Tinta Media: perspektif
Tampilkan postingan dengan label perspektif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perspektif. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 November 2024

Perlindungan Hakiki bagi Guru dalam Perspektif Islam


Tinta Media - Maraknya kasus guru yang dipidana hanya karena memberi pendidikan kepada siswa kini sedang hangat diperbincangkan oleh publik. Salah satunya adalah kasus guru honorer Supriyani yang dilaporkan seorang polisi karena menghukum anak didiknya di Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal ini mencerminkan kenyataan bahwa masih banyak guru yang mengalami diskriminasi dan penghakiman yang tidak adil dalam menjalankan tugas mendidik mereka.

Sebelumnya, beberapa kasus serupa telah terjadi, seperti kasus Maya guru di SMPN 1 Bantaeng, Mubazir di SMAN 2 Sinjai Selatan, Darmawati di SMAN 3 Parepare, dan bahkan kasus guru Zaharman yang mengalami kebutaan permanen, karena kekerasan yang dilakukan oleh orang tua siswa setelah guru tersebut menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah.

Dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, guru menghadapi tantangan yang kompleks dalam membimbing generasi. Selain kurangnya kesejahteraan yang diberikan negara kepada para guru, ada tambahan beban administratif serta sistem pendidikan yang memberi tekanan pada prestasi dan angka. Ini menjadikan proses mendidik semakin rumit, terlebih ketika upaya mendidik mereka diinterpretasikan negatif oleh pihak-pihak lain, membuat mereka rentan terhadap tuntutan hukum, terutama setelah undang-undang perlindungan anak diadopsi.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kriminalisasi terhadap guru, selain interpretasi yang salah terhadap tindakan pendidikan sebagai kekerasan, perbedaan dalam pemahaman tujuan pendidikan antara berbagai pihak seperti orang tua, guru, masyarakat bahkan negara memberikan kontribusi besar dalam masalah ini. Misalnya, orientasi pendidikan saat ini lebih tertuju pada angka-angka prestasi atau kesiapan kerja karena adanya tekanan dari masyarakat dan dunia kerja. 

Banyak orang percaya bahwa tingkat kesuksesan seseorang dapat diukur dari prestasi akademik atau kesiapan kerja mereka. Oleh karena itu, pendidikan saat ini cenderung fokus pada hal-hal tersebut untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi persaingan di dunia kerja yang semakin ketat. Namun, pemerintah melupakan pentingnya penekanan pada moral dan agama untuk pengembangan karakter, dan kecerdasan emosional dalam pendidikan.

Bermacam-macam masalah ini muncul di dalam era kapitalisme sekuler sebagai akibat dari pemisahan individu dan negara dari agama, sehingga negara sekuler sering kali memiliki undang-undang yang kurang kuat, karena semata-mata didasarkan pada pemikiran manusia yang terbatas. Contohnya, UU Perlindungan Anak dan UU Guru menjadi terlihat bertentangan.

Sistem kapitalisme juga telah mendorong materialisme yang berdampak pada pendidikan dan tujuannya. Dalam sistem ini, negara hanya fokus pada perubahan kurikulum tanpa memberikan dampak positif yang signifikan pada hasil pendidikan karena tujuannya hanyalah menghasilkan generasi yang siap bekerja. 

Orang tua juga berharap perubahan ekonomi keluarga melalui pendidikan. Sebagai akibatnya, guru semakin terpinggirkan dalam masyarakat yang lebih memprioritaskan hasil akhir dan keuntungan materi, sementara kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru semakin menurun tanpa diperhatikan.

Jika situasi seperti ini terus dibiarkan, maka wajar jika guru enggan menegakkan kedisiplinan terhadap murid, yang sejatinya juga akan berdampak negatif pada hasil pembelajaran. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana guru dapat tetap fokus untuk melaksanakan tugas mulia mereka di tengah kriminalisasi profesi yang semakin meningkat?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami perbedaan antara tugas mengajar dan mendidik. Seorang guru bertanggung jawab tidak hanya untuk memberikan pengetahuan, tetapi juga membimbing siswa dalam memahami nilai-nilai kehidupan. Pendidikan bukan hanya tentang memberikan informasi, tetapi juga membentuk karakter siswa secara etis dan moral. Sebab, pendidikan tidak hanya berfokus pada peningkatan kecerdasan kognitif, yang mana informasi dapat dengan mudah diakses melalui teknologi dan internet saat ini. Namun, nilai-nilai yang disampaikan oleh guru dalam proses pendidikan tidak dapat tergantikan oleh teknologi. Oleh karenanya, pendidikan mencakup aspek moral dan karakter yang tidak bisa digantikan oleh mesin atau kecerdasan buatan.

Di dalam paradigma Islam, profesi guru sangatlah mulia, karena ilmu adalah sumber kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Rasulullah mementingkan pendidikan dan pengajaran, serta menghargai guru sebagai penyebar ilmu dan nilai-nilai agama. Oleh karenanya, Islam mendorong umatnya untuk terus belajar dan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Kehadiran guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembentuk karakter generasi mendatang.

Oleh karenanya, penghormatan terhadap guru ditekankan dalam Islam, misalnya, para orang tua siswa dianjurkan untuk menjaga adab terhadap guru. Salah satu adab yang perlu diterapkan oleh murid dan orang tua terhadap guru adalah tidak mencari-cari kesalahan guru tersebut. Bukankah Allah Swt. dalam ayatnya menegaskan bahwa tidak baik mencari-cari keburukan orang lain dan menggunjing? Sehingga, para guru merasa aman dan terlindungi dalam proses belajar mengajar dalam sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam.

Demikian sebaliknya, motivasi utama guru dalam mengajar adalah untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Bukankah Rasulullah saw. mengatakan bahwa amal seseorang akan terus berlanjut setelah kematiannya melalui tiga hal, yang salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. 

Untuk menjadi guru berkualitas dalam Islam, maka fokus utama harus diberikan melalui pengajaran terbaik kepada siswa karena Allah.


Sementara, selain bertanggung jawab dalam menyediakan pendidikan yang merata dan berkualitas untuk seluruh rakyatnya, negara juga sebagai penanggung urusan umat yang wajib menjaga implementasi tujuan pendidikan Islam dengan menetapkan kurikulum yang sesuai dengan akidah Islam. Ini harus dilaksanakan agar mata pelajaran dan pendekatan pengajaran selalu berlandaskan pada nilai-nilai Islam. 

Negara juga harus memuliakan profesi guru dengan memberikan kesejahteraan melalui sistem penggajian yang adil. Berbagai kebijakan tersebut didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunah, sehingga memiliki kekuatan hukum yang valid untuk menyelesaikan masalah.

Dengan berkolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan negara, niscaya akan tercapai tujuan pendidikan Islam. Maka, perlindungan hak guru dan murid juga terjamin oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, sehingga dapat menciptakan generasi yang berkarakter dan membangun masa depan yang gemilang.
Wallahu'alam.



Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab