Rotasi Ramadan Tangkal Radikalisme
Tinta Media - Ramadan baru saja berlalu. Kita masih ingat, puluhan pemuda, sejumlah komunitas dan mahasiswa mengadakan kegiatan Ruang Obrolan Terbuka Asyik di bulan Ramadan lalu. (Rotasi) dengan dibalut skema talk show. Acara tersebut diinisiasi oleh Pemuda Sapu Bersih Hoaks dengan mengusung tema "Ngawangkong Soal Bahaya Radikalisme dan Situasi Wilayah. “Kegiatan tersebut dilaksanakan di Angkringan Rumah Kayu Citarum, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. (Selasa, 26/03/2024)
Rotasi Ramadan tersebut diharapkan menjadi ajang untuk menolak paham radikalisme bersama-sama dan mewaspadai isu situasi wilayah sekaligus menjadi refleksi bagi generasi bangsa di lingkungan masyarakat. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran dan memiliki daya nalar yang kuat dalam menepis segala marabahaya radikalisme dan informasi yang kebenarannya belum tervalidasi.
Maka dari itu, peran pemuda di era digitalisasi saat ini menjadi garda terdepan dalam menangkal paham radikalisme. Adapun nara sumber yang dihadirkan di antaranya adalah Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Bandung dengan wakil Supriadi selaku analis.
Radikalisme ternyata masih menjadi isu yang terus digoreng hingga menghadirkan rasa was-was, khawatir, dan takut yang berlebihan di lingkungan masyarakat. Apalagi setelah munculnya berbagai macam survei mengenai para pemuda yang tertarik pada radikalisme hingga menggencarkan berbagai program untuk membendung paham yang berlawanan. Maka dari itu, berbagi kegiatan dilaksanakan oleh beberapa komunitas untuk mengawal para pemuda agar tidak terpengaruh paham radikalisme, seperti halnya kegiatan Rotasi Ramadan yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung pada Ramadan lalu.
Isu radikalisme ini bermula dari banyaknya fakta yang dilakukan anak muda sebagai aksi terorisme, seperti bom bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa pemuda di tahun-tahun silam, di antaranya kasus bom bunuh diri pada 17/07/2009, di hotel JW. Marriot oleh pemuda berusia 18 tahun, kemudian kasus penyerangan pos lalu lintas Cikokol Tangerang pada 13/11/2019 oleh pemuda berusia 22 tahun, dan sejumlah kasus lainnya.
Contoh kasus-kasus tersebut berdampak timbulnya rasa takut di masyarakat. Walhasil, semua tindakan yang menimbulkan rasa teror di atas dinyatakan sebagai aktivitas terorisme yang terpengaruh paham radikalisme.
Di lain sisi, terdapat juga survei Setara Institute yang menunjukkan data sebanyak 67% konten media yang dilakukan oleh para milenial dan gen-Z berisi konten keagamaan yang dianggap radikal dan intoleran.
Oleh karenanya, beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah paham radikalisme dan terorisme dan menjadi program terpusat yang akan terus digalakkan.
Upaya-upaya yang dilakukan guna mencegah paham radikalisme dan terorisme menjadikan para pemuda merasa bingung dan takut untuk meyakini dan menjalankan agamanya. Yang menjadi sasaran adalah agama Islam, terutama menyasar pada gerakan yang memperjuangkan Islam kaffah, khilafah, dan jihad.
Fakta ini merujuk pada keputusan Kemenag yang melarang adanya pelajaran tentang khilafah atau sebatas menempatkannya pada pelajaran sejarah, bukan fikih, hingga menggeser makna radikalisme dan terorisme yang sebenarnya.
Tentu harus kita pahami bahwa semua ini merupakan langkah Barat untuk melanggengkan ideologi kapitalisme dan imperialismenya di dunia, khususnya di negeri-negeri Islam. Melalui propaganda perang melawan radikalisme, Barat dapat melakukan framing negatif dengan memberikan stigma radikal dan teroris.
Sebagai manusia, kita dibekali akal untuk berpikir sehingga sudah seyogianya kita memahami mana yang benar dan mana yang salah. Apalagi, seorang muslim sudah diberi petunjuk oleh Allah Swt. berupa Al Qur'an yang di dalamnya terdapat perintah untuk berislam secara kaffah (sempurna/seluruhnya).
Maka dari itu, untuk menerapkan aturan-aturan Islam secara menyeluruh dibutuhkan adanya sebuah institusi yang mampu untuk menerapkannya, dan itu adalah Khilafah.
Makna khilafah itu sendiri adalah kepemimpinan umum bagi seluruh manusia untuk menerapkan aturan Allah Swt. dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh pelosok dunia. Dengan sistem inilah, muncul generasi cemerlang, idaman umat.
Sudah seharusnya seorang pemuda muslim memiliki kepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islam yang senantiasa ada dalam setiap aktivitas dan terikat dengan aturan sang Khalik.
Selain itu, sepatutnya pemuda saat ini mencontoh para pendahulu yang telah jelas beriman kepada Allah Taala. Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khaththab, Mush’ab bin Umar, Muhammad al-Fatih, dsb. adalah pemuda yang sudah dijanjikan surga atas ketaatan mereka.
Sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita menyingkap penyesatan opini yang telah dilakukan di balik perang melawan radikalisme seraya memahamkan ajaran Islam yang sesungguhnya, yakni bersifat pemikiran dan tanpa kekerasan, sehingga tidak mungkin melahirkan terorisme.
Umat harusnya memiliki kesadaran dan kecerdasan akan situasi ini sehingga memiliki kewaspadaan agar tidak terjebak atau terbawa arus hingga justru memusuhi saudara muslimnya sendiri. Nyatanya, yang harus dimusuhi adalah sistem dan ideologi sekularisme dan kapitalisme, serta para pengusung utamanya. Terakhir adalah bagian dari keimanan kita bahwa pertarungan hak dan batil tentu akan dimenangkan oleh yang hak, dan pertarungan Islam dan kekufuran tentu saja akan dimenangkan Islam. Wallahu'alam bishawaab.
Oleh: Tiktik Maysaroh
(Aktivis Muslimah Bandung)