Tinta Media: rupiah
Tampilkan postingan dengan label rupiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rupiah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Juni 2024

Rupiah Keok, Ekonomi Terseok

Tinta Media - Kondisi rupiah kian melemah. Menjelang masa pemerintahan Presiden Jokowi, rupiah menukik turun hingga Rp 16.450,00 (cnnindonesia.com, 20/6/2024). Berbagai alasan mengemuka. Mulai dari alasan ketidakstabilan global dan berbagai kondisi kebijakan pemerintah yang terus berdampak buruk.

Sistem Ekonomi ala Imperialisme

Kondisi serupa pernah terjadi juga pada masa pandemi saat pertengahan tahun 2020, nilai rupiah yang memburuk hingga level Rp 16.575,00 per dolar AS.  Diketahui nilai rupiah pernah membaik sekitar Rp 12.000,00 pada awal pemerintahan Jokowi. Namun sayang, kondisi ini tidak mampu bertahan lama. Bak roller coaster, belakangan ini nilai tukar rupiah terus memburuk dan terus menurun dari waktu ke waktu.

Menyoal fenomena tersebut, pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong mengungkapkan tidak menutup kemungkinan jika rupiah akan semakin anjlok hingga level Rp 17.000,00 per dolar AS. Lukman melanjutkan, kondisi tersebut dipengaruhi banyak hal. Salah satunya ketidakpastian ekonomi global yang terus mengancam dunia. Ketidakpastian ini pun terjadi karena ada perubahan arah kebijakan suku bunga acuan. Pasar pun dihimbau agar waspada dalam mengambil keputusan. Aset bermata uang rupiah menjadi ancaman berisiko untuk para investor. Sehingga mesti secepatnya dialihkan ke wadah aset yang aman.

Penurunan rupiah pun membuat para investor asing ramai-ramai menjual aset rupiah. Alasannya nilainya dikhawatirkan semakin turun pada masa pemerintahan baru. Hal ini pun semakin dipicu karena masih kaburnya rencana kebijakan fiskal yang resmi ditetapkan presiden mendatang.

Beragam dampak pasti akan datang saat nilai rupiah terus melantai. Diantaranya, naiknya harga barang konsumsi, barang modal, hingga bahan bakar. Semua dampak ini akan semakin memperburuk keadaan ekonomi dalam negeri hingga berujung pada parahnya inflasi. Keadaan ekonomi makin hancur dan sulit terkendali.

Menguatnya pelemahan rupiah menjadi fenomena yang selalu dihadapi sistem ekonomi saat ini.  Setiap solusi yang ditawarkan, tidak mampu menjadi pereda krisis. Banyak faktor mempengaruhi terciptanya krisis rupiah. Salah satunya, penggunaan uang kertas yang bersandar pada kondisi dollar AS. Semua kebijakannya disetir Amerika. Sistem ekonomi dalam negeri akhirnya berujung tumpul dan tidak mandiri.

Faktor lain, pelemahan rupiah juga karena adanya ketergantungan ekonomi dalam negeri terhadap negara asing. Walhasil, setiap kebijakan yang ada ditetapkan untuk mengikuti nafsu ekonomi negara adidaya. Tidak salah lagi, inilah konsep imperialisme yang disiapkan negara asing untuk menganeksasi negeri-negeri kaya sumber daya yang lemah dalam pengurusannya, seperti Indonesia.

Jauhnya sistem ekonomi dalam negeri dari konsep mandiri berdampak buruk pada setiap sektor kehidupan. Tentu saja, fenomena ini pun bahkan semakin menyulitkan kehidupan masyarakat kala biaya kehidupan semakin tidak bersahabat.

Buruknya dampak konsep pengaturan di bawah setir ekonomi kapitalisme liberalistik. Sistem ini hanya memprioritaskan keuntungan materi dan kepentingan oligarki. Sementara kepentingan rakyat selalu diposisikan sebagai beban yang semakin dieliminasi.

Ekonomi global yang diterapkan hanya menyisakan sistem ekonomi yang cacat. Setiap negara berkembang diposisikan sebagai sasaran empuk negara adidaya. Disedot kekayaannya, hingga dibangkrutkan ekonominya melalui kebijakan ala imperialis, utang dan ketergantungan impor yang menyandarkan segalanya pada negara kapitalis. Wajar saja, keadaan ekonomi semakin terpuruk, kehidupan rakyat pun kian kalang kabut.

Tangguhnya Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam yang berbasis syariat Islam menetapkan konsep pengaturan ekonomi pada mata uang emas. Mata uang emas dalam sistem Islam adalah posisi ideal yang adil dan anti krisis. Sejak masa Rasulullah SAW., mata uang emas dan perak telah diterapkan sebagai ala tukar sah yang menjaga kestabilan ekonomi secara global.

Sepanjang sejarah penggunaannya, kedua mata uang tersebut merupakan mata uang tangguh dalam sistem ekonomi Islam. Penetapan mata uang emas dan perak merupakan mekanisme yang menstabilkan ekonomi secara kontinu. Mata uang inilah yang ditetapkan sistem Islam dan penggunaannya senantiasa dijaga dalam tatanan sistem yang amanah, yakni khilafah. Satu-satunya institusi yang menerapkan hukum syara’ secara sempurna.

Dalam institusi khilafah, sistem ekonomi yang dijadikan kebijakan bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi seluruh masyarakat. Setiap ketetapan khalifah, pemimpin khilafah akan menciptakan ekonomi yang aman bagi seluruh rakyat. Sehingga lonjakan harga dan krisis ekonomi bisa seoptimal mungkin terhindarkan dengan berbagai strategi jitu ala khilafah.

Sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda,

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Tidak hanya itu, sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah juga dikenal sebagai mekanisme anti inflasi dan anti krisis. Kemandirian ekonomi dalam negeri menjadi strategi inti demi menjaga kekuatan dan ketahanan ekonomi. Diantaranya, tidak menjadikan impor dan utang sebagai pembangun struktur ekonomi dalam negeri. Karena khilafah mengetahui bahwa impor dan utang hanya akan menjadi lubang perangkap yang merusak sendi ekonomi.

Demikianlah Islam menetapkan mekanisme yang amanah dalam memenuhi seluruh kebutuhan umat. Umat sejahtera dalam naungan Islam yang menjaga dan menyejahterakan.

Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor



Minggu, 05 Mei 2024

Nilai Rupiah Melemah, Ekonomi Indonesia Semakin Payah


Tinta Media - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah seiring meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran di Timur Tengah. Bila konflik berlarut-larut, sejumlah pakar khawatir akan muncul dampak berantai yang dapat mengguncang ekonomi Indonesia, seperti melonjaknya harga barang-barang impor, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat. (BBCNewsIndonesia 21/4/2024)

Kurs rupiah terbaru per dolar AS berkisar di atas Rp16.000 sejak Selasa, 16 April 2024 pada pekan ketiga April ini terakhir kali terjadi selama empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai rupiah semakin melemah, di antaranya;

Pertama, The Fed atau Bank Sentral Amerika Serikat diperkirakan akan lebih lama mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk meredam laju inflasi Amerika Serikat. Hal ini disampaikan oleh Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata. Selama suku bunga The Fed masih tinggi, investor global akan lebih tertarik menaruh uangnya di pasar Amerika Serikat, sehingga memicu arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Imbasnya, investor bermain aman dengan memindahkan modalnya ke aset-aset "safe haven" seperti surat utang dan dolar Amerika Serikat, serta emas yang sifatnya relatif stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global, dibanding berinvestasi di Indonesia yang lebih berisiko karena statusnya sebagai negara pengimpor minyak.

Pelemahan rupiah memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Akan tetapi, kondisi ini terjadi karena dunia secara keseluruhan berada di bawah imperialisme Amerika Serikat. Ini menjadikan semua negara bergantung pada dolar Amerika Serikat.

Ini berawal dari perjanjian Bretton Woods tahun 1944 yang mengubah berbagai hal, termasuk transaksi ekonomi. Sebelum tahun itu, semua transaksi menggunakan mata uang emas.

Perang dunia satu ternyata memberikan efek yang cukup besar dalam bidang ekonomi, yaitu beralihnya negara-negara dalam menggunakan mata uang emas menjadi mata uang kertas untuk membayar berbagai perlengkapan militer yang digaungi oleh Amerika Serikat.

Amerika Serikat yang memiliki cadangan emas terbanyak berhak untuk menetapkan perbandingan emas dengan nilai dolar pada saat itu. Karena itu, setelah perjanjian Bretton Woods ini, dolar diberlakukan sebagai mata uang asing pengganti emas dalam perdagangan internasional hingga saat ini.

Tentu yang sangat diuntungkan adalah Amerika Serikat. Dengan adanya hal ini, Amerika Serikat dapat mengatur kondisi ekonomi dan menguasai negara-negara yang ada di dunia untuk bergantung pada Amerika Serikat itu sendiri. Sejatinya, hal inilah yang  melatarbelakangi kekuatan semu yang hari ini mencengkeram semua negara-negara di dunia.

Dampak pelemahan rupiah akan dirasakan berbagai pihak dan semakin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek kehidupan hari ini. Bila nilai tukar rupiah melemah, otomatis harga barang-barang impor akan melonjak dikarenakan sekitar 90% impor Indonesia terdiri dari bahan baku untuk aktivitas produksi dalam negeri.

Melemahnya kurs rupiah membuat biaya produksi dan ongkos logistik para pengusaha makanan dan minuman akan melonjak sehingga harga barang-barang akan meningkat. Inflasi cukup besar akan mendorong terjadinya penurunan daya beli masyarakat, yang selanjutnya membuat pertumbuhan ekonomi melambat dan perputaran ekonomi bakal tersendat.

Bagaimana solusinya agar masyarakat tidak lagi khawatir?

Seorang analis Emerging Market CLSA, Christopher Wood menyatakan bahwa emas adalah satu-satunya jaminan nyata terhadap ekses-ekses keuangan masif yang masih dirasakan dunia Barat. Ketika nilai tukar dolar anjlok, harga emas akan terus naik.

Seiring perjalanannya, emas memang selalu mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Misalnya saja pada tahun 1800 harga emas per satu troy ons setara dengan 19,39 dolar Amerika Serikat, sedang pada tahun 2004, satu troy ons emas senilai 455,757 dolar Amerika Serikat.

Islam juga telah menetapkan bahwa sistem mata uang untuk menjalankan segala transaksi hanya berbasis emas dan perak atau yang sering disebut dinar dan dirham. Mencontoh dari Rasulullah saw. sebagai kepala negara ketika hijrah ke Madinah, dinar dan dirham dijadikan mata uang resmi negara. Nilai satu dinar setara dengan 4,25 gram emas dan satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sistem ini lebih stabil dan adil sehingga secara ekonomi akan aman dan membawa ketenangan bagi rakyat.

Ketika ingin mencetak uang, maka suatu negara harus mempunyai emas dan perak. Jika tidak memilikinya, maka negara tidak bisa mencetak uang. Dengan adanya mata uang emas dan perak ini, maka tidak akan terjadi inflasi.

Indonesia diberkahi sumber daya alam berupa emas dan perak di berbagai wilayah yang bisa mencukupi para penduduknya.

Kestabilan emas dan perak telah terbukti sepanjang sejarah.  Hanya saja, penerapannya tidak bisa dilakukan hanya dengan individu atau kelompok tertentu agar bisa dirasakan masyarakat. Karena itu, diperlukan negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam beserta syariat Islam lainnya secara menyeluruh agar tercipta kesejahteraan yang ideal. Wallahualam bisawab. 

Oleh: Wilda Nusva Lilasari S. M. (Sahabat Tinta Media)

Kamis, 02 Mei 2024

Rupiah Melemah, Saatnya Pindah ke Sistem Mata Uang Emas dan Perak



Tinta Media - Seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang saat ini menembus level Rp16.200 per dollar AS dan potensi kenaikan biaya produksi, maka harga berbagai jenis barang berpotensi akan meningkat. Harga barang impor pun akan meningkat jika  pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Ini disampaikan oleh Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center of Reform on Economic (Core). Sementara kita tahu bahwa kebutuhan industri tanah air itu sangat bergantung pada bahan baku impor. (JAKARTA, KOMPAS.com)

Sambungannya lagi, jika bahan baku mahal, dipastikan akan berpengaruh pada perubahan  harga pokok produksi suatu produk dari produksi tersebut. 

Menurut Yusuf, ada dua opsi yang dimiliki oleh pelaku usaha, yaitu dengan konsekuensi penurunan margin keuntungan, pelaku usaha tidak menaikkan barang. Namun, tidak semua industri dan lapangan usaha bisa melakukannya. 

Yang kedua adalah dengan menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan biaya produksi. Imbas dari kenaikan harga barang di pasaran adalah kenaikan laju inflasi dan berpengaruh pula pada pola konsumsi masyarakat.

Pelemahan rupiah makin menguat bukanlah tanpa sebab. Pertama, Bank sentral yang mempertahankan suku bunga yang tinggi akan berpengaruh pada investor global. Mereka lebih memilih untuk menyimpan uangnya di pasar Amerika Serikat. 

Yang kedua adalah adanya konflik yang semakin memanas antara Israel-Iran di Timur Tengah dengan gempuran lebih dari 300 rudal dan drone Iran kepada Israel beberapa hari yang lalu tepatnya Sabtu (13-4-2024) yang merupakan balasan dari serangan Israel ke konsultan Iran di Damaskus. 

Imbasnya adalah terganggunya pasokan minyak global jika terjadi blokade di jalur pengiriman minyak terpenting dunia di selat Hormuz.

Melemahnya rupiah adalah buah dari dominasi mata uang dollar terhadap dunia. Negara masih bergantung dan dikendalikan oleh para elite global sehingga tampak jelas bahwa kondisi negara secara keseluruhan saat ini berada dalam genggaman imperialisme Amerika Serikat. 

Yang paling utama adalah ketergantungan pada dollar sebagai mata uang dunia karena Amerika Serikat sebagai pengendali mata uang dunia. 

Sejatinya, hal ini merupakan kekuatan semu karena berdasarkan perjanjian. Perjanjian ini berdasarkan kesepakatan yang pada dasarnya akan menguntungkan negara adidaya. 

Dengan begitu,  dampak pelemahan rupiah akan dirasakan berbagai pihak dan makin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek. Ini mengingat bahwa Indonesia adalah negara pengimpor bahan baku industri yang harus mengeluarkan dana lebih besar tentunya. Dengan begitu, biaya produksi menjadi lebih besar dan sampai ke konsumen pasti akan mengalami kenaikan harga pula. 

Selanjutnya, ketika harga minyak dunia naik, bisa dipastikan akan berimbas juga pada kenaikan harga BBM, LPG, dan ujung-ujungnya semua harga-harga lainnya juga akan mengalami kenaikan. 

Selanjutnya adalah merosotnya daya beli masyarakat akibat inflasi yang cukup besar.
Barang menjadi mahal dan masyarakat harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika sudah begitu, rakyat kecil juga yang akan merasakan kesusahan.

Biasanya, solusi yang ditawarkan pemerintah adalah dengan memberikan subsidi dan juga Bansos. Namun pada faktanya, bantuan bansos juga banyak menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat. Adanya ketidakmerataan dan salah sasaran justru menimbulkan kecemburuan sosial hingga timbul percekcokan. Semua adalah buah dari sistem yang salah yang bukan diambil dari Islam. 

Oleh karena itu, jika ekonomi ingin stabil, Islam punya solusinya, yaitu dengan sistem mata uang emas. Sistem ini dijamin akan adil dan stabil sehingga secara ekonomi akan aman dari krisis. Ini adalah sistem yang sudah dicontohkan pada masa Rasulullah saw. dan terbukti mampu menjalankan ekonomi dengan stabil, tahan inflasi, dan krisis. 

Dengan sistem mata uang emas, maka harga tidak akan berubah nilai walaupun dengan jangka waktu yang lama. Begitulah kekuatan dari mata uang berbasis emas dan perak, tidak seperti mata uang kertas sebagaimana saat ini yang sangat lemah, mudah diombang-ambing, apalagi bagi negara pengekor di bawah cengkeraman negara adidaya seperti Amerika Serikat.

Namun, mata uang berbasis emas dan perak hanya bisa diterapkan dengan adanya institusi negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan, bukan sistem demokrasi kapitalisme seperti sekarang ini yang berbasis ribawi dan fiat money. 

Yuk, sudah saatnya umat Islam sadar bahwa hanya dengan penerapan Islam secara kaffahlah negara ini akan menjadi negara yang disegani dan kuat. Ekonomi stabil, masyarakat makmur dan sejahtera hanya saat dalam naungan khilafah Islam. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab