Tinta Media: salah
Tampilkan postingan dengan label salah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label salah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2024

Tapera Salahnya di Mana?

Tinta Media - Belakangan ini tengah ramai para pengusaha dan buruh menolak diadakannya pungutan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Kebijakan ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menekennya. 

Kebijakan ini menuai berbagai penolakan. Pasalnya, peraturan pemerintah ini mewajibkan pemotongan gaji pekerja swasta 2,5% dan 0,5% pungutan dari perusahaan swasta untuk membantu pembelian rumah. Tentu saja hal ini justru semakin menambah beban rakyat. 

Potongan gaji sebesar 3% sebagai pungutan Tapera ini akan menambah deretan panjang potongan gaji karyawan. Pasalnya, hal itu bersamaan dengan potongan yang lainnya, seperti pungutan BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua, PPH, PPN sehingga sangat terasa mencekik rakyat, baik kelas atas, menengah, ataupun kelas bawah.

Dilansir dari SINDOnews.com (30/5/2024), banyak orang yang mulai penasaran berapa gaji anggota komite dan jajaran komisioner dan deputi komisioner BP Tapera. Gaji para pegawai Tapera diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2023 tentang honorarium, insentif, dan manfaat tambahan lainnya. Bahkan, dalam setiap bulannya gaji para pegawai BP Tapera bisa mencapai higga Rp43 juta rupiah.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan bahwa hitungan iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera ) sebesar 3% tidak masuk akal. Tidak ada kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung. 

Mengingat Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000. Apakah ada  dalam 20 tahun ke depan rumah dengan harga sekian? (INDOnews.com, 29/5/2024)

Tapera Solusi Tidak Tepat

Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat yaitu program untuk memenuhi kebutuhan rumah setiap orang agar dapat hidup sejahtera, bertempat tinggal, dan bisa mendapatkan lingkungan hidup yang layak. Diduga, Tapera hanya dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemungutannya setelah kepesertaan berakhir. Namun, bukannya disetujui banyak kalangan, kebijakan ini malah ditentang banyak pihak, dengan alasan:

Pertama, para pekerja dengan deretan potongan gaji semakin panjang, gajinya tidak sebanding dengan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.

Kedua, Tapera sangat berpeluang menjadi lahan baru untuk korupsi. Dengan simpanan yang begitu panjang, tidak ada yang bisa menjamin dana simpanan tetap diam di tempatnya. Apalagi, Tapera yang sifatnya wajib makin membuat masyarakat curiga apalagi dalam pengelolaannya yang tidak jelas.

Ketiga, bukankah setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak, termasuk perumahan? Akan tetapi, mengapa hak itu menjelma menjadi kewajiban yang menuntut masyarakat untuk bekerja keras memenuhi kebutuhannya sendiri, melayani dirinya sendiri? Bukankah tugas negara adalah melayani dan melindungi warga negara? .

Hal ini dikarenakan negara tidak paham tugasnya sebagai pengatur dan pelayan rakyat. Negara hari ini mengusung sistem kapitalisme yang mengukur semua dari untung dan rugi dalam mencari materi. Sehingga, mindset para pemimpin negara adalah bagaimana memfasilitasi rakyat dengan uang rakyat sendiri.

Hal ini tentu berbeda dalam pandangan Islam yang menjadikan rumah sebagai salah satu  kebutuhan pokok yang wajib untuk dipenuhi oleh negara tanpa harus ada pungutan. Hal ini karena negara dalam Islam adalah pengurus rakyat. 

Rasulullah ï·º bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari)

Hal ini membuktikan bahwa negara Islam bukan pengumpul dana rakyat. Negara hanya bertugas memenuhi kebutuhan rakyat dengan memberikan kemudahan dalam pembelian tanah dan bangunan dengan harga yang sangat terjangkau atau murah. Negara  juga memenuhi kebutuhan pokok yang lain seperti sandang, pangan dengan menetapkan kebijakan pangan yang murah. Mencari nafkah mudah sebab negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Tugas seorang pemimpin yaitu memberikan kenyamanan bagi rakyat, termasuk dalam perkara kebutuhan rumah. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru menyusahkan rakyat sebagaimana sabda Nabi ï·º dalam riwayat Muslim. 

Dari ‘Aisyah, Rasulullah ï·º bersabda, 

“Ya Allah, barang siapa  yang mengurusi urusan umatku, lantas ia membuat susah mereka, maka susahkanlah ia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas ia mengasihi mereka, maka kasihilah ia.”

Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan tepat ketika sistem Islam dipakai dan diwujudkan dengan sempurna dalam kehidupan. Wallahualam bisawab.


Oleh: Wilda Nusva Lilasari S. M
Sahabat Tinta Media

Selasa, 30 Januari 2024

Tumpukan Sampah Membuat Resah, Akibat Penerapan Sistem yang Salah

Tinta Media - Sampah di Pasar Baleendah Kabupaten Bandung masih tampak menggunung (8/1/2024), meski upaya pengangkutan sudah dilakukan sejak Rabu pekan lalu. 

Menurut Kepala UPTD Pasar Baleendah, Ginanjar, sampai hari Minggu (7/1), sudah 14 tronton sampah diangkut oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung.

Ginanjar mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi masalah sampah yang sejak lama menjadi polemik di Pasar Baleendah ini. Bahkan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan pihak DLH dan perwakilan pedagang pasar untuk mencari solusi terbaik penanganannya. 

Ginanjar berpendapat bahwa yang menjadi benang merah permasalahan sampah di Pasar Baleendah adalah tidak adanya tempat pembuangan sampah bagi warga. Jadi, banyak warga membuang sampah ke TPS Pasar Baleendah yang notabene hanya untuk sampah pasar. (KORAN GALA)

Harus kita sadari bersama bahwa sampah adalah permasalahan yang serius. Jika tidak ditangani dengan baik, maka dampaknya akan membahayakan kita semua. Apalagi dengan sifat sampah yang sulit terurai, maka menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menanggulanginya. 

Walaupun sudah banyak imbauan dan ajakan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, serta melakukan kampanye agar mengurangi penggunaan kemasan plastik sebagai salah satu upaya untuk mengurangi masalah sampah, tetapi hal tersebut tidak memberikan efek nyata. Tetap saja masalah sampah tak kunjung usai juga.    

Sungguh ironis, jika tidak ditangani dengan baik, sampah memiliki dampak yang negatif. Selain sumber bibit penyakit, sampah juga bisa merusak lingkungan hidup, mencemari air, bahkan dapat menimbulkan banjir. Selain itu, polusi pembakarannya pun dapat mengancam kesehatan, apalagi yang tinggal di dekat area pembuangan sampah. 

Seharusnya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani masalah sampah ini. Tak hanya memberi imbauan agar tidak membuang sampah sembarangan dan membangun tempat-tempat pembuangan sampah saja, negara berperan langsung sebagai pemegang kebijakan memiliki kapasitas dan wewenang untuk menyelesaikan permasalahan sampah ini. 

Bisa saja pemerintah mendatangkan para ahli dan ilmuwan untuk melakukan penelitian agar bisa menghasilkan kemasan produk yang mudah diurai, sehingga penumpukan sampah dapat berkurang. Namun, pemerintah justru hanya memilih solusi yang parsial.                                     

Harus kita pahami pula bahwa permasalahan yang  terjadi di berbagai negeri, termasuk di negeri ini, tidak lain karena akibat dari sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem ini berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) yang mengukur kebahagiaan itu  berdasarkan materi, yakni mengutamakan sesuatu yang bisa mendatangkan materi atau manfaat, dan meninggalkan sesuatu jika tidak bisa mendatangkan materi atau manfaat. 

Itulah yang menjadikan masyarakat memiliki sifat individualis, yang hanya mementingkan kepentingan sendiri ataupun kelompok. Alhasil, banyak masyarakat yang kehilangan kesadaran dan empati untuk tolong-menolong. Salah satunya dalam hal mengelola sampah, sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. 

Selain itu, bertambahnya jumlah sampah di negeri ini, juga tidak terlepas dari budaya konsumtif yang lahir dari sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Standar kebahagiaan pun diukur dari banyaknya materi dan barang-barang yang dimiliki. Hal inilah yang menjadikan masyarakat seolah tidak puas dan selalu terdorong membeli barang baru. 

Ini berbeda dengan sistem Islam. Sebagai agama yang berasal dari Allah Swt., Islam memiliki aturan yang lengkap untuk mengurusi seluruh aspek kehidupan. Selain itu, Islam pun merupakan agama yang sangat mencintai kebersihan.  

Rasulullah saw. bersabda, "Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih, sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang yang bersih." (HR. Baihaqi) 

Islam pun memiliki mekanisme tersendiri dalam menangani permasalahan sampah. Islam memandang bahwa semua pihak, baik individu, masyarakat, ataupun negara memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga kebersihan lingkungan. 

Negara akan memberikan pemahaman kepada individu masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Serta memahamkan pula bahwa menjaga kebersihan merupakan bentuk keimanan kepada Allah Swt. yang kelak akan dibalas dengan surga.  

Kesadaran inilah yang akan mendorong setiap individu untuk mengolah sampah, terutama yang berasal dari sampah rumah tangga dengan cara mengonsumsi atau membeli sesuatu sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. 

Tidak hanya itu, kesadaran pun tidak hanya akan muncul pada diri individu, tetapi pada seluruh masyarakat, sehingga tercipta rasa tolong-menolong (ta'awun) antarsesama anggota masyarakat. 

Masyarakat akan sedia bergotong-royong dalam mengelola sampah, seperti memilah, membakar, serta mendaur ulang secara bergantian. Begitu pun negara, sebagai pihak yang bertanggung jawab dan sebagai pihak yang paling penting dalam mengelola sampah, sebagai salah satu langkah dari menjaga kesehatan masyarakatnya.

Hal ini karena pengelolaan sampah sangat erat kaitannya dengan masalah kesehatan. Sementara, kesehatan adalah kebutuhan asasi bagi masyarakat yang wajib dipenuhi oleh negara. 

Pemerintah di dalam Islam akan melakukan seluruh daya dan upaya dalam pengelolaan sampah, termasuk mendatangkan para ahli yang dapat menciptakan teknologi yang mampu menghasilkan kemasan produk yang aman bagi masyarakat dan lingkungan, serta mudah diurai oleh tanah, sehingga tidak merusak dan mencemari lingkungan. 

Tidak hanya itu, pemerintah pun akan menetapkan sanksi yang tegas, yang mampu memberikan efek jera bagi siapa saja yang melakukan perusakan lingkungan, termasuk membuang sampah sembarangan. 

Inilah mekanisme di dalam Islam dalam menangani masalah pencemaran lingkungan, termasuk masalah pengelolaan sampah. Semua itu hanya akan terwujud  ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai daulah khilafah. Wallahua'lam.

Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media

Senin, 13 November 2023

Rakyat Palestina Banyak Jadi Korban, Pengamat: Bukan Salah Hamas, Ini Salah Dunia



Tinta media - Terkait rakyat Palestina yang menjadi korban karena imbas serangan balasan dari Zionis, Pengamat Internasional Hasbi Aswar menilai ini bukan kesalahan Hamas, namun kesalahan dunia.

“Kita kadang-kadang sangat tidak fair. Ini adalah kesalahan dunia bukan kesalahannya Hamas. Hamas itu membela diri terhadap penjajahan,” ujarnya dalam Acara Live Focus dengan tema Menjawab Penyesatan di Seputar Palestina di kanal Youtube UIY Official, Ahad (9/11/2023).

Sebab lanjutnya, Hamas sedang membela diri terhadap penjajahan. “Suara atau rintihan hati dari masyarakat Gaza, masyarakat Palestina yang terjajah, yang di mana masyarakat dunia tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk menolong mereka,” lanjutnya.

Menurut bung Hasbi, Hamas tidak perlu ada atau pejuang mujahidin tidak perlu ada, jika dunia itu satu tidak menyetujui berdirinya negara Israel. “Yang kedua menghentikan segala macam penjajahan atau genosida Israel gitu,” tambahnya.

Seharusnya bebernya, tidak layak Hamas disalahkan karena mereka membela diri terhadap serangan-serangan yang mereka (Hamas) rasakan. 

“Seharusnya disalahkan itu seharusnya ketika ada ulama yang berfatwa, fatwanya itu bukan nyalahin Hamas, nyalahin pemimpin-pemimpin umat Islam gitu fatwanya itu adalah yang apa namanya mengecam pemimpin-pemimpin umat Islam, karena kenapa diam saja melihat saudara-saudara muslim itu di hakimi,” ungkapnya.

Menurutnya, yang Hamas lakukan sekarang adalah untuk mengirim pesan kepada dunia, bahwa dunia seolah-olah melihat Hamas hanya saat baru menyerang saja. 

“Sangat tragis sekali gitu kita kita baru menengok Palestina, ketika Palestina itu melakukan serangan kemudian dibombardir sama Israel kemudian kita baru nengok gitu itu pun kita nengoknya cuman cuma ngirim-ngirim bantuan makanan,” bebernya.

Jadi menurutnya yang patut disalahkan bukan Hamas melainkan dunia dan juga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). “Malah yang harusnya disalahkan itu adalah dunia gitu, kita semua umat Islam, pemimpin umat Islam, PBB, dan seluruh dunia yang tidak mampu mencegah Israel,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab