Tinta Media: rawan
Tampilkan postingan dengan label rawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rawan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Maret 2024

Pesta Demokrasi Rawan Gangguan Mental?


Tinta Media - Euforia Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah berlalu beberapa hari kemarin dan prosesnya masih berlanjut. Bahkan setahun sebelumnya yaitu sejak pengumuman pasangan calon presiden, euforianya sudah hangat dirasa. Kampanye tipis-tipis pun mulai digerilyakan. Apalagi awal tahun ini.  Sudah banyak baliho berdiri di sudut-sudut kota bahkan desa juga. Iklan kampanye di media elektronik dan media sosial juga bermunculan di jam-jam aktif (kerja). Bahkan tak jarang, kampanye tatap muka dengan dalih entah acara keagamaan, seminar pendidikan, sosial seperti bagi-bagi sembako atau konser musik pun merebak dimana-mana. Pemilu dengan gelontoran dana yang tidak sedikit. Yah itulah fenomena pesta demokrasi. 

Yup, tepat tanggal 14 Februari 2024, masyarakat negeri ini yang memiliki hak pilih, telah memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk periode 2024-2029. Bisa dibayangkan ya, betapa ramainya hari itu dan pastinya betapa banyak biaya yang akan dikeluarkan untuk menyelenggarakannya.

Melansir dari mediakeuangan.kemenkeu.go.id (1/11/2023), untuk perhelatan pemilu 2024, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran hingga Rp 71,3 triliun. Anggaran bahkan sudah diberikan sejak jauh-jauh hari, sekitar 20 bulan sebelum Pemilu terselenggara. Pada tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp 3,1 triliun. Tahun 2023, alokasi anggaran Pemilu bertambah menjadi Rp 30 triliun. Pada tahun 2024 saat terselenggaranya Pemilu, alokasinya naik lagi menjadi Rp 38,2 triliun. Wow, bukan?!

Belum lagi dengan salah satu peran penting dalam penyelenggaraan Pemilu yaitu Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) yang dibentuk oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dengan tugas untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu 2024. Perannya begitu sangat penting karena dialah yang menentukan kualitas proses pemungutan dan perhitungan suara. Bahkan hal ini, dibuat jokes di media sosial karena ini sangat membantu para pengangguran. Kenapa ? Karena barang siapa yang mendaftar menjadi PTPS, maka akan diberi gaji. Berapa gajinya? Berdasarkan dari Surat Menteri Keuangan No. 5/571/MK.302/2022, nominalnya sebesar Rp 750.000 hingga Rp 2.200.000.

Dari data di atas, seolah-olah masyarakat dimanjakan oleh negara dengan pesta yang masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya apa pun, padahal biaya yang dikeluarkan adalah biaya dari penarikan pajak ke masyarakat salah satunya. Berarti tidak gratis, ‘kan? Dan yang lebih mencengangkan adalah bahwa calon-calon yang akan dipilih oleh masyarakat itu, harus menggelontorkan sejumlah uang agar punya hak untuk dipilih. Berapa biayanya?

Menurut Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2014-2019 yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Raya (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, Rabu (24/5/2023) untuk menjadi calon presiden maka harus punya modal sebesar Rp 5 triliun. Sedang modal untuk menjadi calon kepada daerah hingga calon anggota DPR RI, butuh Rp 5 miliar hingga Rp 15 miliar. Lantas, dengan modal sebanyak itu, berapa gaji yang akan mereka dapat saat mereka jadi ?

Sesuai UU No. 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan Administrasi Presiden dan Wakil Presiden, maka gaji presiden adalah 6 kali gaji pokok tertinggi pejabat negara selain Presiden dan Wakil Presiden, sedang Wakil Presiden sebesar 4 kali. Sementara pejabat negara selain Presiden dan Wakil Presiden adalah setingkat Ketua DPR dan Ketua MPR dengan gaji pokok sebesar Rp 5.040.000 per bulan. Selain itu, Presiden dan Wakil Presiden serta pejabat negara lainnya juga mendapatkan tunjangan sebesar Rp 32.500.000 untuk Presiden, Rp 22.000.000 untuk Wakil Presiden. Sehingga ditotal per bulan, Presiden mendapat Rp 62.740.000 sedang Wakil Presiden mendapat Rp 42.160.000. Adapun pejabat negara lainnya seperti anggota DPR akan mendapatkan minimal Rp 50 juta per bulan sudah termasuk tunjangannya. 

Dengan modal yang diberikan serta gaji yang akan didapat maka harapan besar itu ada di masing-masing calon. Namun, seperti yang kita tahu bahwa jumlah calon yang ada lebih banyak dibanding jabatan yang ada sehingga bisa dipastikan akan ada beberapa calon yang tidak terpilih padahal modal yang dikeluarkan sudah sangat banyak. 

Berkaca dari pesta demokrasi pada periode sebelumnya, maka Psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional, DR Dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ dalam diskusi daring dengan antaranews.com (11/12/2023) mengatakan calon legislatif (caleg) yang mencalonkan diri namun tanpa tujuan jelas seperti tujuan kekuasaan, materiil dan berujung kekalahan maka jelas rentan mengalami gangguan mental. Hal ini tidak hanya melanda caleg saja, tetapi juga keluarga hingga tim suksesnya. Untuk itu, mereka datang ke psikiater karena stres bahkan ada yang harus dirawat di rumah sakit karena gangguan jiwa.

Senada dengan itu, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz pada news.detik.com (26/1/2024) meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyiapkan layanan konseling maupun fasilitas kesehatan kejiwaan untuk caleg Pemilu 2024 yang stres karena gagal terpilih. Menurutnya, kedua hal tersebut sangat diperlukan.

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa pesta demokrasi (pemilu) sangat rawan mengakibatkan gangguan mental. Karena berbiaya tinggi, sehingga pasti membutuhkan perjuangan dengan mengerahkan segala macam cara untuk meraih kemenangan. Di sisi lain, jabatan menjadi sebuah impian, karena dianggap dapat menaikkan harga diri/prestise, juga jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan/fasilitas lainnya. Jadi ingat, dengan slogan seseorang bahwa dia masuk sebuah partai adalah jalan ninja baginya untuk mendapatkan keuntungan. 

Kekuatan mental para caleg, menentukan sikapnya dalam menghadapi hasil pemilihan. Dan itu didasari dari pendidikan yang dia punya. Faktanya, pendidikan hari ini gagal membentuk individu berkepribadian kuat. Sehingga memandang bahwa kekuasaan dan jabatan bukanlah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Hawa nafsu mendominasi sehingga menjadikan dirinya sebagai individu yang kurang bersyukur dan bersabar yang berisiko mentalnya terganggu. Itulah akibat jika sistem Islam tidak diterapkan. Sistem yang memandang bahwa kekuasaan adalah amanah sehingga dia akan berupaya taat dengan aturan yang Allah telah tetapkan karena Allah selalu melihat apa yang dia kerjakan.


Oleh: Dwi R Djohan
Aktivis Muslimah

Senin, 19 Februari 2024

Pesta Demokrasi Rawan Gangguan Jiwa



Tinta Media - Pesta demokrasi rawan gangguan jiwa? Betul sekali. Dibuktikan dengan adanya sejumlah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang bersiap menangani calon legislatif (caleg) depresi akibat gagal terpilih. Hal ini dilakukan untuk antisipasi berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, banyak pasien gangguan jiwa dari para caleg yang tidak terpilih. 

Mengapa bisa terjadi? Karena caleg mencalonkan diri dengan tujuan ingin menjadi terkenal atau  memperoleh untung, minimal balik modal atas dana yang telah dikeluarkan. Namun, ternyata mereka kalah, dan pasti akan mengalami kecewa berat. 

Nah, caleg yang mencalonkan diri dengan tujuan seperti itu jelas rentan mengalami gangguan mental. Banyak pasien yang pernah gagal saat mencalonkan diri sebagai caleg serta terlilit utang atau kecewa berat hingga depresi dan mengakhiri hidupnya.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyiapkan layanan konseling maupun fasilitas kesehatan kejiwaan untuk caleg Pemilu 2024 yang stres karena gagal terpilih. Menurutnya, yang sangat diperlukan yakni belajar dari situasi dan kondisi di pemilu-pemilu sebelumnya, kecenderungan orang stres meningkat pasca pemilu. (dprd-dkijakartaprov.go.id, (24/01/2024)

Anehnya, mengapa sistem ini masih dipertahankan dan diperpanjang terus hingga dipercaya menjadi sistem yang terbaik dan terhebat, padahal banyak memakan korban? Ya, itulah yang terjadi di sistem demokrasi yang beraroma kapitalis. Semuanya diukur dengan materi. 

Memang, bila Anda ingin menjadi pemimpin di negara demokrasi beraroma kapitalis ini, maka bersiap-siaplah akan mengalami sakit jiwa, karena sistem ini memerlukan dana yang tidak sedikit, bahkan diperlukan pengorbanan yang sangat besar untuk menggiring rakyat agar mau memilih Anda. 

Tidak sedikit para caleg tersebut memiliki tujuan untuk kekuasaan ataupun materi, tetapi berujung kekalahan. Mereka kalah suara yang akhirnya berobat ke psikiater, karena tidak dapat menerima kekalahan tersebut. 

Bahkan, anggota keluarga hingga tim suksesnya tak jarang yang turut mengalami stres hingga gangguan kesehatan mental. Maka, mempersiapkan mental sebelum dan sesudah terjun ke dunia politik merupakan modal utama bagi para pemimpin atau caleg. 

Menanamkan dalam jiwa untuk siap kalah adalah sebuah keharusan. Mengapa demikian? Karena di samping membutuhkan modal yang besar, daftar calon tentu tidak sebanding dengan jumlah kursi yang tersedia. Untuk itu, Anda, para caleg harus mempersiapkan mental sematang mungkin untuk mengikuti dinamika Pemilu 2024, bersiaplah sebagai caleg gagal pada pesta demokrasi.

Memang, pemilu di sistem demokrasi kapitalis berbiaya tinggi, sehingga membutuhkan perjuangan dengan mengerahkan segala cara untuk meraih kemenangan.  Saat ini kekuasaan atau jabatan menjadi Impian semua caleg karena dianggap dapat menaikkan prestise dan bisa menjadi jalan mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan serta fasailitas lainnya. Kekuatan mental seseorang menentukan sikap seseorang terhadap hasil pemilihan. Pendidikan di sistem ini gagal membentuk individu berkepribadian kuat, terbukti meningkatnya kasus gangguan mental.

Ini sungguh berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. dan harus dijalankan dengan sebaik-baiknya sesuai ketentuan dari Sang Pencipta.

Sistem pendidikan Islam mencetak individu yang bertakwa dan menjadi orang yang memahami bahwa kekuasaan adalah amanah yang berat. Juga menjadi individu yang beriman pada qadha dan qadar yang telah ditetapkan Allah Swt. Dengan begitu mereka akan siap dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah Swt.

Yakinlah bahwa sistem Islam akan melahirkan individu yang selalu dalam kebaikan karena selalu bersyukur dan bersabar, sehingga terhindar dari gangguan mental. Bismillah kembalilah ke dalam sistem Islam.


Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I., 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab