Tinta Media: plastik
Tampilkan postingan dengan label plastik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label plastik. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Februari 2024

Tumpukan Sampah Plastik, Buah Sistem Kapitalistik



Tinta Media - Sampah lagi ... sampah lagi. Jika diperhatikan, urusan sampah ini kian hari kian tidak terkendali. Negara abai dalam mengurus persoalan sampah, ditambah lagi rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Fakta tersebut menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan negara dalam mengatur, menjaga, melindungi, melayani, dan berinovasi.

Seperti yang dikutip oleh media katadatacom (07/02/2024), sampah plastik menumpuk sampai 12 ton di RI. Indonesia menghasilkan sampah plastik sebesar 12,87 ton per tahun. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Maka dari itu, isu sampah plastik ini menjadi fokus dalam harian peduli sampah nasional (HPSN) yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.

Sebenarnya negara sangat mampu mengatasi. Hanya saja, negara setengah hati dalam melakukan proses penanganannya. Negara ini tidak kekurangan orang-orang hebat yang berkompeten. Banyak tangan ahli yang dapat diajak bekerja sama untuk mengatasi urusan plastik.

Saat ini sudah ada beberapa penemuan tunas bangsa, seperti di Universitas Brawijaya dan Sepuluh November. Akan tetapi, belum mendapatkan dukungan, apalagi modal pengembangan hasil temuan. Hal semacam inilah yang seharusnya ditindaklanjuti agar segera terwujud teknologi mutakhir yang berguna untuk membantu mengatasi persoalan sampah plastik 

Namun sayangnya, negara seakan-akan sibuk sendiri, berkoalisi sana sini tiada henti, selalu berjanji-janji. Namun, urusan sampah nyata di depan mata terbengkalai.

Ini adalah satu bukti lagi yang seharusnya membuka mata kita, bahkan dunia bahwa tidak ada satu pun permasalahan yang dapat terselesaikan dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler. Alih-alih mengatasi, justru sistem ini merusak ciptaan Yang Kuasa, sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (TQS Ar-Rum ayat 41)

Seharusnya negara hadir dengan segala macam inovasinya. Negara menjalankan semua fungsinya sebagai pengurus rakyat, termasuk dalam mengedukasi atau menyadarkan masyarakat terkait bahaya limbah plastik. Semua komponen negara berfungsi dengan baik, siap, sigap, dan tepat apabila negara dikepalai oleh imam atau dipimpin oleh seseorang yang taat akan syariat, menjadikan aturan Allah sebagai dasar hukum kepengurusan negaranya. 

Allah berfirman yang artinya,

"Dan Kami telah menghamparkan gunung-gunung dan Kami jadikan padanya segala sesuatu menurut ukuran, dan Kami telah jadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, Kami menciptakan juga makhluk-makhluk yang sekali-kali bukan kamu pemberi rezeki padanya." (TQS Al-Hijr ayat 19-20)

Islam menjawab semua problematika kehidupan masyarakat, termasuk urusan sampah. Negara akan mengembangkan riset terpadu untuk mengali pengolahan sampah dengan teknologi mutakhir agar sampah dapat menjadi bermanfaat. 

Negara juga akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan bahayanya jika terus-menerus membiarkan tumpukan sampah plastik semakin banyak tanpa ada pengelolaan yang benar. Selain merusak pemandangan dan mencemari kebersihan lingkungan, sampah juga menjadi sumber penyakit akibat penggunaan limbah plastik yang kian masif. Wallahu alam.


Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media

Minggu, 18 Februari 2024

Permasalahan Sampah Plastik Butuh Solusi Mendasar



Tinta Media - Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah tertinggi di dunia dan di antara sampah yang paling banyak adalah sampah plastik. Ketergantungan kepada plastik sekali pakai seperti kantong plastik, botol minuman dan plastik makanan menyebabkan meningkatnya volume sampah setiap tahunnya. Belum lagi sektor industri dan ekonomi juga berkontribusi pada meningkatnya produksi sampah plastik. 

Dilansir dari Katadata.co.id, (7/2), Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023, darurat sampah masih terjadi di sejumlah daerah. Berdasarkan data di Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup, ada 5 Provinsi penghasil sampah terbanyak di Indonesia. Di antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan terakhir penyumbang sampah terbanyak adalah Banten. 

Kurangnya Pengelolaan Sampah Plastik 

Banyaknya sampah plastik yang bertumpuk di setiap TPS, menjadi bukti kelalaian negara dan rendahnya kesadaran warganya akan bahaya sampah plastik. Plastik masih menjadi alternatif masyarakat sebagai bungkus makanan dan bungkus barang karena dari sisi harga relatif lebih murah. 

Selain itu, penyebab lain yang menjadikan sampah menumpuk adalah lemahnya inovasi di negeri ini. Walaupun pemerintah sudah menganjurkan reuse, yaitu menggunakan kembali barang-barang yang terbuat dari plastik, reduce yaitu mengurangi kegiatan pembelian barang-barang plastik dan  recycle, proses mengolah kembali plastik. Namun, semua anjuran tersebut tidak berpengaruh, sebab jika hanya sekadar anjuran tanpa ada keterlibatan negara dalam pengelolaannya tidak akan menghasilkan solusi. Jadi, tidak heran jika tumpukan sampah masih menjadi pemandangan yang menjijikkan hingga saat ini. 

Kesadaran warga akan bahaya plastik masih minim, padahal sampah plastik sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Plastik merupakan bahan yang membutuhkan waktu lama untuk terurai. Kantong plastik misalnya, baru bisa terurai antara 10-500 tahun, gelas plastik sekitar 50 tahun dan sedotan plastik akan terurai sekitar 20 tahun. 

Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap racun yang berbahaya bagi kesehatan. Dampaknya bisa memicu kanker, gangguan pertumbuhan janin dan kerusakan organ. Tidak hanya itu, sisa pembakaran sampah plastik yang terkubur di dalam tanah pun bisa terserap oleh tanaman seperti sayuran, hal lainnya bisa mencemari sumber air tanah yang kemudian dikonsumsi manusia. 

Bagi lingkungan, tumpukan sampah plastik di sungai yang kemudian bermuara di lautan akan berdampak pada kerusakan ekosistem laut. Kasus dari sampah plastik yang sering kita jumpai adalah hewan laut yang menelan sampah plastik, dan ada juga yang terjerat oleh sampah plastik. Belum lagi mikro plastik yang mencemari laut dan dapat merusak tatanan mata rantai makanan ekosistem laut. 

Berbagai bentuk sampah plastik yang mencemari lingkungan akan berbahaya jika terus menerus dibiarkan. Para pelaku industri dan ekonomi seharusnya lebih memperhatikan akibat dari penggunaan plastik makanan yang diproduksinya. Jangan hanya mengutamakan keuntungan tanpa menimbang akibat bahaya yang akan terjadi. 

Kurangnya pengelolaan dalam menangani sampah plastik adalah gambaran dari lemahnya sistem kapitalisme, yang hanya mengutamakan keuntungan saja. Akibatnya, alam pun menjadi rusak karena manusia berbuat sesuka hatinya dan jauh dari aturan Sang pemilik Alam yakni Allah SWT. 

Solusi Islam Menangani Sampah Plastik 

Islam mengharuskan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat termasuk dalam mengedukasi bahaya plastik. Negara juga akan mengembangkan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir, baik dalam menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan maupun dalam menghasilkan teknologi pengolahan sampah yang mempuni. Selain itu, negara akan memberikan bantuan khusus untuk inovasi penyediaan alternatif plastik yang didanai oleh negara. 

Inilah solusi mendasar pengelolaan sampah dalam Islam. Jika solusi ini diterapkan oleh negara, maka permasalahan sampah akan tuntas, masyarakat pun akan tetap bisa menikmati teknologi plastik yang ramah lingkungan. Dengan demikian, tidak ada lagi pencemaran lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan manusia dan hewan-hewan yang ada di lautan. 

Namun, negara seperti ini hanya ada dalam sistem Islam yang disebut dengan daulah khilafah. Hanya saja inovasi dalam khilafah terikat pada batasan syariat, yakni tidak boleh membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam secukupnya. Tidak seperti dalam sistem kapitalis liberal yang bebas memanfaatkan apa saja demi keuntungan. Wallahualam bishowab


Oleh: Yulia Putbuha
Sahabat Tinta Media 

Sampah Plastik Menggunung, Umat Butuh Solusi Mendasar



Tinta Media - Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada tahun 2023. Dirjen Pengolahan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebutuhan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Rosa mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada tanggal 21 Februari mendatang. 

Sampah plastik bukan masalah regional, melainkan sudah menjadi masalah global pada manusia, hewan dan lingkungan hidup. Tumpukan sampah plastik, membuktikan adanya kelalaian negara dan rendahnya kesadaran rakyat akan bahaya plastik. 

Sistem kapitalisme membuat cara berpikir manusia menjadi sempit, hanya mengutamakan keuntungan dan kemudahan semata tanpa memikirkan dampak kedepannya. 

Dari sisi masyarakat, memang dimudahkan dengan bahan atau wadah plastik yang harganya lebih murah dan terjangkau. Namun sampah yang dihasilkannya sulit untuk didaur ulang. Negara kapitalis tidak menyediakan teknologi ramah lingkungan, negara justru membuka lebar pemilik modal untuk terus memproduksi. 

Seharusnya peran negara tidaklah demikian. Negara haruslah hadir dalam menjalankan fungsinya mengurusi urusan rakyat. Negara seperti ini akan kita jumpai dalam sistem Islam yang bernama Daulah Khilafah. Yang sesuai sabda Rasulullah Saw ;
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas urusan rakyat-rakyatnya." 
(HR. Al-Bukhari) 

Negara wajib mengedukasi rakyat terhadap bahaya plastik. Terutama bagi kesehatan dan lingkungan.
Negara juga harus memberikan inovasi dan pengembangan ilmu. Apa pun masalahnya, solusinya hanya dengan kembali kepada sistem Islam, karena khilafah selalu berpatokan kepada batasan syariat, tidak akan membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam dengan secukupnya. 

Wallahu a'lam bish shawwab 

Sumber : katadata.co.id (Rabu, 7 Februari 2024)


Oleh: Umma Aisha - Raharza Plaza 
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab