Tinta Media: potret
Tampilkan postingan dengan label potret. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label potret. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 September 2024

Tren Mahasiswa Bunuh Diri, Potret Buram Sistem Pendidikan Sekuler


Tinta Media - Saat ini kasus bunuh diri semakin marak seolah menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan. Kematian Aulia Lestari, mahasiswa PPDS Anestasi Universitas Diponegoro (Undip), misalnya. Ia diduga bunuh diri karena tak kuat atas perilaku bullying yang dialaminya. 

Ini menambah daftar panjang kasus bunuh diri di Semarang, Jawa Tengah. Sebelumnya, telah terjadi beberapa kasus serupa di beberapa kampus negeri maupun swasta di Semarang. Penyebab bunuh diri pun beragam, mulai dari depresi, persoalan asmara, utang pinjol,  perundungan, hingga tekanan dalam proses belajar di kampus. (Jawapos.com, Sabtu 17/08/ 2024)

Peristiwa tragis di atas bukanlah fakta baru. Dilansir BBC.com, Ribuan calon dokter spesialis tercatat mengalami depresi, sementara ratusan lainnya mengaku ingin mengakhiri hidup. Beban pendidikan dan tekanan hidup yang tinggi akibat perundungan senior disebut menjadi penyebabnya. Mereka berpikir, daripada menanggung derita, lebih baik mengakhiri hidup dengan membunuh diri. 

Tingginya kasus bunuh diri yang menimpa pemuda hari ini menggambarkan rapuhnya mental generasi. Pemuda hari ini cenderung mengambil jalan pintas dan instan dalam persoalan hidup yang menimpanya. Mereka mudah menyerah hingga memutuskan untuk mengakhiri hidup. 

Tidak bisa dimungkiri bahwa generasi saat ini sedang menghadapi serangan pemikiran Barat yang membentuk cara pandang hidup kapitalisme-liberal. Kapitalisme telah meletakkan standar kebahagiaan hidup tertinggi pada segala hal yang bersifat materi, seperti harta, ketenaran, kedudukan, seks, dan sejenisnya. 

Bunuh diri pun sangat berdampak buruk pada generasi di masa depan, yaitu: 

Pertama, menggerus fungsi strategis pemuda sebagai garda terdepan perubahan. Sungguh ironis bila sang pemimpin perubahan justru dihinggapi banyak problem. Kesehatan metalnya lemah sehingga melakukan bunuh diri demi lari dari masalah.

Kedua, bila dibiarkan, maka kasus bunuh diri akan dianggap  sebagai kelaziman atau hal biasa, bahkan menjadi tren anak muda untuk menyelesaikan masalah. Sesuatu yang buruk bila berlangsung terus-menerus akan dianggap sebagai kebenaran.

Ketiga, mengancam kelangsungan generasi masa depan. Jika kasus bunuh diri tidak serius diatasi, maka akan mengakibatkan mental mahasiswa tak terjaga, sehingga bayang-bayang lost generation akan semakin nyata.

Demikianlah beberapa dampak negatif dari maraknya bunuh diri di kalangan mahasiswa. Ini menjadi bahan pemikiran  seluruh elemen bangsa agar bisa melakukan upaya pencegahan hingga fenomena bunuh diri tidak terus terjadi. 

Persoalan bunuh diri lahir dari sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme atau paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, sehingga menjadikan generasi kehilangan jati diri sebagai hamba Allah. Mereka menjalani hidup sesuka hati dan mengikuti hawa nafsu. Standar halal-haram pun tak ada lagi dalam kamus hidup mereka. Maka tak heran, ketika dihadapkan pada persoalan hidup, mereka mempertimbangkannya tanpa dikaitkan dengan pemahaman hidup yang benar. Negara juga gagal membentuk jati diri yang benar bagi generasi. Dengan kurikulum pendidikan kapitalisme-sekularisme, generasi semakin jauh dari cara pandang yang benar tentang hidup.

Solusi tuntas atas persoalan ini hanyalah dengan menerapkan sistem Islam yang sahih sebab berasal dari Sang pencipta manusia, yaitu Allah Swt. Islam menempatkan negara sebagai penanggung jawab besar terbentuknya generasi unggul dan berkepribadian Islam. Oleh karenanya, negara wajib mengondisikan individu dan masyarakat agar memiliki mindset yang benar tentang hidup.

Setiap warga negara khilafah akan dibina untuk memahami jati dirinya sebagai hamba Allah sehingga selalu berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat.  Ketika ditimpa masalah, mereka akan fokus menyelesaikan masalahnya sesuai dengan syariat Islam. 

Masalah yang muncul pada generasi pun sejatinya tak akan lahir secara sistemik sebagaimana dalam sistem kapitalisme, sebab masyarakat dalam khilafah akan hidup dalam suasana Islami. Mereka berlomba-lomba dalam mengerjakan amal saleh, bukan berlomba-lomba mengejar materi dan kesenangan duniawi. Mereka akan terbiasa melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, sehingga pemahaman Islam dalam diri umat, termasuk generasi akan semakin menancap kuat.

Terbentuknya generasi yang mempu menyelesaikan persoalan hidupnya juga didukung oleh sistem pendidikan Islam yang diterapkan khilafah. Tujuan pendidikan yang berasaskan akidah Islam adalah menciptakan generasi berkepribadian Islam yang menguasai tsaqofah Islam dan Iptek. Maka, wajar khilafah akan mampu melahirkan generasi tangguh bukan generasi yang rapuh dan mudah menyerah. Khilafah akan memfasilitasi generasinya untuk menuntut ilmu, selain memberikan pendidikan gratis dan berkualitas. Khilafah juga menyiapkan orang tua untuk memiliki kemampuan mendidik generasi dengan cara dan tujuan yang benar. 

Dengan demikian, hanya khilafah yang mampu mencetak generasi tangguh dan membangun peradaban gemilang dengan menerapkan Islam kaffah di seluruh penjuru dunia. Wallahu a’lam bis shawwab.




Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini)

Minggu, 17 Maret 2024

Korupsi Taspen, Potret Hidup Kian Memprihatinkan



Tinta Media - Korupsi tidak lagi menjadi kasus yang baru terjadi di negeri ini. Berulang kali kasus korupsi terjadi, tanpa ada solusi pasti dan memberikan efek jera pada para pelaku. 

Cerminan Sistem Rusak 

Belum lama, terungkap lagi kasus korupsi. Kali ini terjadi di lembaga Taspen, yang merupakan lembaga tabungan dan asuransi pegawai negeri yang menjamin keuangan pegawai saat telah merampungkan masa kerjanya. Biasanya taspen disebut juga tabungan hari tua yang selalu ditarik dari gaji selama pegawai tersebut mengabdi menjadi aparatur sipil negara. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sedang menyidik dugaan kasus korupsi di PT Taspen (Persero). Berdasarkan keterangan KPK, kasus tersebut telah dinyatakan memasuki tahap penyidikan. Artinya, telah ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Berbagai alat bukti masih dalam proses pengumpulan. Juru bicara KPK, Ali Fikri menyatakan, kerugian negara atas korupsi tersebut mencapai ratusan milyar rupiah (cnbcindonesia.com, 8/3/2024). Terkait dugaan kasus tersebut, Kementerian BUMN telah menetapkan satu nama, yakni Antonius NS Kosasih. Buntutnya, BUMN pun menonaktifkan Antonius NS Kosasih dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT. Taspen.  

Menurut LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), harta ANS Kosasih bertambah Rp 7,68 miliar selama masa kepemimpinannya di Taspen. Harta kekayaannya meningkat signifikan, berupa tanah, bangunan, alat transportasi, dan kas serta setara kas (cnbcindonesia.com, 14/3/2024). Berbagai jabatan fantastis pernah didudukinya. Di antaranya, CFO PT Inhutani, dan Presiden Direktur yang juga merangkap sebagai Direktur SDM dan Umum PT Transportasi Jakarta periode 2014-2016. 

Buruknya integritas sumber daya manusia saat ini menjadi salah satu pemicu tingginya kasus korupsi. Inilah hasil dari sistem pendidikan sekularisme yang kini diterapkan. Konsep sekularisme kapitalistik menjadi asas utama pendidikan. Wajar saja, sistem tersebut akhirnya melahirkan watak sumber daya rakus yang tidak mempunyai batasan yang jelas. Konsep pemisahan agama dari kehidupan yang mengakibatkan kekeliruan pola pikir sehingga menciptakan pola sikap yang absurd. Agama tidak pernah menjadi konsep mendasar dalam sistem sekularisme. Kekayaan materi menjadi salah satu tolok ukur standar kebahagiaan. Wajar saja, tindakan korupsi menjadi subur dalam sistem rusak tersebut. 

Sistem ini pun diperparah dengan diterapkannya sistem politik demokrasi yang memberikan kesempatan besar terhadap berbagai kecurangan. Kekuasaan diraih dengan modal besar. Sehingga jabatan politik menjadi kesempatan emas untuk memperkaya diri untuk mengembalikan modal. 

Di sisi lain, kebijakan negara tidak mampu memberikan hukuman yang pasti bagi para koruptor. Sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Hukum dalam sistem politik demokrasi saat ini sangat lemah dan rentan kasus jual beli perkara. Lagi-lagi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai refleksi buruknya sistem destruktif. 

Sistem Islam, Menjaga Kualitas Sumber Daya Manusia 

Sistem Islam, satu-satunya sistem yang mampu mengeliminasi tindakan korupsi secara sistematis dan nyata. 

Korupsi merupakan tindakan pengkhianatan yang hukumnya haram secara syariat Islam. Korupsi adalah bentuk sikap khianat atas amanah yang diberikan. Demikian ditulis dalam kitab Nidzamul Uqubat yang ditulis Abdurrahman Al Maliki. 

Islam memiliki mekanisme yang mampu menuntaskan masalah korupsi hingga ke akarnya. 

Pertama, sistem politik Islam diterapkan sebagai sandaran pengaturan negara. Hal tersebut mampu menjaga setiap individu berpegang teguh pada nilai kejujuran atas landasan iman kepada Allah SWT. Politik dalam Islam adalah pengurusan seluruh urusan umat. Dan hal tersebut akan dipertanggungjawabkan di hari hisab kelak. 

Rasulullah SAW bersabda, 

"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim) 

Kedua, korupsi mampu dinolkan dalam sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Dengan demikian, setiap individu mampu terikat aturan syara' dengan sempurna sebagai bentuk ketundukan pada aturan Allah SWT. Sumber daya manusia yang terlahir adalah individu penuh iman dan takwa, senantiasa waspada terhadap segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran hukum syara'. Sehingga mampu terbentuk pola pikir dan pola sikap yang senantiasa menyandarkan tingkah laku dan prosesnya pada syariat Islam. 

Ketiga, sistem sanksi yang melahirkan efek jera. Negara mampu menetapkan kebijakan dan  peraturan berdasarkan hukum syariat Islam yang adil dan menghindarkan setiap individu dari kezaliman. Korupsi dikategorikan sebagai perbuatan menzalimi rakyat. Hukumannya bervariasi tergantung kerugian yang diakibatkannya. Mulai dari hukuman penjara, pengasingan hingga hukuman mati. Dan semuanya ditetapkan oleh negara. 

Dengan demikian masalah korupsi mampu dituntaskan dengan solusi yang mendasar. 

Semua konsep tersebut hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam berinstitusikan khilafah.  Kepemimpinan yang amanah akan melahirkan pengurusan kepentingan umat yang jauh dari khianat.
 
Wallahu alam bisshowwab.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor 

Sabtu, 02 Maret 2024

Potret Buram Generasi Muda Indonesia



Tinta Media - Beberapa kasus tindak kriminalitas yang dilakukan oleh generasi muda saat ini semakin meningkat. Bukan hanya sekedar terkait pergaulan muda-mudi yang semakin bebas, tapi juga beberapa aksi kriminalitas yang meresahkan. Bahkan yang terbaru seorang remaja laki-laki usia 16 tahun menjadi pelaku pembunuhan satu keluarga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim). Aksi keji tersebut dilakukan diduga lantaran adanya sakit hati serta dendam terkait asmara. Lebih dari itu remaja tersebut juga dengan tega memperkosa salah satu korbannya. Akibat perbuatannya, pelaku terancam mendapatkan hukuman mati.

Tentunya kasus ini menambah potret buram perkembangan generasi muda bangsa saat ini. Disaat bangsa ini membutuhkan perubahan terhadap kondisi yang ada, kasus tersebut justru semakin menjauhkan harapan bangsa terhadap generasi muda. Selain itu, hal ini juga menambah potret buram gagalnya sistem pendidikan Indonesia dalam mewujudkan peserta didik sebagai harapan generasi penerus bangsa yang berkepribadian akhlakul karimah. 

Kasus kriminalitas dilakukan generasi muda bukan kali ini saja terjadi, namun terus berulang setiap waktunya. Tentunya kejadian kriminalitas yang terus berulang, menunjukkan adanya kelemahan terhadap sanksi hukum yang diberlakukan. Tidak adanya efek jera ditengah-tengah masyarakat, menjadikan kasus-kasus kriminalitas akan selalu ada dan tidak mampu mencegah individu dalam melakukan aksi kejahatannya. Sistem aturan kapitalis liberalis yang memberikan kebebasan setiap individu masyarakat dalam menjalankan kehidupannya menjadikan generasi muda terjebak dalam derasnya pergaulan bebas yang diiringi dengan barang terlarang seperti narkotika, minuman keras sampai seks bebas. Aturan agama yang sekian lama ditinggalkan, semakin menambah jejak-jejak setiap individu untuk melakukan perbuatan buruknya.

Sehingga hal tersebut harusnya menjadi evaluasi pemerintah untuk memperbaiki sistem aturan bernegara yang ada saat ini. Bukan hanya terkait satu aspek saja tapi juga menyeluruh, agar solusi yang diberikan bukan solusi tambal sulam. Negara berkewajiban menjamin terlaksananya sistem kehidupan yang terbaik, mulai dari sistem pendidikan sampai sistem berkehidupan. Sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi muda sebagai penerus bangsa yang diharapkan, sistem sanksi hukum yang mampu mencegah kembalinya kejahatan untuk berulang dan mengembalikan serta memastikan setiap individu untuk kembali pada aturan agama sehingga terbentuklah individu-individu masyarakat yang bukan hanya taat pada aturan negara namun beriringan terhadap aturan agama. Utamanya generasi muda saat ini yang semakin jauh dari aturan agama dan negara, maka terbentuklah para generasi bangsa yang diharapkan.

Oleh: Putri YD
Sahabat Tinta Media

Kamis, 29 Februari 2024

Memilukan, Potret Generasi Oplosan Berujung Malapetaka



Tinta Media - Tidak habis pikir, mengoplos ciu gedang klutuk dengan ciu varian leci untuk berpesta pora malah berujung petaka. Duka memilukan kembali terjadi di kalangan anak muda. Meninggal usai pesta miras bersama keenam temannya. 

Naas! Kematian berpihak pada salah satu peserta miras tersebut. Kabar ini di lansir dari sorot.co bahwa melibatkan 2 perempuan dan 5 laki-laki terjadi di lapangan Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, (9/2/2023).

Seperti yang diketahui bahwa di negeri yang mayoritas muslim ini, menentang keras mengonsumsi miras. Selain hukumnya haram menurut Islam dianggap melanggar kode etik karena menimbulkan banyak kekacauan seperti kecelakaan, pembunuhan, pemerkosaan, kecanduan, bahkan kematian.

Adapun hasil riset dari Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) menunjukkan tahun 2014, jumlah remaja pengonsumsi minuman keras dengan persentase 23% atau setara 14,4 juta orang dari jumlah remaja di Indonesia. Artinya bahwa konsumsi miras ini menyebar merata di negeri ini.

Begitu ambigu ketika narasi yang dibangun di tengah masyarakat meninggalnya korban miras oplosan ini akibat diterapkannya aturan pelarangan miras di negeri ini. Sebagaimana diketahui peraturan yang tertuang dalam Keppres Nomor 3 tahun 1997 yang berisi produksi alkohol hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Sedangkan batasan umur juga ditetapkan yang boleh membeli alkohol yang berusia di atas 25 tahun, untuk tempat peredarannya pun ditetapkan alkohol golongan A dengan kadar 1-5%, golongan B yang berkadar alkohol 5-20% dan C di atas 20% hanya boleh dijual di hotel bar, restoran, dan tepat tertentu yang ditentukan pemerintah daerah.

 Namun Keppres Nomor 3 tahun 1997 ini pun dianggap belum cukup pada April 2015 keluarlah Peraturan Menteri perdagangan nomor 6 tahun 2015 tentang pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol (minol) yang isinya, pemerintah melarang minimarket menjual minol.

Selanjutnya muncul RUU larangan minol yang diusulkan oleh Partai Keadilan Sejahtera dan P3 hingga kini RUU ini di meja DPR kendala utama pembahasan RUU yang sejak periode DPR RI 2009 sampai 2014. Dan yang terbaru Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 menyoal larangan minuman beralkohol (minol) belum di bahas di Baleg.

konsekuensinya khamr boleh beredar karena memang peraturan yang ada rancu. Realitas ini lahir dari paradigma sekularisme kapitalis, sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan manusia. Sehingga para pemegang kekuasaan bisa membuat aturan sendiri tidak peduli halal - haram.

Semuanya didasarkan pada nilai manfaat selama bermanfaat dengan arti menghasilkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya tak terkecuali dalam hal pendapatan negara maka sudah selayaknya menjadi komoditas untuk diproduksi secara massal.

Kita lihat regulasi soal miras ini begitu sulit ditetapkan karena basis regu abu-abu tidak jelas ukuran manfaat setiap kepala manusia. Berbeda pada awalnya pengaturan miras adalah karena dampaknya yang sangat buruk di masyarakat.

Makin ke sini pertimbangan manfaat ekonomi lebih dikuatkan bahkan ada upaya membenturkan dengan ritual keagamaan dan adat istiadat yang menggunakan khamr atau miras larangan peredaran khamar seolah menimbulkan konflik.

Realitas hari ini wajar saja tidak memberikan efek jera karena sanksi yang diterapkan bersifat parsial saja terlebih aturan yang ambigu seperti mengikuti kepentingan. Sehingga bentuk kejahatan makin berkembang dan beragam seperti kasus ini.

Pemuda zaman now mencerminkan bobroknya sistem yang diterapkan oleh negara. Mirisnya dari ideologi ini melahirkan generasi dengan pemikiran bercorak liberal atau bebas. Role modelnya tentu kebarat-baratan, dan bisa dipastikan bahwa idola mereka tidak menjadi islam sebagai aturan kehidupan bahkan mungkin bukan muslim.

Menjadi hal biasa ketika kemaksiatan itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasus ini adalah mengonsumsi miras, karena buah dari pemikiran liberal standar taraf berpikirnya "urusin hidup masing-masing". 

Dilarang membawa agama untuk urusan dunia,  ketika mengingatkan di anggap menyerang bahkan memanipulasi dianggap sok suci, paling benar sendiri dsb yang sejatinya tidak menggambarkan pribadi Pancasila. Poin pertama Pancasila adalah " Ketuhanan Yang Maha Esa". Mendudukkan Tuhan sebagai pengambil kebijakan, seharusnya.

Ketika penciptanya saja dilanggar sangat berpotensi sekali melanggar aturan buatan manusia. Menjadi lumrah ketika ada hukuman pidana tetapi semakin meningkat pula berbagai bentuk kriminalitas di negeri ini.

Lain situasi lain solusi, apabila dalam keadaan yang dikondisikan oleh mabda Islam tentu problem seperti ini akan mudah diatasi serta memberikan efek jera sehingga pelaku tindak kriminal akan berpikir berulang kali untuk melakukan aksinya.

Ketika sebuah negara menjadikan Islam sebagai aturan kehidupannya sudah pasti akan mengadopsi sumber hukum berdasarkan al-Qur'an, sunnah, ijma sahabat, dan qiyas.

Mengingat hukum dari zat khamar sendiri adalah haram, sudah bisa dipastikan apabila dikonsumsi pasti akan mendatangkan banyak mudzarat. Terlebih berdasarkan medis memang khamr mendatangkan banyak kerugian untuk tubuh manusia.

Sesungguhnya Allah maha mengetahui dari pada makhluknya, diabadikan di dalam surah Al-Maidah ayat 90 - 93 bahwasanya aktivitas meminum khamr hanya akan menghalang-halangi untuk mengingat Allah dan melaksanakan shalat karena memang shalat dikerjakan dalam keadaan sadar. Allah juga mantion ke umat-Nya untuk menjauhi perbuatan al-khabih (tercela) karena itu mencerminkan langkah setan.

 Islam melarang total semua hal yang terkait dengan miras mulai dari pabrik miras, distribusi miras, toko yang menjual, hingga konsumen. Negara wajib menjalankan syariah baik dalam menetapkan standarisasi halal nya suatu produk, produsen tidak menyeleweng, dan pendistribusian produk yang jelas dan aman untuk konsumen.

Jika ditemukan pengedar khamr harus dijatuhi sanksi yang lebih keras daripada orang yang meminum khamr sebab tingkat berbahaya jauh lebih besar bagi masyarakat.

Rasulullah bersabda, "Bahwa Allah melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasaannya, orang yang mengantarnya, dan orang-orang yang meminta diantarkan, hadis riwayat Ahmad." Sangat jelas bahwa tidak ada aktivitas yang baik di dalam khamr.

Luar biasanya sistem Islam yang mengondisikan negara untuk taat kepada sang pencipta. Sehingga menghentikan jatuhnya korban miras oplosan bukan hanya sekedar membuat regulasi yang didasarkan pada kemanfaatan semata. Miras harus diberantas baik tipe a, b, c maupun yang oplosan.

Aturan yang mampu berdiri tegak di hadapan miras hanyalah aturan Islam dan sistem yang kompatibel untuk menerapkan aturan Islam adalah sistem Islam dengan wujud berupa Daulah Khilafah Islamiyah Semua ini hanya terwujud dalam sistem kehidupan Islam hanya khilafahlah yang mampu menjaga akal dan memuliakan manusia di antara makhluk Allah lainnya.

Wallahu'alam Bisowab.



Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Sahabat Tinta Media)

Sabtu, 24 Februari 2024

Potret Buram Negeri Ini, Pendidikan Gagal Wujudkan Generasi Terpuji



Tinta Media - Sangat miris sekali, baru-baru ini kita dihebohkan dengan kabar pembunuhan yang dilakukan seorang siswa SMK terhadap 1 keluarga yang beranggotakan 5 orang di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Bagaimana bisa seorang pelajar usia sekolah berbuat hal yang sangat di luar batas, bukan hanya membunuh, pelaku juga memperkosa ibu dan anak yang menjadi korban pembunuhan nya sendiri. 

Dalam laman Kompas.com (08/02/2020).  Pelaku yang merupakan pelajar SMK ini masih berumur 17 tahun, sebelum melakukan pembunuhan dikabarkan dia sedang minum minuman keras bersama teman-temannya. Setelah pulang ternyata dia mengambil parang sepanjang 60 centimeter lalu pergi ke rumah korban yang merupakan tetangganya sendiri. Saat ayah korban baru pulang, pelaku mematikan lampu dan melakukan aksinya, istri dan anak-anak korban yang terbangun pun ikut menjadi korban pembunuhan yang dilakukannya. 

Setelah melakukan pembunuhan, pelaku juga memperkosa ibu dan anak tertua korban yang sudah meninggal, pelaku juga sempat berpura-pura menjadi saksi sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Motif pembunuhan ini lantaran sakit hati hubungannya dengan anak korban tidak direstui, serta masalah pinjaman barang yang tidak kunjung dikembalikan. 

Sistem Sekuler Kapitalis Menghasilkan Individu Sadis 

Jika ditelisik penyebab pembunuhan hanya karena hal sepele, dan pelaku merupakan remaja yang masih duduk di bangku sekolah, bagaimana mungkin anak usia belasan tahun ini tega melakukan pembunuhan dan pelecehan satu keluarga yang masih bertetangga dengan rumahnya, darimana dia belajar sehingga mampu melakukan hal yang sangat tidak manusiawi. Apakah sudah hilang nurani? 

Pemisahan agama dari kehidupan dalam sistem sekuler menjadikan anak-anak generasi muda krisis identitas, tak adanya standar keimanan mengakibatkan mereka berbuat sesukanya, tanpa peduli pada dosa sebab yang mereka kejar hanya kehidupan dunia, obsesi mendapatkan apa saja dengan cara mudah tentu membuat mereka menerjang batas halal haram, karena yang penting keinginan bisa mereka dapatkan. 

Adanya sistem kapitalis juga menimbulkan semua orang berlomba-lomba menjadi yang teratas, meraih keuntungan dan kekuasaan dengan cara menginjak siapa pun yang menjadi hambatan. Hal ini juga terjadi dalam generasi muda, mereka berpikir uang adalah segalanya, jadi bekerja demi mengumpulkan kekayaan, bahkan rela melakukan pekerjaan haram sebab dapat memberikan banyak keuntungan dalam waktu singkat. 

Islam Menghasilkan Generasi Mulia dan Santun 

Dalam sistem pendidikan Islam memberlakukan adab sebelum ilmu, para ulama terdahulu mempelajari adab selama bertahun-tahun, setelah itu barulah mereka mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, Al Qur'an juga ditanamkan pada anak sejak dini, mereka diperkenalkan dan menghafalkan isi Al Qur'an. Itu sebabnya dalam Islam orang berilmu akan sangat disegani, sebab bukan hanya pintar tapi sangat baik akhlaknya. 

Dalam negara Islam, sistem pendidikan memakai hukum syara' sebagai landasan kurikulum pendidikan, memberikan aturan pada anak sesuai dengan syariat Islam, dan juga mendidik anak agar menjadi pribadi yang mau berusaha bersungguh-sungguh jika ingin mendapatkan sesuatu, sebab proses yang tidak instan inilah tercetak generasi yang gemilang dan berbudi luhur. 

Peran guru yang sangat besar dalam mendidik anak juga dihargai dengan pantas, ujroh (gaji) yang diberikan sangat besar, sehingga tak ada guru yang hanya asal mengajar, melainkan benar-benar ingin menghasilkan anak didik yang terbaik. Biaya pendidikan ditanggung oleh negara, jadi tidak ada alasan anak putus sekolah akibat tak punya biaya. 

Terlepas dari peran sekolah dan guru, peran orang tua dan masyarakat juga sangat berpengaruh besar terhadap anak, maka ibu sebagai madrasah pertama bagi anak bisa memaksimalkan perannya di rumah, sebab kebutuhan pokok masyarakat diberikan oleh negara, negara juga menyediakan lapangan pekerjaan terutama bagi kepala keluarga, menciptakan fondasi keluarga yang utuh dan kokoh akan membuat anak tidak mudah goyah ketika menghadapi godaan di luar rumah. Negara juga akan menciptakan lingkungan masyarakat yang Islami, agar anak semakin terjaga. 

Negara bisa memfilter tontonan, baik di media televisi ataupun gadget, agar tidak ada anak yang terpapar hal negatif ketika memakai gadget, serta memberikan batasan umur untuk ada yang boleh memiliki gawai sendiri. Ketika keluarga, masyarakat,  dan sekolah bekerjasama, maka ruang untuk terjadinya penyimpangan pada anak semakin sempit. 

Khatimah 

Saat ini di sekolah atau pun pada masyarakat sudah  banyak tersusupi virus negatif akibat tidak adanya filter dari tontonan yang dapat ditiru oleh anak. Banyaknya pornoaksi sebab masyarakat dibebaskan melakukan apa saja juga sangat berpengaruh dalam merusak pikiran dan akhlak pada anak. Jauhnya agama membuat mereka tsk memiliki benteng pertahanan dari hal buruk yang bisa menimpa atau mereka lakukan. 

Berbeda dengan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, Islam sangat mengutamakan pendidikan terutama akhlak dan akidah pada anak, Islam menjaga batasan antara laki-laki dan perempuan, Islam juga memberikan sanksi tegas yang memiliki efek jera dan tindakan pencegahan agar tidak ada lagi kejadian yang sama. Islam memaksimalkan peran orang tua dalam mendidik anak, juga memberikan pelayanan terbaik dalam pendidikan. 

Sebagai aturan yang berasal langsung dari Allah SWT sang pencipta manusia, tentunya syariat Islam sangat cocok sekali untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat, dan negara. Sebab ketika syariat dilaksanakan maka akan datang rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu A'lam Bisshowab.


Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru) 

Senin, 19 Februari 2024

Generasi Sadis, Potret Buram Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Sungguh miris, perilaku sadis generasi terus berulang. Hal ini menunjukkan bahwa akar masalah tersebut belum tersentuh, belum ada solusi yang mampu menyelesaikan secara tuntas dan sempurna. Penerapan sistem demokrasi kapitalis sekuler telah melahirkan kerusakan yang begitu parah pada generasi.

Sebagaimana dikutip dari laman Republika.co.id (8/2/24), terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga yang berjumlah lima orang. Diduga, motif pembunuhan tersebut adalah persoalan asmara dan dendam pelaku pada korban.

Kasus ini merupakan salah satu potret buram kondisi generasi hari ini dan merupakan konsekuensi dari penerapan sistem hidup (demokrasi kapitalis sekuler) yang lahir dari akal manusia, yaitu ketika kehidupan diatur dengan aturan buatan manusia. Padahal, akal manusia lemah dan terbatas untuk menentukan baik dan buruk. 

Aturan demokrasi kapitalis sekuler telah memisahkan agama dari kehidupan. Ketika berbuat, manusia tidak menghadirkan Allah Swt, tidak menghiraukan apakah perbuatan itu diridai atau tidak oleh Allah Swt, tidak peduli apakah berpahala atau berdosa.

Kegagalan dan kerusakan yang dihasilkan oleh sistem demokrasi kapitalis sekuler ini bisa dilihat dari berbagai aspek. Aspek pendidikan misalnya, telah gagal mewujudkan siswa didik  berkepribadian Islam, bersikap baik dan terpuji berakhlak mulia, tidak mudah menyakiti sesama, dan memiliki kepedulian yang tinggi pada orang lain. Sebaliknya, sistem pendidikan sekuler kapitalis hari ini telah menghasilkan siswa didik yang tega melakukan perbuatan sadis dan keji. 

Hal ini wajar terjadi, karena sistem pendidikan saat ini tegak atas dasar sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Akibatnya, peserta didik tidak menghadirkan Allah Swt dalam setiap perbuatan. Baginya, yang penting perbuatan ini memenuhi hawa nafsu, memberikan manfaat dan kesenangan. Halal atau haram ditinggalkan. 

Kondisi tersebut diperparah dengan kelirunya tujuan sistem pendidikan, yaitu tidak untuk mencetak siswa didik dengan kepribadian baik tetapi lebih mengejar target. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka harus memiliki pekerjaan yang menjanjikan dengan gaji yang fantastis.

Selain itu, sistem kapitalisme juga gagal dari aspek lemahnya sistem sanksi karena tidak mampu memberikan efek jera kepada pelaku. Tidak ada rasa takut pada diri mereka sehingga kembali mengulang kejahatan yang sama. Artinya, mereka berpotensi kembali melakukan kejahatan di masa depan. 

Di sisi lain, didapati adanya kemudahan akses terhadap minuman keras. Padahal, efek buruk minuman keras sangat membahayakan manusia, misalnya dari sisi kesehatan dan normalnya fungsi akal. Ini karena minuman keras bisa menyebabkan terganggunya fungsi akal seseorang sehingga berpotensi melakukan kejahatan. 

Sulitnya menghentikan peredaran minuman keras ini dikarenakan paradigma berpikir yang digunakan di sistem demokrasi kapitalis sekuler adalah manfaat. 

Dikutip dari money.kompas.com (13/11/2020) manfaat yang diperoleh dari penerimaan cukai per 31 Juni 2020 dari hasil tembakau (HT), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Etil Alkohol (EA), mengalami pertumbuhan 7,01 persen jika dibandingkan bulan Juli tahun 2019 lalu. 

Islam memiliki sistem kehidupan terbaik, yang tegak berdasarkan asas akidah Islam. Di antaranya adalah sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam, yaitu generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, berbuat sesuai dengan tuntunan syariat Allah Swt, hanya melakukan apa yang diperintahkan Allah Swt., serta meninggalkan perkara yang dilarang Allah, selalu merasa diawasi Allah di mana pun berada, memahami bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

Sistem sanksi yang menjerakan hanya ada pada sistem Islam. Ketika seseorang membunuh dengan alasan yang tidak dibenarkan oleh syariat, maka sanksinya berat. Nyawa dibalas dengan nyawa. Hal ini akan menjadikan seseorang berpikir ulang jika akan melakukan kejahatan.

Allah Swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) Qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh … (QS Al Baqarah 178)

Sistem Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan sejak awal, yaitu dengan membentuk keimanan yang kokoh pada Allah Swt, membentuk kepribadian Islam melalui hadirnya sistem pendidikan Islam. Khamar yang merupakan induk kejahatan diharamkan sehingga tidak akan dibiarkan beredar tanpa alasan apa pun. Di samping itu, aktivitas amar makruf nahi mungkar digalakkan di tengah masyarakat sehingga mampu mencegah seseorang bermaksiat dan berbuat kejahatan.

Demikianlah penjelasan singkat tentang kesempurnaan ajaran Islam yang akan mampu menjadi solusi, melahirkan, dan menjaga generasi mulia pembangun peradaban emas. Sudah saatnya manusia bersegera mengambil dan menerapkan aturan hidup dari Allah Swt semata agar predikat sebagai umat dan generasi terbaik dapat diraih.

Allah Swt. berfirman, "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (QS Ali Imran 110)


Oleh: Farah Sari
Sahabat Tinta Media

Rabu, 14 Februari 2024

Film Dirty Vote, IJM: Potret Buram Politik Indonesia



Tinta Media - Menyikapi beredarnya film dokumenter Dirty Vote menjadi trending topik, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana menilai, ini  potret buram politik di republik Indonesia. 

"Dirty Vote seakan ingin menyajikan potret buram politik di Republik Indonesia," ujarnya dalam video:  Dirty Vote, Why? Di kanal Youtube Justice Monitor, Senin (12/2/2024). 

Dirty Vote, menurut Agung, adalah  sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia. 

"Dirty Vote juga menceritakan soal kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang cukup berbahaya dalam negara hukum," imbuhnya. 

Agung menegaskan,  film ini seolah mengingatkan pentingnya bagi publik dalam merespons praktik kecurangan. 

"Ingatlah kekuasaan itu ada batasnya tidak pernah ada kekuasaan manusia yang abadi," tandasnya. 

Menurutnya, sebaik-baiknya kekuasaan adalah meski masa berkuasa pendek tapi bekerja demi rakyat dengan menerapkan sistem hukum yang adil. 

"Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya," pungkasnya.[] Muhammad Nur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab