Tinta Media: rancaekek
Tampilkan postingan dengan label rancaekek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rancaekek. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Maret 2024

Alih Fungsi Lahan Sebabkan Angin Puting Beliung di Rancaekek


Tinta Media - Alih fungsi lahan diklaim sebagai pemicu cuaca ekstrem berupa puting beliung di Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Eddy Hermawan selaku Profesor Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati menjadi kawasan industri rawan diterjang pusaran angin. Gas emisi yang dihasilkan dari kawasan industri akan sulit diurai oleh atmosfer. Selain itu, penyinaran matahari yang lebih dari 12,1 jam akan berefek pada pembentukan rumah kaca yang akhirnya menyebabkan kawasan tersebut sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari.

Perbedaan suhu yang signifikan antara siang dan malam itu membuat kawasan di sekitar Rancaekek berada di tekanan rendah. Akibatnya, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek dan memunculkan pembentukan gumpalan awan-awan cumulus, dengan proses pembentukan sekitar 24 hingga 48 jam. Proses ini dikenal dengan nama Pre-MCS.

Cuaca ekstrem seperti puting beliung sulit diprediksi kapan terjadi. Bencana ini tidak bisa dicegah, tetapi dampak kerusakannya bisa dihindari. Karena itu, kita tidak boleh merusak lingkungan dan memperbanyak menanam pohon.

Bencana memang bagian dari qadha Allah Swt. yang harus diterima dengan penuh rida dan sabar. Lagi pula, dalam sebuah hadis dikatakan bahwa terjadinya sebuah musibah akan menghapus dosa bagi para korban.

Akan tetapi, meski bencana termasuk ketetapan Allah yang tidak dapat dipastikan kedatangannya, setidaknya manusia dapat memperkirakan dan memiliki alarm pertama menghadapi bencana alam, sebab Allah memberikan potensi kepada manusia berupa akal yang merupakan ranah kekuasaan manusia untuk dioptimalkan saat menghadapi bencana. Manusia bisa mengupayakan mitigasi bencana agar tidak banyak timbul korban serta meminimalkan dampak kerugian. 

Sayang, konsep seperti ini tidak berjalan optimal dalam sistem kapitalisme. Pasalnya, setiap kebijakan yang diambil dalam sistem ini berasaskan untung rugi. Terlebih, dalam sistem ini pihak yang berkuasa sesungguhnya adalah para korporat. Negara hanya berperan sebagai regulator kebijakan. Hal tersebut terbukti dengan kegiatan eksploitasi lingkungan, seperti alih fungsi lahan yang berlebihan masih tetap eksis hingga sampai saat ini, bahkan semakin meluas.

Kegiatan tersebut memang membawa keuntungan bagi korporat terkait. Namun, tindakan itu sekaligus membawa dampak buruk bagi lingkungan karena ekosistem kehilangan daya dukungnya dan penguasa kapitalisme lebih tunduk pada korporat sehingga wajar jika mitigasi bencana dilakukan ala kadarnya. Penguasa hadir setengah hati dalam upaya mitigasi yang pastinya memerlukan modal besar.

Ini sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Sebagai institusi negara yang membawa amanah sebagai ra'in, sistem Islam menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif. Prinsip-prinsip kebijakannya didasarkan pada syariat Islam dan ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Maka, upaya penanggulangan bencana meliputi penanganan pra bencana, ketika, dan sesudah bencana. 

Upaya pra bencana dirancang untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Dalam sistem Islam, penguasa akan melakukan edukasi kepada masyarakat, sehingga mereka memiliki persepsi yang benar terhadap bencana, peka terhadap bencana, dan mampu melakukan tindakan-tindakan yang benar ketika dan sesudah bencana. 

Ketika terjadi bencana, seluruh kegiatan dirancang untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material akibat bencana. Kegiatan yang dilakukan adalah evakuasi korban dengan cepat, membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban.

Gambaran penanganan bencana yang dilakukan oleh daulah Islam salah satunya bisa terlihat dari keberhasilan kepemimpinan Umar bin Khatab ketika menangani paceklik yang menimpa jazirah Arab. Umar bin khottab r.a. membentuk tim yang terdiri dari beberapa orang sahabat, di antaranya Yazid bin Ukhtinnamur, Abdurrahman bin Al-Qari, Miswar bin Makhramah dan Abdullah bin Uthbah bin Mas'ud radhiyallahu anhu. Tim ini bertugas untuk melaporkan dan merancang upaya yang akan dilakukan untuk menangani korban paceklik.

Adapun manajemen pasca bencana dirancang untuk me-recovery psikologis warga terdampak bencana dengan memberikan tausiyah-tausiyah untuk mengokohkan akidah dan nafsiyah para korban. Selain itu, sistem Islam akan melakukan perbaikan lingkungan tempat tinggal mereka pasca bencana. Inilah langkah-langkah yang akan ditempuh dalam sistem Islam untuk menangani bencana. Sistem Islam akan optimal dalam mitigasi bencana sebagai upaya melindungi dan menjaga warganya dari mara bahaya. Wallahua'alam bishshawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab