Tinta Media: rusaknya
Tampilkan postingan dengan label rusaknya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rusaknya. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2024

Kisruh PPDB Zonasi, Cerminan Rusaknya Sistem Pendidikan Kapitalis



Tinta Media - Memberikan jaminan pendidikan yang layak dan merata untuk masyarakat merupakan salah kewajiban negara, seperti yang tertuang dalam UUD pasal 31 ayat (1) dan (2). Dalam mewujudkan hal tersebut, sudah seharusnya pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan membuat mekanisme pelaksanaan pendidikan yang mudah dan praktis, tanpa ada nuansa diskriminasi.

Realitas penyelenggaraan pendidikan di negeri ini berbanding terbalik dengan UUD.  Pemerintah justru terkesan membatasi, bahkan mempersulit akses pendidikan bagi rakyat. Hal tersebut tampak pada pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sistem zonasi yang telah berlangsung selama tujuh tahun. 

PPDB adalah seleksi yang dikenakan kepada peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Sistem zonasi ini telah menuai banyak protes dari masyarakat, khususnya para orang tua dan kepala daerah. Sistem ini juga memunculkan masalah baru dalam dunia pendidikan.

Pada 2023 misalnya, terungkap persoalan manipulasi dokumen kependudukan untuk mengakali seleksi PPDB sistem zonasi. Selain itu, kecurangan banyak terjadi, mulai dari jual-beli bangku sekolah, penyalahgunaan dokumen kependudukan, suap-menyuap, hingga sekolah yang kekurangan calon murid atau bahkan kelebihan calon murid.

Padahal, sistem zonasi ini digadang-gadang dapat memperbaiki penyebaran siswa agar terwujud pemerataan kualitas pendidikan dan sebaran murid di semua sekolah. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api.  

Dari realitas tersebut, tampak jelas karut-marutnya tata kelola penyelenggaraan pendidikan di negeri ini yang diawali oleh sistem zonasi dalam PPDB-nya. 

Pesimistis tampaknya menjadi hal yang lumrah dalam menilai kualitas pendidikan di Indonesia, apalagi ketika outputnya jauh dari target sebuah negara maju yang indikasinya tampak dari kemajuan ilmu dan teknologi, serta peradaban yang dijalankan.

Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang selama ini menjadi basis tata kelola pendidikan di negeri ini. Pendidikan tidak menjadi layanan yang wajib dipenuhi oleh negara, tetapi hanya sebatas komoditas ekonomi yang diperjual-belikan. 

Siapa yang dapat membayar mahal dialah yang mendapatkan sekolah berkualitas, baik dari sisi fasilitas maupun mutu pengajaran, serta SDM pengajarnya. Begitu pun sebaliknya, bagi yang tidak mampu membayar mahal, maka cukuplah dengan kualitas dan mutu sekolah yang seadanya. 

Ketika sistem zonasi diterapkan, para orang kaya akan membeli kursi dengan harga yang ditawarkan untuk mendapatkan keinginan. Kapitalis juga membuat persepsi bahwa sekolah favorit menjanjikan bagusnya masa depan. Pada akhirnya, banyak yang melakukan "jalan pintas" hanya untuk mendapatkan bangku sekolah.

Kisruh PPDB zonasi bukan hanya perkara teknisi semata, tetapi juga sistem pemerintahan yang tidak tegas pada setiap kecurangan dan tidak seriusnya pemerintah dalam memajukan pendidikan untuk rakyat.
Sehingga, lolosnya anak didik di 'sekolah favorit ' tidak lagi berdasarkan kualitas, tetapi berdasarkan kemampuan daya beli orang tuanya.

Ketimpangan ekonomi yang makin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah penduduk miskin, di tengah semakin mahalnya biaya pendidikan yang 'berkualitas' menjadikan rakyat banyak yang tidak mendapatkan pendidikan. Apalagi, jumlah penduduk semakin banyak. Seharusnya pemerintah bisa membangun sekolah negeri yang lebih banyak, dengan biaya gratis tetapi berkualitas, bukan malah mengizinkan pendirian sekolah swasta secara bebas, dengan biaya yang mahal.

Inilah kapitalisasi pendidikan yang diterapkan di negeri ini, buah penerapan sistem kapitalisme sekularisme liberal, yang membuat negara pun tidak mampu membiayai penyelenggaraan pendidikan secara maksimal. Hal ini karena dana APBN minim akibat tata kelola SDA yang banyak diserahkan kepada swasta (lokal maupun asing-aseng). 

Sistem ini telah membuat kerusakan sedemikan parah pada SDM dan SDA Indonesia, sehingga sudah saatnya kembali kepada sistem Ilahi, yakni sistem khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, untuk dapat memenuhi hak dasar rakyat terhadap pendidikan.

Di dalam Islam, penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelaksanaan terhadap kewajiban syariat akan dilaksanakan secara maksimal, karena Rasulullah saw. bersabda:

“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR Ibnu Majah)

Wajibnya setiap muslim menuntut ilmu, sekaligus merupakan hak mereka sebagai rakyat menjadikan negara harus memfasilitasi pelaksanaan kewajiban terhadap warga dengan sebaik-baiknya.

Dalam Islam, negara memahami tanggung jawab sebagai pelayan rakyat, karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in (penanggung jawab) bagi warganya. Berbeda dengan sistem kapitalis yang menjadikan penguasa hanya sebagai regulator saja.

Penguasa dalam Islam sangat paham konsekuensi dari hadis Rasulullah saw.

"Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Maka, dalam memenuhi hak pendidikan untuk rakyat, negara khilafah memiliki kemampuan dalam membuat kebijakan ekonomi dan politik, yang mampu mewujudkan kemapanan dan kemandirian ekonomi dan politik, baik di dalam maupun luar negeri.

Melalui kemapanan dan kemandirian tersebut, negara mampu mewujudkan pembangunan yang merata, termasuk pembangunan di bidang pendidikan. Ini membutuhkan anggaran besar.  
Baitul maal yang merupakan kas negara, memiliki pos pemasukan. Salah satunya dari pos kepemilikan umum yang akan didistribusikan untuk kemaslahatan rakyat, termasuk pendidikan. 

Pengelolaan SDA oleh negara, akan maksimal dalam pembiayaan kebutuhan dasar rakyat, baik pendidikan, kesehatan, maupun keamanan, sehingga dapat berkontribusi melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang kuat dan berkualitas yang ada dalam sistem khilafah.

Dari dana di baitul maal, khilafah akan membangun sekolah di seluruh penjuru wilayah daulah dengan sarana dan prasarana yang berkualitas, sehingga memenuhi kebutuhan pendidikan rakyat di seluruh wilayah, dengan kualitas yang sama, tanpa ada ketimpangan antara desa dan kota, wilayah ibu kota negara atau wilayah yang jauh dari ibu kota.

Khilafah memberikan pendidikan berkualitas tersebut secara gratis untuk seluruh rakyat, baik miskin atau kaya, berprestasi atau biasa saja. Semuanya mendapatkan pelayan yang sama.

Kestabilan dan kokohnya sumber pendanaan baitul maal jelas akan menunjang independensi pendidikan agar sesuai syariat Islam. Ini yang akan menciptakan manusia-manusia yang berilmu dan berkepribadian Islam, yang dapat menerapkan visi besar pendidikan, yaitu meninggikan kemuliaan Islam dan kaum muslimin, menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, dalam naungan khilafah Islamiyyah.

Hal ini telah terbukti bahwa cemerlangnya peradaban sistem khilafah selama lebih 1300 tahun mampu melahirkan para ahli fikih sekaligus ilmuwan-ilmuwan terkemuka, juga generasi pemimpin yang dikenal dalam sejarah, bukan hanya sejarah Islam dan kaum muslimin, tetapi juga dikenal oleh sejarah manusia di dunia.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita sadar dan tergerak untuk membangun sistem yang adil, yang bersumber dari Zat yang menciptakan alam semesta, yaitu sistem Islam, daulah khilafah. Waahuallam.


Oleh: Ira Mariana 
Sahabat Tinta Media 


Minggu, 07 April 2024

KDRT, Bukti Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Persoalan di negeri ini tak pernah usai. Di antaranya adalah masalah KDRT yang dilakukan oleh seorang suami. Alasannya pun beragam, mulai dari masalah ekonomi, perselingkuhan, rasa cemburu, dsb. 

Dilansir dari KOMPAS.com, RFB seorang istri mantan perwira Brimob berinisial MRF, mengalami kekerasan berulang kali dalam rumah tangganya sejak 2020. Bahkan yang menyedihkan, kekerasan tersebut dilakukan di depan mata anak-anaknya sendiri. 

Korban RFB diketahui mengalami luka fisik hingga gangguan psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami. 

“Luka-luka yang diderita oleh korban yaitu memar di bagian dada, punggung, dan wajah, serta terdapat lecet pada kepala dan tangan,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok M. Arief Ubaidillah, Kamis (21/3/2024). 

Hal serupa terjadi di Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumatera Barat. Masus KDRT tersebut berujung maut. Seorang menantu laki-laki Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya karena ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya lantaran melakukan KDRT kepada istrinya. (Kumparan.com) 

Sungguh ironis, begitu mudahnya emosi tersulut hingga mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penganiayaan dan pembunuhan menjadi ujung pelampiasan ego bagi para pelaku kekerasan. 

Kondisi buruk ini adalah akibat penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan. Sebab, cara pandang agama yang memisahkan dari kehidupan ini nyata sangat memengaruhi sikap dan pandangan setiap individu, termasuk dalam kehidupan keluarga. Ketika ada masalah, egoisme yang memimpin. 

Mirisnya, KDRT terus terjadi meski ada UU P-KDRT yang bahkan telah 20 tahun disahkan. Fakta ini menunjukkan mandulnya UU tersebut. Hal ini adalah sebuah keniscayaan, sebab hukum dalam sekularisme adalah buatan manusia yang terbatas. 

Di lain sisi, pergaulan yang serba bebas membuat mereka melakukan apa yang dikehendaki tanpa takut akan dosa. Akibatnya, manusia tidak lagi bertindak sesuai batasan syariat, tetapi sesuai ego dan hawa nafsu. Alhasil, ketika setiap individu memiliki masalah dengan keluarganya, rasa marah dan murka justru yang mendominasi. Maka, tak heran jika kekerasan dalam rumah tangga pun tidak dapat terhindarkan. 

Selain itu, masyarakat dalam sistem kapitalisme berhasil membuat kehidupan saat ini semakin tercekik dengan standar hidup materi. Negara berlepas tangan dalam mewujudkan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, padahal mereka adalah pencari nafkah. Maka, wajar jika kebutuhan keluarga sulit dipenuhi secara layak. 

Dengan demikian, maraknya kasus KDRT semakin membuktikan bahwa negara telah gagal dalam mewujudkan ketahanan keluarga, rumah tidak lagi menjadi tempat aman dan nyaman. Kasus KDRT dan yang serupa bukan hanya melibatkan suami istri (orang tua) saja, tetapi anak kemungkinan besar merasakan dampaknya. 

Sungguh berbeda dengan negara Islam. Di dalam Islam, lingkungan dan masyarakat yang baik menjadi angin segar kerukunan antara sesama yang juga berdampak baik pada kehidupan dalam lingkup sosial yang lebih besar, seperti dalam kehidupan bernegara. 

Dalam kehidupan rumah tangga, Islam memiliki aturan yang telah teratur dan terstruktur tanpa mengabaikan fitrah dan hasrat utama manusia dalam menjalankan rumah tangga, dengan segala pernak-perniknya yang disusun sedemikian rupa, sehingga terwujud baiti jannati. 

Dalam lingkup sosial yang lebih besar, negara pun akan mendidik masyarakat untuk menghadirkan kesadaran umum yang lebih luas, agar mampu mengendalikan dirinya dan lingkup sosial di lingkungannya agar semua berjalan baik, tidak membahayakan jiwa. 

Islam pun memerintahkan pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang makruf. Allah berfirman, 

“Dan bergaullah dengan mereka secara ma’ruf (baik)." (QS An-Nisa: 19). 

Sabda Rasulullah:

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya), dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga (istriku).” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah Radhiyallaahu’anha). 

Dengan demikian, hanya negara Islamlah yang mampu menyelesaikan persoalan KDRT dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, sebagaimana khilafah Islamiah. Khilafah menjamin sistem keamanan warga, juga melindungi hak hidup mereka, sehingga meminimalkan terjadinya tindak kriminalitas di tengah masyarakat. Wallahu a’lam bis shawwab.


Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini) 

Selasa, 19 Desember 2023

KDRT Cermin Rusaknya Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Seorang ayah tega melakukan pembunuhan pada keempat anak kandungnya, di dalam rumah kontrakan di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. 

Seperti yang disampaikan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro bahwa keterangan tersangka dalam hal ini saudara Panca (41) mengatakan bahwa benar telah melakukan pembunuhan secara bergantian. Panca membunuh keempat anak kandungnya dengan cara membekap mulut anaknya satu per satu. 

Pembunuhan pertama dilakukan pada anak yang paling kecil As (1). Setelah dipastikan tidak bernafas 15 menit kemudian berselang aksi pembunuhan kepada anak ketiga, kedua dan anak pertama, yakni A (3), S (4) dan VA (6). 

Bintoro mengungkapkan, tersangka (P) melakukan pembunuhan dengan jarak 15 menit. Pembunuhan ini pun terjadi pada hari Ahad, 3 Desember 2023 di rumah kontrakan tersangka dan semua dibunuh dalam kondisi sadar dalam kurun waktu 60 menit. 

Mirisnya, ketika melakukan pembunuhan kepada keempat anak kandungnya, tersangka sempat merekam aksinya tersebut. 

Penyidik menemukan barang bukti, berupa handphone dan laptop yang digunakan saudara (P) untuk merekam sebelum dan saat kejadian pembunuhan dan dengan bukti tersebut saudara (P) dijadikan tersangka, namun penyidik pun mengatakan masih menunggu alat bukti lainnya, yakni hasil autopsi untuk dijadikan alat bukti tambahan. 

Atas perbuatannya tersebut Panca ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan anak kandungnya sendiri dan penyidik mengenakan pasal 380 JO pasal 340 " KUHP" tentang pembunuhan berencana, ancaman hukuman penjara seumur hidup. 

Kasus ini pun terungkap dikarenakan sebelumnya warga Gang Haji Roman RT 04/RW 03 Jagakarsa Jakarta Selatan, Rabu sore terganggu oleh bau busuk yang menyengat setelah ditelusuri bau itu berasal dari rumah kontrakan yang dihuni pasangan suami istri bernama Panca Darmansyah (41) dan istrinya D beserta anak-anaknya. 

Pelaku pun ditemukan telentang lemas dikamar mandi dengan lengan terluka sebilah pisau yang diduga digunakan pelaku menyayat tubuhnya juga ditemukan di dekatnya, penyidik menduga Panca tega menghabisi nyawa anak-anaknya sebelum bunuh diri. 

Adapun saat kejadian istri Panca sedang dirawat di RSUD pasar minggu, dan D pun dirawat akibat kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan Panca ( Kompas.com 9 Desember 2023, 12:55 WIB) 

Kasus KDRT yang kerap sekali terjadi dan terus meningkat jumlah kasusnya bahkan bukan saja menimpa terhadap istri namun korbannya juga terhadap anak-anak dan kadang berujung kematian. 

Kenapa kasus KDRT ini kian hari kian bertambah apa yang menjadi penyebab dari tindakan KDRT ini? 

Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi baik itu faktor eksternal maupun faktor internal, seperti dipicu oleh masalah ekonomi tidak ada nya pendidikan yang mengatur tata cara hubungan berumah tangga, kurangnya keimanan yang membuat seseorang menjadi mudah berputus asa dalam mengadapi problematika hidup sehingga mengambil jalan pintas. Semua terjadi karena cara pandang pada sistem sekuler saat ini pada sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan tentu saja aturan-aturan pada sistem ini tidak lah shahih. 

Pada sistem ini yang seharusnya rumah sebagai tempat berlindung yang aman untuk keluarga malah sebaliknya rumah pun sudah tidak aman lagi lalu bagaimana dengan kehidupan di masyarakat? Jika di dalam rumah pun kita tidak menemukan keamanan. 

Hanya sistem Islam tentunya yang mempunyai aturan yang shahih, sistem Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dari lingkungan yang terkecil yaitu keluarga, masyarakat sampai negara. 

Dalam sistem Islam mengatur interaksi dalam rumah tangga, bagaimana aturan dalam menjalankan rumah tangga sesuai dengan syariat Islam agar terwujud baiti jannati begitu pun dalam sistem Islam mengatur kehidupan umum agar terwujud lingkungan dan masyarakat yang islami, serta negara akan memberikan pendidikan berdasarkan aqidah Islam dengan aqidah Islam ini tentunya akan membentuk individu dan masyarakat agar terjaga keimanannya. 

ketika keimanannya terjaga maka bisa mengendalikan diri dalam menghadapi semua masalah, tidak mudah berputus asa dalam menghadapi suatu masalah dan tentunya negara akan memberikan perlindungan kepada rakyat memberikan rasa aman dan sejahtera. Wallahu'alam bishowab.

Oleh : Iske 
Sahabat Tinta Media

Senin, 18 Desember 2023

Rayakan Merdeka Belajar di Tengah Rusaknya Akhlak Pelajar


 

Tinta Media - Peringatan Hari Guru dirayakan setiap 25 November. Tema Hari Guru tahun 2023 lalu adalah “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Namun, hal ini menjadi pertanyaan, mengingat realita yang terjadi pada generasi dengan berbagai masalah serius mulai dari kriminalitas, kesehatan mental, hingga tingginya angka bunuh diri.  

Kenyataanya, saat ini banyak berita yang menayangkan tentang bobroknya akhlak para pelajar terhadap guru dan orang tuanya sendiri. Mereka tidak memiliki rasa hormat. Dalam bersosialisasi di lingkungan pun perilaku generasi sekarang sangat merisaukan, sampai membuat gaduh di masyarakat dengan aksi-aksi kriminalitasnya. 

Tawuran kerap sekali terjadi di antara pelajar sambil membawa senjata tajam. Mereka tidak menunjukkan rasa takut terhadap hukum di negeri ini. Ini baru sedikit contoh kasus dari banyaknya kasus-kasus yang lain.  

Sungguh miris, rayakan merdeka belajar di tengah rusaknya akhlak pelajar. Namun, hal tersebut menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan saat ini tidak tepat dan bermasalah. Ini menegaskan bahwa kapitalisme tidak memiliki sistem yang membangun generasi berkualitas.  Bagaimana tidak, sistem kapitalisme hanya bertujuan agar generasi ke depannya bisa mendapatkan materi atau uang sebanyak banyaknya. Apalagi penerapan sekularisme di negeri ini yang memisahkan agama dari kehidupan, menambah pembentukan karakter yang jauh dari akhlak mulia.   

Lain halnya dengan sistem pendidikan dalam Islam. Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas yang berasaskan akidah dalam membentuk syakhsiyah islamiyyah atau berkepribadian Islam. Kepribadian terbentuk dari pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang keduanya itu terpancar dari pemahaman tentang hakikat hidup. Dengan demikian, jika ada seseorang yang kepribadiannya menyimpang atau menyalahi aturan, berarti ada yang salah dalam aqliyah dan nafsiyahnya. Ini disebabkan karena kesalahan pada prinsip hidup yang dia anut.  

Ditambah pula adanya keterpaduan tiga pilar, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi yang berkualitas. 

Pertama, peran keluarga. Allah memerintahkan kita untuk memelihara keluarga dari api neraka. Sebagaimana firman-Nya, 
 
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim [66]: 6)

Keterangan ayat Al-Quran ini mengisyaratkan bahwa pendidikan dalam keluarga sangat penting, terutama pendidikan agama. Pada anak, sedari kecil seharusnya sudah ditanamkan tentang akidah islamiyyah, dan diberi pemahaman tentang konsep hidup sesuai tuntunan syariat. Maka, hal itu akan menjadikan pola pikir dan pola sikap yang benar dan membentuk kepribadian Islam dalam dirinya.  

Kedua, peran masyarakat. Harus ada kepekaan atas apa yang terjadi di sekitar kita. Pemahaman masyarakat tentang syariat Islam secara keseluruhan pun sangat penting untuk membentuk generasi yang berkualitas. 

Ketika pemahaman dan pandangan masyarakat sudah sama, maka akan terwujud suasana amar ma’ruf nahi mungkar, tidak seperti kondisi saat ini yang acuh tak acuh ketika melihat generasi yang menyalahi syariat, dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar.  

Ketiga, peran negara. Negara seharusnya menerapkan syariat Islam yang berasal dari aturan Allah Swt. Sang Pencipta. Tentu saja aturan ini akan membawa kebaikan untuk seluruh umat. Negara akan menerapkan kurikulum yang berlandaskan akidah Islamiyyah, tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi membetuk generasi beriman dan bertakwa. Negara bertanggung jawab atas generasi yang akan meneruskan perjuangan bangsa.  

Sudah saatnya negara menerapkan aturan Islam secara kaffah (keseluruhan). Allah Subhanahu wata'ala berfirman: 
 
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah [2]: 208).

Hanya sistem Islam yang mampu membentuk generasi berkepribadian mulia. Ketika sistem Islam diterapkan, bukan hanya kebaikan untuk generasi saja yang akan didapatkan, tetapi juga seluruh umat dalam segala aspek kehidupan.


Oleh: Mustikawati Tamher, 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok  
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab