Tinta Media: peran
Tampilkan postingan dengan label peran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peran. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 September 2024

Hilangnya Peran Institusi Keluarga sebagai Dampak Buruk Sistem Sekularisme Kapitalisme


Tinta Media - Fenomena rusaknya tatanan keluarga bagaikan gunung es, bergulir dari tahun ke tahun. Per Agustus saja sudah banyak berseliweran berita tentang pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan anak kepada orang tua, orang tua kepada anak, dan suami terhadap istri. 

Seperti kasus pembunuhan yang terjadi di Cirebon, seorang anak tega menghabisi nyawa ayah kandungnya. Ia juga melakukan penganiaya terhadap adik kandungnya. Ada juga kasus penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh ibu tiri kepada anak sambungnya yang masih berusia 6 tahun. Belum lagi kasus penganiayaan yang dialami selebgram Cut Intan yang mendapatkan perlakuan KDRT selama hampir 5 tahun, bahkan penganiayaan tersebut sering terjadi di depan anak-anak mereka

Banyaknya kasus serupa menggambarkan bobrok dan hancurnya peran institusi keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa kebobrokan tersebut bukan semata kesalahan anggota keluarga melainkan dampak dari penerapan sistem yang menjadi tatanan kehidupan berkeluarga.

Hancurnya Institusi Keluarga

Hilangnya fungsi keluarga tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada penyebab utama dari munculnya kerusakan tersebut, yaitu penerapan sekulerisme kapitalisme yang menyebabkan hilangnya peran agama dalam keluarga, baik dari sisi tujuan berumah tangga hingga peran setiap anggota keluarga. 

Dalam hal ini, yang terbentuk hanyalah nilai-nilai materi. Keberhasilan seorang suami dilihat seberapa mapan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga. 

Seorang istri pun tak mau kalah, merasa berdaya dan bermartabat jika mampu mandiri dalam menghasilkan materi. Tak jarang seorang istri lebih memilih sibuk di luar rumah untuk berkarir dan mencari tambahan pemasukan selain dari suami. Sementara, seorang anak dituntut menjadi anak yang sukses secara akademik untuk bisa menjadi anak berbakti dan bisa dibanggakan. Inilah gambaran ideal keluarga ala sekulerisme kapitalisme.

Tak ayal, hubungan keluarga dengan peran demikian membuat masing-masing dari mereka lelah secara fisik dan rusak secara mental. Suami yang sudah lelah bekerja seharian mendapati istrinya juga lelah dan sibuk mengurus selain urusan dalam rumah. Anak pun kehilangan momen berharga mendapatkan perhatian dan waktu bersama orang tuanya. 

Maka, hakikat kebahagiaan dengan asas materi tidak serta-merta membuat mereka bahagia. Suami dengan pekerjaan yang mapan tak mampu membeli waktu dan pelayanan istri yang sibuk di luar rumah. 

Sang istri dengan kemandiriannya tak mampu legowo dan memfokuskan segala perhatian dan tenaganya untuk mengurus keluarga. Anak pun akhirnya kehilangan sosok penting orang tuanya dan menjadi anak-anak yang bermasalah. 

Akhirnya, yang tersisa dari hubungan keluarga hanyalah luapan emosi negatif sebagai dampak dari beratnya beban yang menyakiti semua anggota keluarga dan membuat lupa peran dan hubungan keluarga.

Begitu pun fakta keluarga yang diuji dengan kemiskinan. Ketika standar kebahagiaannya adalah materi, maka kerapuhan pondasi rumah tangga menjadi satu keniscayaan dan mereka tidak akan menikmati dan mencapai kebahagiaan yang menjadi standar mereka, yaitu materi tersebut.

Selain itu, negara juga memiliki andil besar dalam rusaknya tatanan keluarga dan hubunganantar anggota keluarga, yaitu sistem pendidikan, ekonomi, dan politik. 

Sistem pendidikan yang diterapkan negara telah mencetak para peserta didik menjadi SDM yang disiapkan untuk dunia kerja. Alhasil, orientasi dari kesuksesan proses belajar di dunia pendidikan adalah nilai akademik yang tinggi untuk dapat pekerjaan yang lebih baik dan bergengsi.

Sistem ekonomi yang diterapkan negeri ini adalah sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, kepemilikan rakyat yang seharusnya dikelola secara mandiri oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat telah diprivatisasi oleh lembaga swasta yang hasilnya masuk ke kantung pribadi para pengusaha. Sedangkan untuk membiayai kebutuhan dan pelayanan rakyat, negara harus memungut dan memalak rakyat lewat pajak. Padahal, ketika SDA negeri ini mampu dikelola secara mandiri, negara sangat mampu menyejahterakan rakyat. 

Inilah dampak sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kesenjangan begitu tinggi antara si kaya dan si miskin karena tidak meratanya harta yang beredar.

Begitu pun dengan sistem politik, mahalnya biaya politik membuat para penguasa lebih memilih mencari sumber materi untuk menutupi modal saat hendak berkuasa. Alhasil, transaksi politik sering terjadi antara penguasa dan pengusaha, sedangkan rakyat kembali mendapatkan imbas dari kebijakan zalim penguasa.

Peran negara inilah yang menjadikan rakyat, terkhusus keluarga berperan ganda dan menanggung beratnya beban hidup hingga peran keluarga hilang.

Islam adalah Pondasi Kokoh Institusi Keluarga

Dalam Islam, standar kebahagiaan manusia adalah mendapatkan rida Allah Swt. tidak sedikit pun berkaitan dengan materi. Sehingga, ada ataupun tidak ada materi, setiap keluarga tetap bisa menjadi bahagia karena yang dikejar adalah rida Allah.

Selain itu, Islam menjadikan penguasa sebagai raa'in, yang akan menjaga fungsi dan peran keluarga. Negara menjamin kebutuhan pokok warga, baik secara individual maupun komunal. Sehingga, seorang kepala keluarga tak harus kerja mati-matian untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan karena telah dijamin negara secara gratis bagi seluruh warga negara Islam.

Seorang istri pun tak harus mencari uang tambahan dengan pergi keluar rumah untuk bekerja.Para istri atau ibu justru akan terkondisikan untuk mencurahkan segala perhatian dan tenaganya untuk mengurus keluarga dan generasi dengan rasa tenang, bahagia dengan perannya.

Islam juga memiliki sistem pendidikan berkualitas dengan asas akidah Islam. Outputnya adalah manusia-manusia yang bersyakhsiyah Islamiyyah (berkepribadian Islam) dan faqih fiddin (paham agama). Mereka memiliki kesadaran penuh atas posisinya sebagai hamba Allah yang memiliki peran sebagai anak atau orang tua sehingga mampu menjaga hubungan keluarga tetap harmonis dan menunaikan perannya dengan baik.

Negara Islam dengan menerapkan Islam kaffah mampu mewujudkan sistem kehidupan yang baik sehingga terbentuk pula keluarga baik dan terjaga. Negara juga mewujudkan maqashid syariah sehingga kebaikan terwujud di dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Wallahu a'lam.


Oleh: Heti Suhesti
(Aktivis Muslimah)

Jumat, 06 September 2024

Gen-Z Sulit Cari Kerja, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat banyak Gen Z susah cari kerja. Salah satunya adalah salah memilih sekolah dan jurusan. Faktor salah jurusan inilah yang menjadikan banyak anak muda Indonesia masuk golongan pengangguran tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET). 

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyampaikan terkait kondisi penduduk muda Indonesia. Menurut laporan BPS, pada tahun 2023, sekitar 9,9 juta orang usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan. Dari 9,9 juta orang tersebut, 5,73 juta adalah perempuan muda dan 4,17 juta adalah laki-laki muda.

Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012. Mereka biasanya berada di tengah masa produktif, sebab sekarang berusia antara 12-27 tahun. Status NEET mewakili 22,25% dari populasi usia 15 hingga 24 tahun di Indonesia. (CNBC Indonesia, 21/05/2024)

Melihat banyaknya anak muda sekarang yang sulit mendapatkan pekerjaan, pemerintah melakukan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Dalam PP tersebut, pemerintah daerah diminta membangun ekosistem bisnis untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) serta perusahaan rintisan (Startup). 

Akibat Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme dalam kehidupan tidak melakukan edukasi atau pemahaman tentang hak dan kewajiban antara personal, korporasi, dan negara dengan baik dan benar. Keutamaan pembangunan negara hanya berfokus pada pembangunan materi yang bersifat fisik sehingga pembangunan manusia terdidik tidak terpedulikan, khususnya Gen Z saat ini. Angka NEET yang tinggi di negara harus diselesaikan melalui sistem yang tepat.

Karena persoalan tersebut bersifat sistemis, maka solusinya harus sebanding, yaitu sebagai penawar yang juga bersifat sistemis. Akan tetapi, persoalan sistemis tidak bisa disamakan dengan persoalan cabang seperti yang dilakukan negara dengan peraturan pemerintah (PP). Dalam PP ini, negara hanya mendorong anak muda untuk berkerja menjadi wirausaha tanpa pembekalan yang matang. 

Sistem kapitalisme dengan dasar pemikiran sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan,  menuntut Gen Z untuk tidak membawa agama dalam setiap jurusan yang diampu, sehingga di saat mereka sulit mendapatkan pekerjaan, yang disalahkan adalah jurusannya. 

Ini membuat Gen Z tidak memahami setiap apa yang telah dipelajari untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Ini karena sejatinya agama adalah sebuah aturan dalam kehidupan. Gen Z dikenal dengan pemalas, mageran, ingin mendapatkan sesuatu dengan instan. Hal itu merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme dan makin menegaskan bahwa sistem sekuler kapitalisme telah merusak dan mengaburkan peran besar mereka sebagai generasi penerus peradaban dengan segala potensinya.

Solusi dalam Islam

Islam hadir untuk memberikan solusi atas kerusakan sistemik tersebut dengan mengembalikan peran penuh negara sebagai pemelihara dan pelindung umat, khususnya Gen Z. 

Pengelolaan SDA akan dikendalikan penuh oleh negara untuk menyejahterakan rakyat dan Gen Z sehingga industri pun akan mendapatkan SDM yang berkualitas serta optimal.

Selain itu, negara wajib menerapkan kebijakan anti pengangguran. Gen Z  juga mendapat support system dari berbagai arah, seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan agar mampu menggali kemampuan di berbagai keterampilan. 

Laki-laki dalam Islam memiliki kewajiban bekerja sebagai pemberi nafkah dan kepala keluarga. Negara harus memprioritaskan pekerjaan untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan hanya sebatas kemampuan mereka yang diperbolehkan dalam Islam. 

Negara juga harus mengontrol dan menyediakan lapangan pekerjaan, baik milik negara atau milik individu, sehingga Gen Z tidak lagi memikirkan sulitnya mendapatkan pekerjaan. 

Lulusannya pun akan dimaksimalkan berkarya berdasarkan keilmuan tanpa dihadapkan dengan tekanan biaya hidup yang mahal dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
 
Sistem Islam telah diterapkan selama masa Rasulullah saw. dan kekhalifahan, dan telah terbukti dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Hal itu dapat terwujud karena negara mengaplikasikan peraturan-peraturan yang berasal dari Allah Swt. Negara tidak akan mengambil kebijakan dari sudut pandang keuntungan materi (bisnis), melainkan dari sudut pandang Sang Pencipta, yakni syariat dan kemaslahatan umat. 

Akidah Islam seharusnya terus dijaga dan digaungkan umat Islam sebagai bahan bakar perubahan global, yaitu perubahan besar tatanan dunia dari kegelapan menuju terang, dari kebodohan modern menuju kejayaan Islam, sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nisa’ ayat 9, yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 
Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 06 April 2024

Kekerasan pada Anak Terus Terjadi, di Manakah Peran Regulasi?



Tinta Media - Anak merupakan amanah sekaligus anugerah terindah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada setiap orang tua. Bahkan, kehadirannya selalu dinanti untuk menambah kebahagiaan dalam setiap keluarga. 

Anak yang seharusnya diberikan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan, nyatanya saat ini masih menjadi salah satu objek dalam kekerasan. Seperti yang baru-baru ini terungkap, yaitu penganiayaan terhadap balita berumur 3 tahun, anak dari selebgram Aghnia Punjabi. Penganiayaan itu dilakukan oleh pengasuhnya sendiri. 

Anak kecil yang tidak memiliki daya upaya untuk membela diri menjadi korban kekesalan dari pengasuhnya hingga babak belur. Penganiayaan ini terjadi karena pelaku kesal terhadap korban yang menolak diberikan obat untuk menyembuhkan luka cakar. Selain itu, pelaku mengaku bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang sedang sakit. Hal inilah yang memacu kekesalan dari pelaku, sehingga tega menganiaya balita 3 tahun tersebut secara sadis. (liputan6.com, 30/03/2024)

Sungguh miris, kekerasan yang terus terjadi pada anak dalam sistem saat ini menimbulkan pertanyaan besar dalam benak kita, di manakah peran regulasi?

Terjadinya kasus kekerasan pada anak menjadi bukti bahwa anak tidak mendapat jaminan keamanan. Perlindungan anak seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun negara. Sayangnya, hari ini semua pihak tidak berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

Kehidupan dalam naungan kapitalisme sekularisme juga membuat beban hidup semakin berat, hingga meningkatkan stres. Ini mengakibatkan emosi seseorang tidak terkontrol dengan baik sehingga mudah melakukan tindak kekerasan. 

Di sisi lain, kasus kekerasan pada anak menjadi bukti nyata mandulnya atau lemahnya regulasi yang ada, baik UU -KDRT  ataupun UU Perlindungan Anak,  meskipun sudah mengalami revisi. Regulasi yang seharusnya memberikan jaminan perlindungan keamanan bagi anak, nyatanya tidak memberikan efek jera pada pelaku kekerasan, sehingga kasus kekerasan pada anak terus terjadi. 

Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Regulasi dibuat sesuai kebutuhan, tetapi tidak pernah memberikan solusi tuntas sampai ke akar-akarnya.

Hal ini jauh berbeda dengan jaminan perlindungan yang diberikan Islam. Islam mewajibkan setiap orang untuk memahami betapa pentingnya perlindungan anak berperan mewujudkannya di semua lapisan masyarakat, baik keluarga, masyarakat maupun negara. 

Asas akidah Islam memberikan pemahaman kepada semua individu untuk mengetahui kewajibannya dalam melindungi anak. Islam memiliki mekanisme terbaik dalam memberikan perlindungan terhadap anak, antara lain:

Pertama, dalam lingkup keluarga. Islam telah menjelaskan dengan rinci terkait hak dan kewajiban sebagai orang tua kepada anak. Ayah bertanggung jawab sebagai pencari nafkah untuk mencukupi kehidupan keluarga dan Ibu sebagai ummun wa rabbatul bait, yaitu sebagai ibu yang memiliki tugas mulia dalam mencetak generasi peradaban terbaik dengan memberikan kasih sayang, perlindungan sepenuhnya kepada anak dan sebagai pengatur rumah tangga.

Kedua, dalam lingkungan masyarakat. Islam telah mengatur adanya aktivitas amar ma'ruf nahi munkar, yaitu saling mengingatkan satu sama lain dalam kebaikan dan melarang setiap masyarakat untuk berbuat kejahatan. Ini akan membuat masyarakat peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, sehingga bisa mencegah kejahatan yang terjadi, khususnya kekerasan yang terjadi pada anak karena fungsi kontrol dari masyarakat berjalan dengan baik.

Ketiga, negara akan menerapkan sanksi tegas dan menjerakan bagi semua pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Sanksi tegas ini akan dijalankan sesuai dengan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku, misalnya hukuman setimpal atau pembayaran ganti rugi atas tindak pidana terhadap tubuh dan jiwa.

Inilah bukti bahwa Islam sangat membela dan memperhatikan keselamatan jiwa seseorang. Dengan adanya kesadaran pada individu, masyarakat, dan negara, maka kekerasan pada anak tidak akan terjadi. Betapa indahnya hidup dalam naungan Islam! Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Agustriany Suangga
Muslimah Peduli Generasi

Senin, 12 Februari 2024

Akidah Umat Terkikis, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Bagaimana perasaan saudara saat mendengar berita pembunuhan, bunuh diri, perzinaan, atau pemerkosaan? Geram, emosi, atau biasa saja? 

Sungguh menyayat hati, setiap hari kita harus mendengar berita-berita kejahatan yang tidak ada habisnya, bahkan makin hari kejahatan dilakukan makin bengis, keji, dan biadab. Perbuatan mereka melebihi hewan yang tidak berakal. Bahkan, ada yang tega membunuh dan menyetubuhi anaknya sendiri. 

Kasus pembunuhan terbaru terjadi di Kalimantan Timur. Dalam kasus tersebut, satu keluarga dibantai habis menggunakan parang. Yang paling mengejutkan, pelaku tega menyetubuhi korban yang sudah meninggal dunia. (Detik. Com, 07/02/2024) 

Pertanyaannya, mengapa hal ini banyak terjadi? Jika jumlah kasus kriminal di suatu negeri sangat banyak, maka sebenarnya permasalahan tersebut disebabkan oleh kegagalan sistem dalam mengatur kehidupan masyarakat. 

Kita tahu bahwa sistem yang mengatur kehidupan saat ini adalah sekularisme, yaitu agama mengharuskan terpisah dari kehidupan. Diakui atau tidak, hal ini terlihat jelas dari semua aspek kehidupan. Misalnya saja banyak pemuda dan pemudi yang mengabaikan aturan agama Islam. Di saat agamanya melarang pacaran, mereka malah bahagia melakukannya. Di saat agama melarang perzinaan, mereka justru melanggarnya tanpa merasa berdosa. Atau saat agama mengharamkan minum khamar, mereka justru semangat meminumnya, bahkan berani menjual barang haram tersebut. 

Andai mereka tahu bahwa ada konsekuensi berat yang akan ditanggung nanti di akhirat  dan pertanggungjawaban di sana standarnya adalah aturan Islam, bukan aturan manusia. 

Maka, sungguh menyayat hati bahwasanya saudara-saudara kita banyak yang menjadi pelaku kriminal. Hal ini membuktikan bahwa negara gagal meriayah (mengatur) dan menjaga akidah rakyat. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi kepala negara untuk mengurus segala keperluan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a.) 

Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Pemimpin dalam Islam sangat serius dan bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Mereka memahami bahwa apa yang dijalankannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

“Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari) 

Pemimpin dalam Islam akan menjadikan Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber hukum yang akan mengatur rakyatnya. Ketika Al-Qur'an mewajibkan perempuan menutup aurat, maka pemimpin atau khalifah akan menjadikan aturan tersebut sebagai peraturan yang mengikat bagi seluruh rakyat. Aturan bersifat tegas. 

Begitu pun dengan ayat yang memerintahkan untuk memotong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi pezina. Maka, sang khalifah akan menjadikan ayat tersebut sebagai peraturan yang mengikat. 

Jika semua hukum Allah dilaksanakan, maka keamanan, ketenteraman, dan keberkahan akan datang. Ini karena hal tersebut merupakan janji Allah Swt. 

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS Al-A'raf: 96) 

Maka, tidak ada cara lain untuk menghentikan kasus-kasus kriminal tersebut, kecuali dengan mengganti sistem sekularisme menjadi sistem yang berasal dari Allah Swt. yaitu sistem Islam dalam naungan khilafah. Wallahualam bishawwab.

Oleh. Ririn Arinalhaq
Pemerhati Generasi 

Minggu, 11 Februari 2024

Jaminan Sertifikasi Halal: Perlukah Peran Negara Hadir?


Tinta Media - Mulai 18 Oktober 2024. Pemerintah akan mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman, termasuk dari pedagang kaki lima dan usaha mikro, kecil, dan menengah pun diwajibkan untuk mendapatkan sertifikat halal sebagai syarat menjual kuliner halal. 

Beberapa pelaku usaha kecil, seperti Pak Ipin yang menjual es bubur sumsum di Jakarta, mengaku tidak masalah dengan aturan baru itu, asalkan biayanya tidak terlalu tinggi dan bisa digratiskan. Namun bagi sebagian lain, mengkhawatirkan pengurusan sertifikasi halal akan merepotkan pelaku usaha, apalagi pedagang keliling yang biasanya tidak pernah memakai sertifikat halal. 

Sementara itu, sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia, Edy Misero, mengatakan bahwa sertifikasi halal penting untuk menimbulkan rasa kepercayaan dan permintaan masyarakat akan produk halal semakin tinggi. Sayangnya, pemerintah membatasi sertifikasi halal untuk pelaku usaha sampai Oktober 2024. Beliau juga menyampaikan akan kekhawatirannya akan masalah biaya sertifikasi dan pungutan liar di Indonesia serta mengingatkan pemerintah untuk harus menjaga komitmen masalah sertifikasi ini dengan baik.
(tirto.id - 2/2/2024) 

Pada dasarnya sertifikasi halal ini penting dilakukan karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Dengan demikian  aturan sertifikasi sangat bagus diberlakukan untuk menjaga keterangan kehalalan suatu produk. Karena melalui sertifikasi ini dapat menimbulkan rasa kepercayaan serta menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk makanan dan minuman yang dijual. 

Namun, harga dan pungutan liar juga memang harus dipertimbangkan, agar tidak membebani pedagang, khususnya pedagang kecil.  Mengingat PKL merupakan sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. maka wajar jika para pedagang kecil merasa khawatir bahwa sertifikasi halal akan menambah beban ekonomi mereka, terlebih bila harus mengganti ulang sertifikat secara berkala. 

Namun, dalam sistem kapitalisme seperti yang dianut saat ini, segala sesuatu dapat dikomersialisasikan. Membuka peluang lebar terjadinya pungli. Dan akibat peran negara yang  hanya sebatas regulator dan fasilitator bagi para kapital. Sehingga tidak mampu memberikan jaminan penuh kepada masyarakat maupun para pedagang kecil. 

Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita semua, apakah negara hadir untuk memberikan perlindungan kepada rakyat atau justru membiarkan kepentingan ekonomi yang mendasar mengatur segalanya, termasuk jaminan kehalalan produk? 

Di dalam Islam, negara harus hadir sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah dan agama. Kehalalan produk halal tidak hanya berkaitan dengan kesehatan jasmani, tetapi juga menyangkut kesehatan rohani. Oleh karena itu, negara harus hadir dan memberikan jaminan halal tanpa terbebani oleh kepentingan komersial. 

Di samping itu, pertanyaan lain yang perlu kita fokuskan adalah jumlah layanan sertifikasi halal gratis yang diberikan negara, yaitu 1 juta layanan sejak Januari 2023. Padahal, jumlah PKL yang menjual kuliner halal dapat mencapai 22 juta di seluruh Indonesia. Jumlah layanan sertifikasi gratis yang diberikan negara tampaknya jumlahnya masih dalam kisaran kecil. Oleh karena itu, peran negara dalam memberikan jaminan halal perlu diperluas. 

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, idealnya negara harus memberikan layanan sertifikasi halal secara gratis bagi seluruh masyarakat. Pemerintah seharusnya tidak hanya hadir sebagai regulator dan fasilitator, tetapi harus memastikan bahwa kebutuhan mendasar masyarakat, seperti halnya jaminan kehalalan produk, dapat terpenuhi dengan baik. Selain itu, pengedukasian bagi para pedagang pun harus kian ditingkatkan agar mereka semakin sadar akan pentingnya menerapkan konsep kesadaran halal dalam setiap langkah usaha mereka. 

Sebagaimana dalam negara Islam, yang  seluruhnya, baik itu fondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu bersandar pada akidah Islam, sehingga mewujudkan kesadaran para  pedagang dan masyarakat untuk menjaga kehalalan produk dan ajaran agama. Karena akidah adalah aspek penting dalam agama Islam dan melalui keyakinan-kepercayaan yang kuat tentang hubungan seseorang dengan Allah SWT.  Akan dapat membentuk karakter islami pada seseorang. 

Selain itu negara atau pemerintah yang terbentuk dalam sistem Islam akan menjamin pembiayaan sertifikasi halal dan memberikan kemudahan birokrasi pada cara pengurusannya. Sehingga, selain memberikan jaminan kehalalan produk, negara juga akan menjadi pengawal kehidupan masyarakat dan kepercayaan mereka terhadap produk halal. Karena dalam Islam negara adalah raain (pengurus umat) sekaligus junnah (pelindung umat). 

Hal ini kian menegaskan pada kita, bahwa negara memang sudah seharusnya hadir, untuk memberikan jaminan sertifikasi halal sebagai salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat maupun konsumen. karena selain itu adalah tugas negara, juga merupakan kewajiban agama yang harus ditegakkan. Dalam memberikan perlindungan dan dukungan yang diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pedagang kecil dan menengah. 

Wallahu 'alam


Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab