnya, hanya menimbulkan kerusakan dan penderitaan. Maka, urgen bagi generasi muda mendapatkan pendidikan dan pembekalan ploitik Islam agar memahami realita rusaknya sistem demokrasi, serta mau dibina dan bergabung dengan partai ideologis Islam. Pembinaan ini akan melahirkan pemuda sebagai agen perubahan secara berjamaah dalam satu wadah partai politik. Partai yang memperjuangkan tegaknya kehidupan Islam diatur dengan syariat, yang pasti membawa keberkahan dan keselamatan kehidupan dunia hingga akhirat.
Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat Tinta Media