Tinta Media: perayaan
Tampilkan postingan dengan label perayaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perayaan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 September 2024

Makna Maulid Nabi, Bukan Sekadar Perayaan


Tinta Media - Tanggal 12 Rabiulawal diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Acara ini merupakan momen untuk mengekspresikan cinta dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad saw. serta meneladani ajaran dan akhlak beliau. Perayaan ini sering diisi dengan acara doa, ceramah, pembacaan puisi, dan berbagai kegiatan keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kecintaan terhadap ajaran Islam. 

Rasulullah Muhammad saw. adalah seorang Nabi utusan Allah, yang memberi kabar gembira, peringatan bagi manusia, dan suri teladan bagi umat. Nabi Muhammad saw. juga diutus sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. 

Allah Swt. berfirman:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya [21]: 107)

Begitu juga firman Allah di dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswah hasanah) bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan ia banyak menyebut Allah.

Maulid Nabi Lebih dari Sekadar Perayaan 

Menurut Al-‘Allamah Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani rahimahullah, Maulid Nabi saw. bukanlah hari raya. Maulid Nabi saw. sesungguhnya jauh lebih agung dan lebih mulia daripada dua hari raya umat Islam, yakni Idul Fitri dan Idul adha. (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Hawla al-Ihtifâl bi Dzikr al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarîfi, hlm. 10-11)

Kata beliau, “Andai tidak ada kelahiran Nabi Muhammad saw. tentu tidak akan pernah ada bi’tsah (pengutusan Muhammad saw. Sebagai rasul kepada manusia); tidak akan turun Al-Qur'an; tidak akan ada peristiwa Isra Mikraj; tidak akan ada hijrah; tidak akan ada kemenangan dalam Perang Badar; juga tidak akan ada penaklukan Kota Makkah. Sebabnya, semua itu berkaitan dengan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad (saw.). Artinya, Maulid Nabi Muhammad saw. Adalah sumber segala kebaikan yang sangat besar.” (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Hawla al-Ihtifâl bi Dzikr al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarîfi, hlm. 13).

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hari lahir baginda Muhammad saw. merupakan hari lahirnya sumber segala kebaikan yang sangat besar bagi umat manusia. Sehingga, Maulid Nabi bukanlah sekadar perayaan hari kelahiran seperti orang pada umumnya.


Refleksi dalam Memperingati Maulid Nabi 

Memperingati maulid Nabi saw. merupakan wujud ekspresi cinta kita kepada Rasulullah saw. Namun, bukti mencintai Nabi tidak hanya termanifestasi dalam bentuk perayaan maulid Nabi saw., tetapi juga dengan mengikuti dan mengerjakan sunah Rasulullah saw.. 

Sunah Nabi saw. adalah segala perbuatan, ucapan, dan takrir (ketetapan) Rasulullah saw. dalam segala aspek kehidupan, baik dari segi ibadah, akhlak, ataupun sosial kemasyarakatan, termasuk pemerintahan yang pernah dijalankan oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin di Madinah. Hal ini kemudian diteruskan oleh para sahabat yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin. Dengan sistem kepemimpinan yang berlandaskan akidah IsIam, seorang khalifah atau pemimpin menjalankan kekuasaannya untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt. di muka bumi. Inilah yang disebut sebagai negara Khilafah. 

Maulid Nabi Muhammad saw. tidak hanya direfleksikan dengan merayakan kelahiran Nabi saw. sebagai sumber segala kebaikan, tetapi juga dengan menginginkan segala kebaikan  yang dibawa oleh Nabi saw. diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini senada dengan perintah Allah di dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam secara menyeluruh. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,”

Negara dalam naungan sistem yang berasaskan sekularisme, tentu tidak akan dapat menerapkan Islam secara menyeluruh. Namun, hanya pemerintahan yang berlandaskan akidah Islam dalam naungan khilafah yang akan menerapkan Islam secara total di muka bumi. 

Sebagai umat yang beriman dan mengaku mencintai Rasulullah saw., tentu tidak ada alasan bagi kita untuk menolak khilafah. Sebab, pemerintahan IsIam merupakan bagian dari sunah Rasulullah saw. dan warisan dari para sahabat Nabi saw. Wallahu a’lam bisshawab.



Oleh: Siti Jeuzah S.Pd 
(Aktivis Muslimah) 

Kamis, 11 Januari 2024

Perayaan Tahun Baru, Jangan Sampai Rusak Akidahmu!




Tinta Media - Tidak terasa kita sudah memasuki tahun yang baru, yakni tahun 2024. Sebelum memasuki tahu baru, setiap akhir bulan Desember, biasanya kebanyakan masyarakat merayakan pergantian tahun dengan pesta kembang api, tiupan trompet beserta hiburan-hiburan yang lainnya, seperti panggung musik di berbagai daerah. 

Euforia pesta pergantian tahun tersebut ternyata tidak hanya ada di perkotaan saja. Di pelosok desa-desa pun masyarakat ikut riuh merayakannya. Bak sudah menjadi rutinitas tahunan yang wajib dilakukan, rasanya tak afdol jika malam tahun baru tidak ada perayaan. Karena itu, pasti setiap tahun selalu ada. 

Memang, tidak ada yang salah dengan tahun baru. Akan tetapi, kita sebagai umat Islam harus lebih teliti dan menyeleksi. Kita harus tahu dan mencari tahu, apakah kegiatan atau perbuatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam perayaan tahun baru ini dibenarkan menurut agama atau tidak? Kita juga harus tahu, apakah kegiatan kita sudah sesuai dengan aturan Allah atau tidak? Jangan sampai apa yang kita lakukan justru melenceng dari tuntunan agama atau bahkan merusak akidah kita. 

Jika berbicara mengenai tahun baru Masehi, tidak lengkap rasanya jika tidak menguak sejarah penanggalan tahun Masehi. Asal muasal kalender Masehi yang saat ini digunakan sebagai penanggalan di sebagian besar penduduk dunia, ternyata berasal dari kalender yang dibuat seorang kaisar dari negeri Romawi yang bernama Kaisar Julian, kemudian kalendernya dinamai Kalender Julian. Setelah itu, kalender tersebut diambil dan dimodifikasi oleh Paus di Vatikan, yang bernama Paus Gregorius. 

Hasil modifikasi inilah yang kemudian berubah menjadi Gregorius Kalender. Hingga pada suatu ketika, dalam suatu pertemuan yang dilakukan oleh Perkumpulan Bangsa-Bangsa (PBB), Kalender Georgian ini disepakati sebagai kalender yang akan digunakan secara seragam di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang masuk anggota PBB. Artinya, kalender Masehi ini memang bukan berasal dari Islam, tetapi dari nonmuslim. 

Memang, sebagai umat Islam, kita diperbolehkan menggunakan benda/barang buatan nonmuslim, termasuk kalender tadi. Kendati demikian, jika hal tersebut sudah menyentuh persoalan akidah atau kepercayaan, maka tidak boleh memakai, meniru, mengucapkan, dan melakukannya karena tidak dibenarkan oleh agama kita, dan hukumnya adalah haram. Contohnya ketika sudah masuk ke dalam ritual, budaya, ataupun kebiasaan. 

Seperti meniup trompet, hal itu merupakan ritual/kebiasaan yang sering dilakukan oleh kaum Yahudi, sehingga sebagai umat Islam, kita dilarang untuk meniru/melakukan kegiatan tersebut. Begitu pun dengan penggunaan atribut keagamaan lainnya di luar Islam. Itu juga jelas dilarang, karena berkaitan dengan akidah dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) kebiasaan nonmuslim, meski perbuatan tersebut tidak dilakukan berdasarkan niat sekalipun. 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan, 

"Suatu perbuatan yang merupakan tasyabbuh, tidak disyaratkan adanya niat untuk tasyabbuh, maka bentuk dari perbuatan tasyabbuh itu terjadi, walau tidak dimaksudkan demikian. Jika terjadi suatu perbuatan yang merupakan bentuk dari tasyabbuh, hukumnya terlarang. Tidak disyaratkan adanya niat, selama di sana terjadi satu bentuk tasyabbuh (maka terlarang)." 

Selain itu, dari Ibnu Umar r.a, Nabi saw. bersabda, 

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). 

Memang, tidak ada yang salah terkait dengan pergantian tahun baru Masehi. Akan tetapi, perayaannya acap kali membuat kaum muslimin ikut kebablasan. Hal-hal yang tidak diperbolehkan justru dilakukan. Banyak sekali kaum muslimin yang mengikuti budaya nonmuslim pada malam tahun baru itu. Meskipun tampak sepele, kita sebagai umat Islam justru harus berhati-hati terhadap budaya nonmuslim yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, yang justru dapat menjerumuskan kepada kemaksiatan. 

Hendaknya kaum muslimin lebih banyak melakukan hal-hal yang bermanfaat dan sejalan dengan perintah agama. Harus kita pahami dan sadari pula bersama bahwa pangkal dari lemahnya akidah umat saat ini adalah akibatkan dari sistem kapitalis yang berasaskan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), yang diterapkan. 

Banyak umat Islam menjadi awam terhadap agamanya sendiri, bahkan tidak sedikit yang membenci ajaran (aturan) Islam. Belum lagi propaganda yang selalu diembuskan oleh para pembenci Islam, berupa islamofobia, sehingga menambah rasa takut terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya, membuat umat semakin jauh dari agamanya sendiri. 

Akhirnya, umat pun merasa asing dengan ajaran (aturan) Islam, bahkan banyak yang sampai beranggapan bahwa aturan Islam tidak cocok untuk diterapkan, astagfirullah! 

Inilah akar dari masalah yang sebenarnya, yang menjadi PR kita bersama, dan harus segera dicari solusinya. Solusi yang tepat untuk semua permasalahan umat saat ini, tidak lain adalah kembali pada aturan yang berasal dari Sang Pencipta, yakni Allah Swt. Dengan aturan Allahlah semua permasalahan akan tertuntaskan. 

Tentu dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah. Hanya dengan jalan inilah, ketakwaan individu, masyarakat, dan negara akan tercapai. Dengan begitu, manusia hanya akan tunduk kepada aturan Rabb-Nya, bukan kepada aturan yang lain. Negara pun akan berperan besar dalam menjaga akidah umat, sehingga akidah umat akan selalu terjaga, tak akan tergoyahkan oleh akidah agama lain. WalLahua'lam.

Oleh: Ummu Aiza, 
Muslimah Bandung 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab