Tinta Media: ruang hidup
Tampilkan postingan dengan label ruang hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ruang hidup. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Januari 2024

Kemudahan Regulasi demi Investasi, Ancaman bagi Ruang Hidup Perempuan dan Generasi?



Tinta Media - Oktober 2023 lalu, kepala daerah se-Indonesia berkumpul di istana negara bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Dalam pertemuan tersebut, presiden memberikan beberapa arahan. Salah satu arahannya adalah menekankan pentingnya menyederhanakan prosedur dan tata kelola dalam pelayanan perizinan bagi investor. Disebutkan bahwa investasi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. (RRI, 31/10/2023) 

Dalam hal ini, diterbitkanlah sejumlah undang-undang dan kebijakan untuk memudahkan investor, kemudian undang-undang yang dipandang menghambat investasi direvisi. Hal itu tertuang dalam Omnibus Law. Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala BPN Sofyan Djalil pernah mengatakan bahwa adanya Omnibus Law bisa menggeliatkan industri properti. 

Pemerintah meyakini bahwa sektor properti berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Namun, karena pengembang menempuh proses perizinan yang lama dalam membuat perumahan, maka pemerintah pun mempermudah izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha melalui penerbitan PP 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 

Nampak sekali bahwa pemerintah sangat memanjakan para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan besar. Namun, mereka memberikan kerugian besar bagi masyarakat sebagai pemilik lahan. Sebab, rakyat pasti akan tergusur dari tanah mereka akibat kebijakan ini, tidak terkecuali perempuan dan anak karena ruang hidup mereka akan terampas karena pembangunan atas nama investasi. Maka, kemudahan investasi akhirnya justru mempersulit terwujudnya kesejahteraan bagi perempuan dan anak. 

Seperti yang terjadi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Ada sekitar 20 perusahaan tambang nikel yang mendapatkan izin yang bermasalah. Pasalnya, lokasi tambang tumpang tindih dengan ruang hidup masyarakat. Sejak aktivitas tambang itu berlangsung, banyak masalah yang timbul, seperti banjir dan gagal panen yang tidak terhindarkan oleh para petani. 

Hal itu karena sebagian lahan yang dijadikan tambang tersebut sebelumnya adalah perkebunan dan persawahan masyarakat. Selain itu, para nelayan dengan adanya aktivitas tambang yang ada, akhirnya semakin sulit untuk menangkap ikan. Ini karena laut sudah tercemar limbah dari nikel dari aktivitas pertambangan, sehingga kualitas air semakin buruk, akhirnya memberikan dampak terhadap sulitnya perempuan untuk menjalankan aktivitas domestik yang memerlukan air bersih dan kualitas yang baik. 

Pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh swasta telah merampas ruang hidup masyarakat, termasuk perempuan dan generasi. Kasus ini menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam dalam sistem kapitalis saat ini memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. 

Keserakahan yang telah dilakukan oleh para kapitalis telah melalaikan penjagaan terhadap lingkungan. Padahal, lingkungan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk umat manusia. Bayangkan saja kalau misalnya lingkungan tempat manusia hidup sudah tercemar, maka kehidupan tidak akan bisa berjalan dengan baik karena lingkungannya rusak, bahkan membahayakan kehidupan manusia. 

Kesalahan yang paling mendasar dalam persoalan ini adalah karena sistem kapitalisme yang telah membuka pintu besar terhadap izin pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau asing untuk mengelola sumber daya alam di atas prinsip liberalisasi ekonomi. Hal ini yang kemudian menjadikan sebagian besar dari sumber daya alam yang ada di negeri ini dikuasai oleh para korporasi. Ini berarti bahwa kehidupan masyarakat, termasuk perempuan dan generasi akan semakin terancam dengan limbah berbahaya yang dihasilkan oleh perusahaan. 

Air menjadi tercemar dan lingkungan pun rusak. Nelayan pun sulit menangkap ikan karena airnya sudah tercemar. Hal ini berdampak pada sulitnya mencari nafkah untuk keluarga. 

Tata kelola dalam sistem kapitalis di negeri ini sebagian besar dikuasai oleh para korporasi. Ini berdampak pada semakin terancamnya ruang hidup masyarakat dengan adanya limbah berbahaya yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan. Sebab, perusahaan dalam sistem kapitalis hanya berorientasi pada keuntungan saja, tidak bertanggung jawab dalam mengolah limbah yang dihasilkan. 

Inilah gambaran politik oligarki yang berjalan di negeri ini dan merampas ruang hidup masyarakat, termasuk perempuan dan anak. Politik oligarki ini juga sejatinya merupakan ‘anak kandung’ dari sistem politik demokrasi kapitalis, yang sebenarnya tidak layak untuk mengatur kehidupan manusia. 

Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki aturan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam Islam, pihak swasta atau asing tidak akan mendapatkan kesempatan dalam mengeruk sumber daya alam yang ada. SDA dalam Islam termasuk dalam kategori kepemilikan umum (al-milkiyah al-ammah)  bagi seluruh rakyat. 

Pengelolaan SDA dalam Islam, seperti mineral dan lainnya dikelola oleh negara. Maka, negara wajib mengelola berdasarkan prinsip kemaslahatan umat, sehingga akan tetap diperhatikan agar lingkungan terjaga dan tidak menimbulkan sebuah dampak kerusakan yang berakibat buruk bagi masyarakat. Sebab, Islam memandang keberadaan lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. 

Selain itu, fungsi penguasa dalam Islam adalah sebagai pelindung umat. Penguasa adalah perisai dari segala macam bahaya dan sekaligus sebagai pengurus umat dari segala macam kebutuhannya. Maka, Islam sangat memperhatikan keselamatan manusia dan memperhatikan kesejahteraannya. Islam juga sangat memperhatikan lingkungan yang menjadi tempat masyarakat tinggal. 

Maka, politik di dalam Islam akan menjamin tidak akan terbentuknya politik oligarki yang merugikan masyarakat. Islam juga sangat memperhatikan kemaslahatan umat, baik dari sisi pemenuhan kebutuhan ataupun penjagaan terhadap lingkungan tempat hidup masyarakat. 

Inilah hakikat penjagaan dan pengurusan dalam Islam kepada masyarakat, terutama pada perempuan dan generasi. Sebab, semua individu rakyat ada dalam tanggung jawab negara dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Begitu pula dengan ruang hidup perempuan dan generasi, dijamin oleh negara. Tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok saja, tetapi tempat masyarakat hidup, seperti rumah dan lahan akan dijamin oleh negara.

Oleh: Gusti Nurhizaziah 
(Aktivis Muslimah) 

Senin, 25 Desember 2023

Program Food Estate Merampas Ruang Hidup Masyarakat



Tinta Media - Program food estate dinilai MMC (Muslimah Media Center) hanya merampas ruang hidup masyarakat. 

"Program food estate hanya merampas ruang hidup masyarakat," tutur narator dalam Serba Serbi MMC: Food Estate, Wujudkan Kedaulatan Pangan atau Merampas Ruang Hidup Masyarakat, Senin (18/12/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center. 

"Masyarakat harus merasakan dampaknya, namun tidak merasakan kebaikan berupa kemudahan mengakses pangan," imbuhnya. 

Menurutnya, sejak awal pemerintah telah melibatkan pihak korporasi dalam menjalankan program food estate ini, baik dalam proses penyediaan benih hingga distribusi. Sementara petani hanya dijadikan sebagai mitra kerja alias buruh. "Tak heran dalam pembangunan dan pengembangannya, korporasilah yang memiliki peran besar," ujarnya. 

Sementara, lanjutnya, korporasi hanya akan menjadikan program tersebut sebagai ladang bisnis, bukan memenuhi pangan rakyat. Legalisasi negara dalam mengikutsertakan pihak swasta dalam program ini sejatinya menunjukkan bahwa penguasa tidak serius dan berkomitmen dalam menyelesaikan masalah pangan di negeri ini. Apalagi melihat dampak perampasan hidup rakyat di balik program ini.

"Ditambah lagi dengan banyaknya proyek food estate yang mangkrak dan gagal panen menjadi bukti jauhnya negara dari peran utamanya sebagai pengurus rakyat. Negara tidak lebih dari sekedar pelayan para korporasi," jelasnya. 

Ia menilai bahwa semua ini merupakan dampak penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang meniscayakan siapa saja terutama pemilik modal menguasai hajat hidup rakyat demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. "Kondisi demikian tentu tidak kita temukan dalam penerapan Islam secara kaffah," bebernya. 

"Khilafah sebagai negara pelaksana syariat Islam Kaffah akan mengurusi seluruh urusan umat termasuk pangan, sebab pangan merupakan salah satu kebutuhan asasiyah umat manusia," tukasnya. 

Penentu Kebijakan

Ia melanjutkan bahwa karena itu, khilafah tidak boleh mengalihkan peran mengurus umat kepada pihak lain termasuk korporasi. Negaralah yang akan menentukan kebijakan berkaitan produksi hingga distribusi pangan yang didasarkan pada Al-Qur'an dan as-sunah terkait peningkatan produksi pangan. "Syariat Islam membolehkan khilafah untuk melakukan kebijakan ekstensifikasi lahan dengan memperhatikan konsep pengaturan lahan dalam Islam," paparnya. 

"Selain itu, kebijakan tersebut diambil semata untuk kemaslahatan rakyat bukan kepentingan segelintir orang atau korporasi," terangnya. 

Ia mengungkapkan bahwa dalam upaya ini, khilafah wajib memperhatikan AMDAL atau Analisis Dampak Lingkungan sehingga tidak berujung pada kerusakan lingkungan dan bencana alam. Sebab Islam melarang seseorang membahayakan orang lain dan diri sendiri termasuk negara. 

Tiga Status Kepemilikan

Ia mengatakan bahwa syariat Islam menetapkan bahwa tanah memiliki tiga status kepemilikan yaitu tanah yang boleh dimiliki individu seperti lahan pertanian, tanah milik umum dan tanah milik negara. Tanah milik umum adalah tanah yang di dalamnya terkandung harta milik umum seperti tanah hutan, tanah yang mengandung tambang dengan jumlah yang sangat besar, tanah di atasnya terdapat fasilitas umum seperti jalan, rel kereta dan lain-lainnya. Sedangkan tanah milik negara di antaranya tanah yang tidak berpemilik seperti tanah mati, tanah yang ditelantarkan, tanah di sekitar fasilitas umum dan lain-lainnya. "Berdasarkan konsep kepemilikan ini maka tidak diperbolehkan tanah hutan diberikan izin konsesi kepada swasta atau individu baik untuk perkebunan, pertambangan maupun kawasan pertanian," tegasnya. 

Ia menambahkan bahwa kepemilikan lahan pertanian sejalan dengan pengelolaannya. Ketika seseorang memiliki lahan namun tidak dikelola selama tiga tahun maka hak kepemilikannya bisa dicabut. Di sisi lain, khilafah akan memberikan bantuan bagi petani atas berbagai hal yang dibutuhkan baik modal, sarana prasarana, produksi hingga infrastruktur pendukung secara murah bahkan gratis. "Tujuannya adalah memudahkan aktivitas produksi petani," ulasnya. 

"Demikianlah terwujudnya ketahanan pangan tanpa perampasan ruang hidup rakyat, hanya akan terealisasi dalam khilafah," pungkasnya.[] Ajira
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab