Tinta Media: persatuan
Tampilkan postingan dengan label persatuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label persatuan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Maret 2024

It’s Time to be One Ummah: Potensi Persatuan Umat dalam Naungan Khilafah



Tinta Media - Sebagai bagian dari masyarakat global yang hidup dalam keragaman budaya, etnis, dan agama, sudah saatnya kita umat Islam bersatu sebagai satu umat. Meskipun perbedaan-perbedaan ini dapat menjadi sumber konflik, kita juga harus mengakui kekuatan dan keindahan yang timbul ketika kita bersatu. Dalam dunia yang penuh dengan perubahan dan tantangan, saatnya untuk meletakkan perbedaan di sisi luar dan bersama-sama menjalani perjalanan ke arah kebaikan bersama. Inilah saatnya untuk menjadi satu umat.

Salah satu nilai utama dalam ajaran Islam adalah persatuan umat. Kita sering kali terpecah belah oleh batasan-batasan yang seharusnya tidak ada. Baik dalam urusan sosial, politik, atau ekonomi, kita harus bersatu untuk menciptakan masyarakat muslim yang adil dan harmonis. Dengan bersatu, kita dapat mengatasi berbagai masalah global seperti kemiskinan, perubahan iklim, dan konflik bersenjata.

Dalam dunia yang terus berkembang ini, rasanya semakin penting untuk kita semua bersatu sebagai satu umat di bawah naungan khilafah. Sudah saatnya kita mewujudkan potensi besar yang ada dalam persatuan umat Islam di bawah sistem pemerintahan khilafah.

Khilafah bukan hanya sekadar sistem pemerintahan, melainkan juga metode penerapan syariah Islam secara kaffah yang penuh makna. Ketika kita bersatu di bawah khilafah, kita memiliki kesempatan untuk menciptakan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai Islam, seperti keadilan, persaudaraan, dan keberagaman.

Dalam konteks khilafah, kita dapat menghargai perbedaan dan merangkul keberagaman sebagai kekayaan. Khilafah memberikan landasan bagi kita untuk hidup bersama dengan damai tanpa diskriminasi, karena setiap individu dihargai berdasarkan nilai-nilai iman dan amal shaleh.

Selain itu, khilafah juga memberikan peluang untuk membangun keberdayaan umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, dan sosial. Dengan bersatu di bawah naungan khilafah, umat Islam dapat menjadi agen perubahan positif yang memberikan kontribusi signifikan bagi kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.

Tentu saja, implementasi khilafah bukanlah tanpa tantangan, namun melalui dialog konstruktif dan partisipasi aktif dari seluruh umat Islam, kita dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dengan memahami nilai-nilai Islam dan mengimplementasikannya secara bijaksana, kita dapat menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkeadilan.

Saatnya untuk meninggalkan perpecahan dan membangun jembatan ke arah persatuan. Dengan bersatu sebagai satu umat, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik untuk generasi mendatang. Mari kita tinggalkan perbedaan-perbedaan yang memecah belah dan bergerak maju sebagai satu kekuatan yang mampu mengatasi setiap tantangan. Inilah waktunya untuk menjadi satu umat.

Jadi, mari kita bersama-sama merenungi dan mendukung gagasan bahwa “It’s Time to be One Ummah” dalam naungan khilafah. Dengan persatuan ini, kita dapat membawa dampak positif dalam menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua umat manusia.

Oleh: Achmad Luthfi
Pemerhati Anak Muda

Arah Pergerakan Aktivis Menuju Perubahan dan Persatuan


Tinta Media - Pergerakan menuju perbaikan yang diupayakan oleh para aktivis tentu merupakan salah satu bukti nyata kepedulian para aktivis, terutama aktivis mahasiswa terhadap permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Permasalahan di berbagai bidang seperti masalah ekonomi, sosial, politik, bahkan lingkungan mendorong para aktivis memperjuangkan perubahan dan perbaikan. 

Beberapa permasalahan yang dihadapi di antaranya terkait kasus kekerasan seksual sehingga dituntut penerapan UU TPKS maupun Permendikbud PPKS yang dianggap dapat mengatasi masalah KS di tengah masyarakat maupun lingkungan Perguruan Tinggi. Namun, nyatanya setelah peraturan tersebut dilegalkan pun ternyata kasus KS masih terus meningkat. 

Adapun permasalahan politik seperti pengesahan UU Ciptaker (Omnibus Law) dianggap sangat menguntungkan oligarki dan merugikan rakyat terutama para pekerja atau buruh. Undang-undang ini juga memuluskan ambisi penguasa untuk menggerus kekayaan alam negara demi kepentingan pengusaha asing. 

Permasalahan pendidikan juga masih merajalela. Masih banyak masyarakat yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena terkendala biaya. Ini karena pendidikan telah menjadi salah satu komoditas bisnis sehingga masyarakat kelas bawah secara ekonomi tidak mampu meraih pendidikan tinggi. 

Bahkan, sistem pendidikannya sendiri pun bermasalah. Ini dibuktikan dengan banyaknya pelanggaran norma maupun hukum oleh para pelajar. 

Permasalahan yang dihadapi pelajar tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ditanam dalam kurikulum pendidikan yang realitanya tidak menanamkan akidah atau kewajiban ketundukan kepada Sang Pencipta. 

Ekonomi juga turut mewarnai permasalahan yang dihadapi masyarakat, karena masih banyak masyarakat di bawah garis kemiskinan, bahkan kekurangan gizi. Masih banyak masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Ada juga masyarakat yang bermasalah dengan lahan tempat tinggal. Mirisnya, ada penggusuran lahan demi kepentingan industri sehingga masyarakat harus meninggalkan wilayah tempat tinggalnya secara terpaksa. Yang sering ditargetkan pun biasanya lahan yang memiliki potensi sumber daya alam tertentu, seperti bahan tambang, minyak bumi, perkebunan, dan sejenisnya. Semuanya dilakukan demi kepentingan bisnis para pemilik modal. Bahkan, kebijakan tersebut dilegalkan oleh pemerintah. 

Akar Masalah Problematika Umat

Perlu dipahami bahwa akar dari berbagai permasalahan tersebut diawali dari paradigma pengambilan kebijakan berdasarkan ideologi kapitalisme-sekuler. Orientasi untuk meraih keuntungan menjadikan kebijakan yang diambil bukan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Standar bahagia dan keberhasilan dalam sistem kapitalisme adalah kenikmatan jasmani yang dengan kata lain keuntungan berupa materi. Hal ini terbukti dari napas kebijakan-kebijakan yang disahkan hingga merugikan rakyat. Tentu hal tersebut terjadi karena ada pihak yang ingin merebut keuntungan materi. Peraturan dan kebijakan yang diambil berdasarkan pertimbangan logika manusia dengan segala keserakahan dan keterbatasannya.

Arah Perjuangan Perubahan

Jika akar masalah dari berbagai problematika yang terjadi di tengah masyarakat adalah penerapan ideologi kapitalisme dalam pengambilan kebijakan, maka sudah seharusnya perubahan yang diperjuangkan, khususnya para aktivis adalah perubahan ideologis pula. Perubahan parsial atau tidak mengakar justru hanya akan mempertahankan, bahkan menambah permasalahan baru. Perjuangan tersebut harus memutus rantai permasalahan yang disebabkan oleh sistem ideologi kapitalisme. 

Perubahan ideologis merupakan suatu hal yang harus diupayakan dan bisa diwujudkan. Hal ini terbukti pada perubahan peradaban di dunia. Harus ada perubahan peradaban manusia yang tidak manusiawi hingga menjadi peradaban manusiawi, cemerlang, bahkan gemilang. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa perubahan peradaban di tengah masyarakat seperti di wilayah Arab, Eropa, bahkan Nusantara. 

Sebelum datangnya Islam di Arab, ternyata peran wanita sangat hina dalam pandangan masyarakat Arab. Bahkan, bayi perempuan yang baru lahir harus dibunuh. Namun, setelah Islam disampaikan kepada masyarakat Arab, peran wanita menjadi sangat mulia. 

Hal serupa terjadi di Eropa. Masyarakat Eropa sangat erat dengan kepercayaan mistis hingga banyak penyakit bertebaran karena mereka belum mengenal tradisi menjaga kebersihan. Namun, setelah Islam sampai di Eropa, untuk pertama kalinya di Eropa ditemukan sabun sebagai alat untuk bersih-bersih. 

Adapun di Nusantara, masih banyak kebudayaan yang mengancam manusia. Setelah Islam sampai di Nusantara, masyarakat justru dimuliakan dan dilarang keras untuk membunuh tanpa alasan.

Kunci Keberhasilan Peradaban

Perubahan yang begitu besar tersebut bisa diwujudkan karena adanya perubahan taraf berpikir masyarakat. Perubahan taraf berpikir tersebut diawali dengan upaya untuk memahamkan masyarakat atau dengan dakwah. Ada upaya penyadaran tentang tatanan kehidupan yang salah, lalu dipahamkan tentang tatanan kehidupan yang benar, yakni Islam. 

Adapun kunci keberhasilan peradaban Islam yang mampu mengubah posisi manusia di berbagai belahan dunia tersebut adalah akidah Islam itu sendiri berupa tauhid (beriman kepada Allah Swt.).

Konsekuensinya adalah tunduk dan patuh kepada apa pun yang Allah perintahkan, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan sistem kehidupan manusia. 

Allah Swt. menurunkan agama Islam kepada manusia untuk mengatur kehidupan dalam tiga dimensi, yakni hubungan manusia dengan Allah (hablumminannas), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablumminannafsi) dan hubungan manusia dengan sesama  manusia (hablumminannas). 

Sistem kehidupan manusia termasuk di dalamnya peraturan, hukum, kebijakan negara, politik, ekonomi, pendidikan. pengelolaan sumber daya alam dan sejenisnya juga diatur dalam sistem Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam merupakan ideologi karena memiliki landasan berpikir, yakni tauhid, serta metode untuk menerapkannya berupa peraturan-peraturan dalam syariat Islam. 

Berkaitan dengan permasalahan masyarakat hari ini, akar masalahnya adalah ideologi kapitalisme yang rusak. Maka, sudah saatnya masyarakat paham terkait ideologi yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia, yakni ideologi Islam. Segala kebijakan dan peraturan yang diambil sesuai dengan peraturan dan perintah dari Sang Maha Pencipta. 

Maka, sudah saatnya para pejuang perubahan, terutama aktivis mahasiswa untuk memahami akar masalah dari problematika umat hari ini, yakni penerapan ideologi kapitalisme. 

Jika akar permasalahannya adalah sistemik, tentu solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi berbagai macam problematika umat itu berupa perubahan sistemik pula. 

Islam memiliki jawaban atas permasalahan tersebut. Namun, untuk mewujudkan penerapan ideologi Islam, tentu membutuhkan institusi yang menerapkannya berupa negara. 

Pada hakikatnya, ideologi Islam tidak dapat diwujudkan tanpa adanya tiga pilar, yakni individu, masyarakat, dan negara yang menerapkan syariat Islam. Maka, sudah saatnya umat berjuang untuk bersatu mewujudkan negara yang mampu menerapkan syariat Islam secara paripurna, yaitu khilafah Islamiyah. Allah Swt. juga telah menyampaikan firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 208 yang artinya, 

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh.”[]


Oleh: Isra Novita
Mahasiswi Universitas Indonesia

Minggu, 10 Maret 2024

Ramadhan, Momentum Persatuan Umat Islam



Tinta Media - Bulan suci Ramadhan akan menaungi umat Islam sedunia, tamu istimewa dan syiar Islam yang mulia. Namun sayang, Ramadhan yang semestinya jadi momen kesatuan umat terkadang terganggu oleh adanya perbedaan awal dan akhir Ramadhan. Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi di dunia Islam. Antara negara yang satu dengan negara lainnya. Tentunya di era kecanggihan teknologi komunikasi dan globalisasi Informasi saat ini, perbedaan tersebut mengusik pikiran kita.

Perbedaan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, menurut sebagian pemikir muslim bisa terjadi karena faktor astronomi, faktor fikih dan faktor politik. Faktor politik inilah yang dianggap sebagai faktor yang paling dominan. Karena secara politik, umat Islam kini hidup tersekat-sekat dalam beberapa bangsa dan negara. Setiap negara menentukan awal dan akhir Ramadhannya sendiri-sendiri. Bahkan sebagian dari mereka tidak memperhatikan nash-nash syara’.

Kekuasaan dan fanatisme atas wilayah negara dan bangsa mereka menjadi dasar dalam menentukan perkara ini. Padahal keterpecahan mereka saat ini adalah rekayasa imperialisme Barat, bukan perasaan kebangsaan murni. Lihatlah bangsa Arab yang berpenduduk sekitar 325 juta terbagi dalam sekitar 24 negara? Begitu pun Indonesia, Malaysia, Brunei, yang serumpun menjadi negara-negara yang terpisah. Padahal seharusnya 1,7 miliar kaum muslimin di dunia hidup dalam satu naungan negara, sebagaimana masa peradaban Islam dahulu.

Faktor politik kebangsaan inilah yang menjadi faktor terpecahnya umat Islam, termasuk dalam penentuan awal-akhir Ramadhan. Terjadinya perbedaan pendapat di internal umat Islam sebenarnya dapat ditoleransi, selama pendapat tersebut termasuk pendapat Islami dan tidak menyebabkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam. Sedangkan perbedaan penetapan awal-akhir Ramadhan ini tergolong ke dalam perkara yang tidak bisa ditoleransi, sebab berdampak luas pada perpecahan umat Islam,

Perpecahan tersebut di antaranya kekacauan dan ketidakbersamaan dalam melaksanakan ibadah puasa termasuk dalam menampakkan syi’ar hari raya. Perbedaan dalam perkara ini tidak tergolong rahmat, sebab di dalamnya berkaitan dengan halal-haram dan perpecahan dunia Islam. Perbedaan awal-akhir Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun-tahun tertentu harusnya membuat kita malu. Coba perhatikan, Umat Nasrani saja bisa bersatu saat perayaan Natal 25 Desember, sebagaimana Yahudi, Budha, Hindu, dan yang lainnya. Mereka semua kompak dalam kebersamaan hari-hari besar perayaan agama mereka. Mengapa umat Islam tidak bisa?

Dari sini ada pelajaran yang sangat berharga bahwa umat Islam sangat memerlukan Institusi politik pemersatu. Institusi dengan kekuatan yang sanggup menyatukan kaum Muslimin dari Maroko hingga Merauke. Dari wilayah barat hingga timur. Sehingga, ketika menentukan awal Ramadhan adalah keputusan global dari Institusi politik yang satu. Institusi tersebut melakukan rukyat secara global dan hasil rukyat akan diberlakukan global kepada seluruh umat Islam. 

Patutlah arahan dari Imam al-Maziri rahimahullah kepada kita ketika mensyarah hadis-hadis Shahih Muslim terkait rukyatul hilal, tentang institusi politik seperti apa yang sanggup mempersatukan umat Islam dalam awal-akhir Ramadhan, ia menjelaskan, "ika hilal telah terbukti oleh Khalifah maka seluruh negeri-negeri Islam wajib merujuk hasil rukyat itu, Sebab rukyat Khalifah berbeda dengan rukyat dari selain Khalifah. Karena seluruh negeri-negeri yang berada di bawah pemerintahannya dianggap bagaikan satu negeri. (Al-Mu’lim bi Fawâ`id Muslim, II/44-45). Wallahu a’lam.[]

Oleh: Cicin Suhendi 
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 28 Februari 2024

Mubalighah Depok: Kaum Muslim Wajib Bersatu



Tinta Media - Di hadapan sekitar seratus peserta, Mubalighah Kota Depok Ustadzah Rizka Fauziah menegaskan bahwa kaum Muslim wajib bersatu. 

“Menjaga persatuan umat dan memelihara ukhuwah islamiah adalah kewajiban setiap Muslim,” ungkapnya dalam Kajian Muslimah (Kamus) Shalihah, Ahad (25/02/2024) di Depok. 

Menurutnya, siapa pun itu asalkan mukmin adalah bersaudara. “Siapa pun asalkan mukmin, adalah bersaudara. Dasar ukhuwah (persaudaraan) adalah kesamaan akidah. Adapun dalilnya terdapat dalam Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 10,” terangnya sambil membacakan ayat tersebut. 

Bahkan, lanjutnya, untuk menjaga keutuhan umat, haruslah kaum Muslim berpegang teguh kepada tali agama Allah (habi Allah) yakni Al-Qur’an. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT, Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 103 yang artinya, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS Ali Imran: 103). 

“Adapun menurut Imam Ibnu Katsir, ayat tersebut merupakan perintah Allah SWT untuk berpegang pada al-jama’ah (persatuan) dan melarang dari tafarruq (bercerai-berai). Keterceraiberaian disebabkan Islam tidak dijadikan sebagai pegangan dalam mengatur kehidupan,” jelasnya. 

Ia juga menegaskan, agar Kaum Muslim tidak bercerai-berai maka Allah SWT memerintahkan mengikuti jalan-Nya yang lurus. 

“Mengapa wajib bersatu? Rasulullah SAW bersabda, ‘Mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan satu bangunan. Sebagiannya menguatkan sebagian lainnya’” tegasnya mengutip hadits riwayat Imam Bukhari, Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasa'i, dan Imam Ahmad. 

Ia pun mengumpamakan persatuan umat Islam sebagai sapu lidi. 

“Ibarat sapu lidi, kalau cuma satu sangat mudah dipatahkan. Berbeda halnya sekumpulan sapu lidi yang diikat dan disatukan. Umat Islam itu kuat apabila bersatu. Bersatunya umat Islam hanya akan bisa diikat dengan Islam itu sendiri. Bersungguh-sungguh menjalankan dan mengamalkan Al-Qur'an dan as-Sunnah dalam kehidupan, di bawah naungan kepemimpinan Islam (khilafah islamiah),” tegasnya. 

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Ustadzah Weni Triana, Mubalighah. Ia mengungkapkan fakta bahwa selama kurang lebih 14 abad lamanya, umat Islam pernah disatukan dalam institusi pemerintahan Islam global yakni khilafah. Namun setelah itu umat Islam sedunia mulai terpecah belah, mereka dipisahkan oleh negara bangsa (nation state) dengan warna nasionalisme (kebangsaannya) masing-masing. [] Siti Aisyah

Minggu, 10 Desember 2023

Selamatkan Palestina dengan Memboikot Ide-ide yang Membelenggu Persatuan Umat



Tinta Media - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa baru terkait membeli produk dari produsen yang mendukung agresi Zionis Yahudi ke Palestina. Fatwa nomor 83 tahun 2023 berisi tentang Hukum Dukungan Terhadap Palestina. Dalam fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi entitas Yahudi hukumnya wajib, sebaliknya mendukung entitas Yahudi dan mendukung produk yang mendukung entitas Yahudi hukumnya haram. Fatwa tersebut juga merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina. 

Penjajahan Palestina yang masih terjadi hingga hari ini adalah karena tidak adanya kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah Israel. Semua ini terjadi karena adanya ide nasionalisme yang sudah membelenggu, bahkan sudah mengakar di negeri-negeri muslim. Ide nasionalisme dalam sistem negara bangsa (nation state) telah berhasil memecah belah persatuan kaum muslim, memperlemah bahkan menjadikannya sebagai legitimasi untuk tidak membela dan melindungi kaum muslimin di belahan dunia lainnya. 

Padahal Allah SWT telah berfirman: 

“Sesungguhnya, orang-orang mukmin itu bersaudara.” (TQS. Al-Hujarat [49]:10) 

Di ayat yang lain, Allah SWT berfirman: 

“(Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, kamu wajib memberikan pertolongan.” (TQS. Al-Anfal [8]:72) 

Namun atas nama nasionalisme kaum muslim mengabaikan kedua ayat tersebut. Meski pada hakikatnya mereka dipersaudarakan dengan akidah Islam, namun rasa persaudaraan itu kini telah hilang dari benak mereka karena atas dasar nasionalisme. Akibatnya tidak ada upaya mengirimkan bantuan nyata kepada saudara Muslim lainnya di negara lain yang sedang dalam bahaya di bawah penjajahan. Padahal para pemimpin muslim yang sejatinya kuasa untuk mengirimkan tentaranya, tapi hanya mampu mengutuk dengan lisannya saja tanpa aksi nyata. 

Ide nasionalisme ini telah membuat negeri-negeri muslim memandang penderitaan umat Islam di Palestina sebagai masalah asing dan bukan masalah mereka. Sehingga tidak menunjukkan sikap politik untuk bertindak kecuali untuk kepentingan nasional mereka sendiri. Seperti halnya yang dilakukan para pemimpin Arab yang menolak untuk melakukan embargo minyak. 

Umat Islam harus sadar bahwa nasionalisme adalah ide yang berasal dari kafir barat penjajah. Yang tujuannya tidak lain adalah untuk menghancurkan kesatuan suatu negara, termasuk kesatuan umat Islam yang dulu pernah bersatu di bawah institusi Khilafah sebelum diruntuhkan oleh mereka. 

Umat Islam harus menyadari bahwa dahulu mereka bersatu dalam satu negara besar dan kuat yakni Daulah Khilafah Islam. Namun sejak negara barat berhasil meruntuhkan Khilafah pada tahun 1924, wilayahnya kemudian dipecah belah, bagi-bagi layaknya potongan kue. Maka sejak saat itu hingga hari ini dunia Islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara. Ini adalah kondisi yang membahayakan bagi umat. 

Saat ini Amerika dan negara-negara barat pengusung ideologi kapitalisme terus menyebar luaskan pemikiran beracun tentang nasionalisme untuk mempertahankan eksistensi ideologi mereka yang saat ini sedang menguasai dunia. 

Di dalam kitab Nidzamul al-Islam karya Syekh Taqqiyuddin An-Nabhani dijelaskan bahwa ikatan kebangsaan atau nasionalisme adalah ikatan yang tumbuh ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Saat itu naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya tempat di mana mereka hidup dan menggantungkan diri. 

Syekh Taqqiyuddin menegaskan bahwa ikatan ini tergolong ikatan yang paling lemah dan rendah nilainya karena bersifat emosional. Sebab ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu sirnalah kekuatan itu. Oleh karena itu ikatan ini tidak akan mampu mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan. 

Maka umat Islam saat ini harus memahami bahwa penyebab mendasar diamnya penguasa Muslim terhadap nasib buruk umat Islam di Palestina hari ini adalah karena adanya ide nasionalisme yang merupakan turunan dari ideologi kapitalisme. 

Oleh karena itu, selain memboikot produk-produk dari produsen yang mendukung Zionis Israel, umat Islam juga harus berani mengajak untuk melakukan boikot terhadap ide-ide yang membelenggu dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina di bawah negara yang akan mempersatukan umat Islam Khilafah Islamiyah. Dan seharusnya umat Islam semakin yakin bahwa persatuan umat Islam bisa terwujud secara nyata. 

Umat Islam juga harus memahami bahwa mereka memiliki ideologi yang baik dan benar yang mampu membangkitkan umat Islam di seluruh dunia. Bahkan ideologi Islam jelas lebih unggul daripada ideologi-ideologi lainnya. Sebab Islam adalah agama dan satu-satunya ideologi yang membawa kebaikan bagi umat manusia apa pun ras, agama, bangsa, bahasanya maupun warna kulitnya. 

Hal ini tercatat dalam sejarah selama sekitar 13 abad lamanya, bahwa sejarah ideologi Islam diterapkan oleh negara Islam mulai dari masa Rasulullah SAW di Madinah hingga Khilafah Utsmaniyah di Turki. 

Dibandingkan dengan ideologi kapitalisme dan komunisme, ideologi Islam jauh lebih unggul. Kekuatan dan keunggulan ideologi Islam terletak dalam diri individu-individu muslim di masyarakat. Kemampuan sistem Islam dalam menerapkan berbagai aturan yang sesuai dengan pemikiran dan perasaan umat. Dengan begitu, sistem ini sendirilah yang menjaga bahkan melindungi pemikiran dan perasaan masyarakat. Sehingga dengan sendirinya umat menganggap negara Khilafah sebagai bagian dari diri mereka bukan sesuatu yang asing. 

Keberadaan Khilafah Islamiyah memang telah diruntuhkan pada tahun 1924 oleh kaum kafir, melalui propaganda nasionalisme dan pemecah belahan negeri-negeri muslim. Namun kaum muslim masih setia berpegang dengan Islam, mencintai syariahnya dan merindukan tegaknya kembali peraturan hidup Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. 

Oleh sebab itu, umat Islam wajib menjadikan Islam sebagai satu-satunya ideologi yang menjadi cara berpikir mereka. Begitu juga bagi penguasa muslim, mereka harus membuang semua pemikiran asing dan mendukung penerapan Islam di bawah institusi  Daulah Khilafah Islamiyah. Sungguh hanya dengan Khilafah Islamiyah saja yang bisa melindungi Islam dan mengatur dunia sekaligus mampu membela kaum Muslim di mana saja mereka berada.

Oleh: Gusti Nurhizaziah 
(Aktivis Muslimah) 

Sabtu, 25 November 2023

Model Persatuan Umat yang Akan Membebaskan Palestina



Tinta Media - Semua muslim tahu bahwa persatuan adalah perintah Allah. Semua muslim tahu bahwa dengan bersatu, kita akan dimenangkan. Hanya saja, bagaimana model persatuannya? Bagaimana cara menyatukannya?

Jawaban atas pertanyaan pertama adalah persatuan seperti yang pernah terjadi di masa awal umat Islam. Karena, urusan umat hanya akan baik jika mengikuti model awal dari umat ini, sebagaimana qaul Imam Malik:

لن يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها

Tidak akan pernah baik akhir dari umat ini kecuali dengan apa awalnya umat ini diperbaiki

Umat ini pernah bersatu sehingga Imam Bukhari dapat rihlah li thalabil hadis dari satu negeri ke negeri lain dengan total 14.000 km tanpa kendala visa dan paspor. Sultan Suriansyah pernah behaji ke Makkah, lalu singgah ke Istanbul, bertemu dengan Sultan Sulaiman al Qanuni, khalifah Ustmaniyah dan dinobatkan sebagai Sultan Banjar tanpa mengurus visa dan paspor. Syaikh Arsyad Al Banjari tinggal di Makkah 30 tahun tanpa membayar ighomah atau izin tinggal. 

Kenapa bisa demikian? Karena kita dulu bersatu dalam satu kepemimpinan politik. Kita bersatu tanpa ada sekat-sekat nasionalisme yang mewujud menjadi negara bangsa. Kita bersatu di bawah naungan khilafah. 

Iya, kita bersatu di bawah naungan khilafah. Hingga ketika Portugis menjajah Nusantara, khilafah Ustmani yang terbentang jarak 7.233 km mengirimkan bala bantuan ke Nangro Aceh Darussalam. 

Mengapa kita tidak mau bersatu dengan model seperti ini? Jika negara-negara Eropa bisa bersatu, mengapa kita tidak bisa? Adakah perintah persatuan dalam kitab suci mereka? Sementara, kitab suci kita jelas menyatakan:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا

Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai (QS. Ali Imron: 103)

Nabi kita juga menyatakan:
إذا بويع لخليفتين، فاقتلوا الآخر منهما

 
“Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim no 1853).

Para Ulama kita tak lelah menyampaikan pesan-pesan persatuan. Berkaitan hadis ini imam Nawawi menyatakan:
إذا بويع الخليفة بعد خليفة، فبيعة الأول صحيحة يجب الوفاء بها و بيعة الثاني باطلة يحرم الوفاء بها…وهذا هو الصواب الذي عليه…جماهير العلماء

“Jika dibaiat seorang khalifah setelah khalifah [sebelumnya], maka baiat untuk khalifah pertama hukumnya sah yang wajib dipenuhi. Sedang baiat untuk khalifah kedua hukumnya batal yang haram untuk dipenuhi … Inilah pendapat yang benar yang menjadi pendapat jumhur ulama.” (Imam Nawawi, Syarah Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, Juz XII hlm. 231).

Bagaimana Kita Bersatu?

Pertama, mulailah dari membangun kesadaran bahwa kita mesti bersatu.

Kedua, pahamilah bahwa model persatuan yang kita inginkan adalah persatuan atas dasar akidah islamiyyah.  Ukhuwah Islamiyyah mewujud menjadi kesatuan kepemimpinan Islam (khilafah)

Ketiga, sadarilah bahwa nasionalisme yang mewujud menjadi negara bangsa sejatinya penghalang persatuan umat 

Keempat, berjuanglah untuk bersatu dan wariskan semangat persatuan ini pada anak cucu. Karena bisa jadi persatuan hakiki ini terwujud dalam waktu yang panjang, sementara jatah usia kita makin berkurang. Sungguh, kita sangat berharap persatuan ini akan wujud di masa kita. Jika pun tidak, semoga di masa anak cucu kita. Aamiin

Al Faqiir Wahyudi Ibnu Yusuf

Berangas, 18 Nopember 2023

Kamis, 16 November 2023

Pentingnya Persatuan atas Dasar Akidah Islam



Tinta Media - Dalam rangka membentuk solidaritas dan dukungan untuk Palestina, Bupati Bandung Dadang Supriatna menyeru agar masyarakat Kabupaten Bandung mendoakan warga Palestina yang sedang berjuang melawan serangan Zionis Yahudi. Beliau pun mengutuk tindakan Zionis ke warga Palestina. (BANDUNG, iNewsBandungRaya.id)

Kang Dadang mengatakan bahwa salah satu bentuk solidaritas dan dukungan untuk Palestina adalah dengan mendoakan. Selain itu, beliau juga mengutuk tindakan agresi zionis terhadap warga Palestina. 

Bupati Bandung Dadang Supriatna juga siap untuk melakukan langkah-langkah konkret, yaitu dengan mengirimkan logistik berupa makanan dan obat-obatan. 

Beliau juga mengatakan akan pentingnya generasi muda memahami Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Undang-undang Dasar 1945, NKRI, dengan memahami sejarah secara utuh, baik dan benar. Karena pemahaman itu penting untuk menjawab hal yang berkaitan dengan persoalan Palestina dan Yahudi. 

Adapun yang perlu dipahami adalah mengenai  pembukaan UUD NRI 1945, yaitu bahwa “kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”. 

Kang DS (Dadang Supriatna) mengatakan bahwa kita harus mencontoh para pendiri bangsa yang telah memberi keteladanan dalam menolak penjajahan. Seperti Bung Karno yang menolak atau tidak menerima kunjungan delegasi Yahudi di berbagai kesempatan, seperti di Asian Games Jakarta (1962) dan di Konferensi Asia Afrika Bandung (1955). Beliau (Bung Karno) pun lantang dan bersikap melawan penjajah Yahudi.

Sebagai umat Islam, memang wajib bagi kita untuk saling mendoakan. Itu merupakan bentuk dari keimanan. Namun, dalam masalah Palestina yang terus digempur habis-habisan oleh entitas yahudi, maka bentuk solidaritas dengan hanya mendoakan itu dirasa jauh panggang dari api. 

Posisi Palestina adalah tuan rumah, negara yang sedang dirampok dan dijajah. Maka, yang harus dilakukan adalah dengan cara mengusir sang penjajah. Begitu juga dengan memberi segala bantuan makanan dan obat-obatan, itu tidaklah cukup, walaupun sedikit meringankan. Karena sebenarnya, hal itu bukan solusi yang tepat, Itu hanya solusi pragmatis semata.

Memahami Akar Masalah.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa masalah Palestina hanyalah masalah antara dua negara yang sedang bertikai. Karena itu, wajar jika para pemimpin negeri ini menganggap bahwa membantu warga palestina cukup hanya dengan doa, bantuan makanan dan, juga obat-obatan. Para pemimpin hanya mampu mengecam dan mengutuk perbuatan entitas Yahudi, dan itu dianggap sudah cukup. 

Padahal, serangan brutal entitas Yahudi laknatullah terus menjadi-jadi, korban pun sudah banyak berjatuhan, mulai dari orang tua, wanita, bahkan anak-anak. Lebih dari 8.100 jiwa wafat dan lebih dari 20.242 orang terluka hingga saat ini. 

Benar bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan sesuai dengan pembukaan UUD 45. Sayangnya, dalam sistem demokrasi seperti saat ini, umat Islam tersekat-sekat menjadi negara bangsa. Maka, wajar jika masalah di luar negeri menjadi urusan masing-masing negara. Kalau pun membantu, itu hanya berlandaskan atas kemanusiaan semata. 

Itulah buruknya pengaruh dari sistem yang rusak dengan paham nasionalismenya yang dijunjung tinggi. Akhirnya, solusi yang ditawarkan hanyalah solusi pragmatis seperti tersebut di atas, yaitu dengan hanya mendoakan, mengirim bantuan makanan serta obat-obatan, perundingan, dan yang serupa dengan hal itu.

Perlu Solusi Tuntas

Penting bagi masyarakat untuk memahami sejarah Palestina dan mempelajari Islam secara menyeluruh agar tidak gagal paham, dan mudah terkecoh oleh propaganda Barat yang digencarkan oleh para antek Barat di sosial media. Masyarakat harus paham bahwa sebenarnya masalah Palestina adalah masalah agama yang otomatis menjadi masalah bagi seluruh kaum muslimin di dunia. 

Islam telah mengatur secara rinci dari bangun tidur hingga bangun negara. Pada dasarnya, Islam membenci pembunuhan tanpa hak, dan mendukung atau mewajibkan untuk berperang jika memang kita diserang musuh. Mati dalam jihad adalah  keberuntungan karena syahid akan membawanya ke syurga.

Harus dipahami bahwa umat Islam adalah umat yang satu, yang diikat dengan akidah Islam, sehingga seluruh muslim adalah saudara. Sangat dianjurkan untuk saling membantu satu sama lain, walaupun berbeda suku, bahasa serta warna kulit. 

Nabi Muhammad saw. bersabda: 

Artinya, "Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan bahu-membahu adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam. (HR al-Bukhari).  

Jadi jelas bahwa sekat-sekat nasionalisme itu bukan dari Islam dan harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Umat Islam harus paham betul masalah ini sehingga mengetahui bahwa solusi semua permasalahan Palestina adalah dengan persatuan seluruh kaum muslimin di dunia. Hanya dengan jihad dan khilafah (negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan) Palestina akan betul-betul dibebaskan.

Jadi, jika kita ingin penjajahan di dunia harus dihapuskan, maka harus mencabut dari akarnya, yaitu mengganti sistem kufur dengan sistem yang sahih. Tidak ada jalan lain selain dengan itu. 

Oleh sebab itu, gencarkan dakwah ke masyarakat tentang pentingnya persatuan dengan ikatan yang sahih yang akan mampu menumbangkan ikatan nasionalisme yang rapuh dengan mengkaji Islam ideologis. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab