Tinta Media: penerapan
Tampilkan postingan dengan label penerapan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penerapan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 November 2024

PHK Melanda Akibat Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme.


Tinta Media - Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat saat ini menjadi tren yang sangat mengkhawatirkan. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Rukmana menghadiri rapat koordinasi (Rakor) bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Hal ini berkaitan dengan penetapan upah minimum 2025 yang dikhawatirkan akan berdampak terjadinya PHK. 

Penyebab utama terjadinya PHK di Jawa Barat ini adalah karena penutupan sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri tekstil dan garment disebabkan karena tingginya upah minimum kabupaten (UMK) di Jawa Barat. 

Untuk mengurangi terjadinya risiko PHK, Kemendagri dan Kementerian Ketenagakerjaan melakukan mitigasi deteksi dini, yaitu berdialog dengan tripartit, baik dengan pekerja, pengusaha, maupun pemerintah sehingga bisa meminimalisir terjadinya PHK. 

Saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi, terjadi PHK karena perusahaan tidak mampu menghadapi kondisi bahwa permintaan barang dan jasa menurun akibat merosotnya pendapatan masyarakat. Hal ini jelas dipicu ketidakmampuan penguasa memperbaiki kondisi moneter negara, sehingga mau tidak mau perusahaan pun mudah mem-PHK buruh tanpa hambatan karena UU Cipta Kerja. 

Maraknya PHK menunjukkan kegagalan pemerintah dalam ekonomi. Janji manis saat kampanye untuk membuka lapangan pekerjaan secara luas ternyata tidak terealisasi. Bahkan, UU Cipta Kerja yang diopinikan akan membuka lapangan kerja ternyata juga gagal total. Apa pun solusi yang di tawarkan, tetap bukan solusi hakiki. Ini adalah bukti dari kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia.

Dalam kapitalisme, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan, sementara perusahaan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. 

Jadi, apabila produksi menurun karena mengalami goncangan, maka jalan satu-satunya jalan adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya. Hal ini terjadi karena dalam sistem kapitalisme pekerja (buruh) hanya dianggap sebagai salah satu bagian dari biaya produksi. Prinsip produksi dalam sistem kapitalisme adalah mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Alhasil, rakyat yang sebagian besar bekerja sebagai buruh harus bernasib malang. Belum lagi derita rakyat kian bertambah dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.

Para pekerja (buruh) diperlakukan berbeda dengan tenaga kerja asing (TKA) dari luar, khususnya Cina yang bebas masuk Indonesia karena dijamin UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dalam aturan itu, perusahaan diberikan kemudahan mempekerjakan TKA dengan syarat yang tidak ribet. 

Namun, hal itu berbanding terbalik dengan rakyat lokal. Mereka dipekerjakan atau tidak tergantung perusahaan.
Kondisi seperti ini semakin membuktikan bahwa pemerintah abai terhadap nasib rakyatnya sendiri. 

Pekerja (buruh) yang kehilangan pekerjaan harus merasakan pahitnya kehidupan, karena selain tidak lagi memiliki pemasukan yang pasti, mereka harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga di tengah naiknya harga kebutuhan pokok. Belum lagi biaya kesehatan, pendidikan, maupun lainnya yang harus ditanggung. 

Negeri iniypun dibanjiri dengan pengangguran yang berarti kehidupan rakyat semakin menderita.

Ini berbeda dengan Islam. Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan telah menciptakan keadilan yang begitu luar biasa. Pekerja (buruh) dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang nasibnya ada di tangan industri atau perusahaan. 

Islam memandang pekerja adalah manusia sebagaimana manusia lainnya. Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan mereka berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem politik Islam berikut sistem ekonominya. 

Islam menjamin kejelasan akad antara pekerja dan pemberi kerja dengan sangat rinci. Akad ijarah telah mengikat kedua belah pihak untuk saling membutuhkan serta memberi keuntungan satu sama lain, bukan sebaliknya. 

Dalam Islam, banyak atau sedikit barang produksi tidak memengaruhi gaji pekerja. Dengan demikian, pekerja tidak akan jadi objek PHK massal jika terjadi penurunan permintaan barang atau saat kondisi ekonomi negara melemah. 

Sistem Islam juga tentu akan menjaga kestabilan ekonomi, mendorong berbagai usaha yang kondusif bagi rakyat, memberlakukan larangan praktik ribawi, dan menerapkan sistem keuangan berbasis emas dan perak, serta kebijakan fiskal berbasis syariah. Dengan begitu, dunia usaha berkembang dengan baik dan berefek pada serapan tenaga kerja yang masif. 

Negara yang menerapkan Islam akan memiliki aturan yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dalam Islam, laki-laki sebagai pencari nafkah dilarang menganggur atau bermalas-malasan dalam bekerja. Oleh karena itu, negara akan terlibat langsung dalam menjamin setiap laki-laki dewasa bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Negara juga memiliki berbagai macam pengelolaan kekayaan umum yang dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kekayaan umum berupa SDA tersebut merupakan milik rakyat dan haram hukumnya dikelola swasta maupun asing. 

SDA yang berlimpah itu akan dikelola oleh negara dan keuntungannya diberikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis. 

Selain itu, penerapan sistem pendidikan Islam akan mampu melahirkan sosok yang berkepribadian Islam dan memiliki kemampuan untuk bekerja, baik sebagai tenaga teknis maupun tenaga ahli. 

Alhasil, akan tersedia tenaga kerja handal dan profesional yang akan mengisi kebutuhan yang ada. Negara tidak perlu mengimpor tenaga kerja asing, karena kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi oleh lulusan pendidikan di negeri sendiri. Dengan demikian, nyatalah bahwa hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, meniadakan pengangguran, hingga menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Wallahu a'alam Bisshawab.





Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Senin, 10 Juni 2024

Pendidikan Mudah Dijangkau dengan Penerapan Islam Kaffah



Tinta Media - Gelombang protes mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi terjadi. Mereka menuntut agar UKT tidak dinaikkan sehingga tidak memberatkan. Beberapa di antaranya UGM, lebih dari 70 persen menolak. Ratusan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto melakukan hal yang sama. (tempo.co)

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto mengatakan bahwa kenaikan UKT untuk angkatan 2024 itu didasari aturan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (tempo.co)

Rektor Unsoed menyatakan bahwa sistem pembiayaan UKT di Unsoed masih mengacu pada aturan tahun. 
2012. (beritasatu.com)

Mahalnya biaya UKT ini merupakan dampak dari berlakunya PTN berbadan hukum (PTN BH), sehingga mengakibatkan terjadinya tren komersialisasi di perguruan tinggi.

Ketika kelembagaan BLU ditawarkan sebagai pengganti PTN BH, otonomi menjadikan kelembagaan PTN BH sebagai pengelola perguruan tinggi berbasis kemandirian di bidang akademik maupun non-akademik. Ini menjadikan perguruan tinggi mengalami masalah keuangan karena tidak mendapat biaya pendidikan dari pemerintah. 

Alhasil, PT harus mencari biaya mandiri untuk operasional kampus, tak lain akibatnya adalah adanya kenaikan biaya perguruan tinggi.

Kapitalisme Sekularisme Biang Mahalnya Dunia Pendidikan Perguruan Tinggi

UKT mahal disebabkan karena adanya komersialisasi ala kapitalisme sekularisme. Kapitalisme sekularisme di dunia pendidikan menghilangkan peran negara sebagai penjamin pendidikan. Negara bertindak hanya sebagai regulator sekaligus berpandangan materialisme. 

Negara menjadikan pendidikan sebagai ajang bisnis dan keuntungan materi semata. Kapitalisme sekularisme tidak berpihak pada peran dan kekayaan intelektual sebagai problem solver yang diperhitungkan dalam memberikan kontribusi kemanfaatan bagi negeri. Karena itu, kekayaan intelektual menjadi tersumbat, terhenti hanya pada pemenuhan target akreditasi semata, sehingga tidak mampu melahirkan generasi emas pembangun peradaban.

Penerapan Islam Kaffah Solusi Mahalnya Dunia Pendidikan

Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Negara berkewajiban memenuhi dan menjamin segala kebutuhan rakyatnya.

Dalam Islam, peran negara adalah sebagai raa'in (pengurus) rakyat. Sabda Rasulullah saw.

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus) rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari). 

Jaminan pendidikan yang didapatkan masyarakat harus merata, tidak membeda-bedakan strata atau golongan ekonomi rakyat. Pemerintah memfasilitasi secara gratis tanpa mengeluarkan biaya.

Oleh karena itu, dibutuhkan kekuatan dan pengelolaan ekonomi yang tepat dan benar.
Dalam konsep ekonomi Islam, aspek pemasukan dan pengeluaran diatur sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Pemasukan pembiayaan untuk pendidikan diperoleh dari kas negara dan harta orang-orang kaya, antara lain:

Kas Negara

Sumber pemasukan dan pengeluaran kas negara dikumpulkan di baitul mal untuk mencukupi kebutuhan umat.

Pertama, harta fa'i dan kharaj. Digunakan untuk mengatur kepentingan dan kemaslahatan rakyat, terdiri dari jenis ghanimah, kharaj, jizyah, fa'i, pajak (dalam kondisi khusus).

Kedua, kepemilikan umum terdiri dari minyak dan gas, listrik, pertambangan, kelautan (perairan sungai dan mata air), hutan dan padang rumput, tempat khusus yang dilindungi oleh negara 

Ketiga, shadaqah terdiri dari zakat mal, zakat pertanian, zakat ternak yang didistribusikan sesuai pemenuhan syarat penerimaan zakat yang di tetapkan dalam syariat (delapan asnaf)

Jenis pemasukan tersebut sebagian akan dikelola untuk fasilitas pendidikan, seperti pembangunan gedung-gedung universitas, dan sarana pendidikan lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dan lain-lain, bahkan alat belajar yang diperlukan, seperti pena, tinta, dan kertas secara gratis. 

Contohnya, di Baghdad dibangun universitas Al Mustanshiriyyah. Khalifah Hakam bin Abdurrahman an-Nashir mendirikan Universitas Cordoba yang menampung mahasiswa dengan gratis.

Contoh lain, Sultan Nuruddin Muhammad Zanky (abad XI hijriyah) mendirikan Madrasah an Nuriyah di Damaskus. Di sekolah ini, terdapat fasilitas seperti asrama siswa, perumahan, staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruang besar untuk ceramah dan diskusi.

Selain itu, terdapat fasilitas pembangunan eksperimen/praktikum/laboratorium. Contohnya pembangunan perkebunan untuk melakukan eksperimen para intelektual muslim di Baghdad, Cairo, Cordoba, dan lain-lainnya.

Seluruh fasilitas tersebut gratis, tidak dipungut biaya. Para intelektual terjamin fasilitas belajarnya, baik berupa sarana prasarana gedung belajar, tempat tinggal, laboratorium, bahkan alat belajar. 

Dengan demikian, pendidikan menghasilkan produktivitas tinggi berupa kekayaan berpikir dan para intelektual, serta terwujud kemandirian dan peradaban negara yang gemilang, tercapai kemaslahatan dengan ilmu yang bermanfaat untuk menyelesaikan problem negara.

Harta Orang-Orang Kaya

Orang-orang kaya di era khilafah berlomba-lomba mewakafkan hartanya untuk menyediakan fasilitas pendidikan. Banyak orang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar, seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, Asfahan, dan lain-lain terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang berasal dari wakaf yang bersifat khusus, seperti wakaf untuk ilmuwan hadis, wakaf khusus untuk dokter, wakaf khusus untuk riset obat-obatan, wakaf khusus guru anak-anak, wakaf khusus untuk pendalaman fiqih dan ilmu-ilmu Al-Qur'an. 

Selain itu, wakaf juga diberikan dalam bentuk asrama pelajar dan mahasiswa, alat-alat tulis, buku pegangan, termasuk beasiswa dan biaya pendidikan. (Qahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf Produktif (Al-Waqf Al-Islami Tathawwuruhu Idaratuhu Tanmiyatuhu)

Perwujudan pendidikan gratis akan terealisasi dengan penerapan Islam kaffah melalui peran serta pemerintah, berasaskan akidah Islam, dan ketakwaan individu masyarakat dan khalifah sebagai raa'in dan pelaksanaan kekuatan sistem ekonomi/keuangan Islam.

Oleh: Juhaini, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Selasa, 30 April 2024

Lemahnya Mitigasi Bencana Karena Penerapan Sistem yang Batil


Tinta Media - Bulan Syawal tahun ini selain ditandai dengan membludaknya arus mudik kaum muslimin, juga banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com (20/4/24), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang mencatat bahwa ada 4 kecamatan terdampak banjir akibat meluapnya debit air sungai, 4 kecamatan terdampak banjir lahar gunung Semeru, serta 1 kecamatan terdampak banjir dan longsor.  Tiga korban jiwa meninggal dalam bencana ini.

TribunPalu.com  (19/4/24) mengabarkan bahwa telah terjadi banjir bandang di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang mengakibatkan 173 rumah terendam air bercampur lumpur dan 419 kepala keluarga terdampak bencana. Fasilitas umum berupa sekolah, rumah adat, dan jembatan rusak.

Banjir bandang dan tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu (16/4/2024). Sebanyak 24 desa di 7 kecamatan terdampak banjir menyebabkan 162 rumah rusak dan 741 jiwa mengungsi.  Banjir juga merusak infrastruktur dan lahan pertanian  (Antara Bengkulu.com, 19/4/24).

Tidak bisa dimungkiri bahwa pada saat musim hujan, banjir terjadi di mana-mana karena curah hujan tinggi. Banjir terjadi setiap tahun dengan kerugian yang tidak sedikit. Banjir dan longsor seakan-akan jadi langganan. Rakyat pun pasrah dengan berulangnya banjir di tempat mereka, bahkan pasrah saat terjadi banjir,  Bantuan yang mereka terima hanya mie instan dan bantuan ala kadarnya dari pemerintah setempat. Bahkan pembersihan jalan serta perbaikan rumah pun ditanggung sendiri.

Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menyiapkan mitigasi banjir yang kuat sehingga wilayah dan warga yang terdampak dapat berkurang. Faktanya, wilayah terdampak semakin meluas. Daerah yang dulunya tidak pernah banjir, sekarang jadi banjir. Hal ini menunjukkan lemahnya mitigasi bencana dari pemerintah.

Mitigasi bencana banjir adalah segala upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Mitigasi dilakukan oleh pihak pemerintah. Mitigasi terbagi atas Mitigasi sebelum bencana, Saat bencana dan Sesudah bencana.

Mitigasi sebelum banjir merupakan usaha pencegahan berupa perbaikan saluran air, pengerukan sungai atau aturan dilarangnya membangun pemukiman di daerah rawan banjir dan di daerah hijau, tempat kantung-kantung air alami.

Mitigasi saat banjir berupa penyiapan tempat pengungsian serta evakuasi korban terdampak dilakukan secara cepat sehingga terhindar dari jatuhnya korban. Selain itu, kebutuhan para korban dipenuhi oleh pemerintah, bukan mengandalkan swadaya masyarakat.

Begitu juga dengan mitigasi setelah banjir berupa pembersihan sarana umum seperti jalan, perbaikan rumah warga, dan infrastruktur yang rusak segera dilaku. Semua itu untuk menghindari warga terdampak terlalu lama tinggal di pengungsian yang bisa berakibat terkena sakit.

Rakyat tidak bisa berharap banyak pada pemerintah yang menerapkan sistem batil seperti sekarang karena tidak ada konsep mengurus dan melayani rakyat. Bagi mereka, rakyat adalah beban, tidak ada dana yang cukup untuk mitigasi.

Akan berbeda dengan pemerintah yang menerapkan Sistem Islam. Pemerintah Islam (Khalifah) adalah raa'in, yaitu pengurus segala urusan rakyat. Dia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Negara Khilafah tidak akan kekurangan dana seperti negeri ini dengan APBNnya. Banyak sumber keuangan yang dikelola dan dikumpulkan oleh Baitul maal, seperti dari pengelolaan sumber daya alam, ghanimah, fa'i, wakaf, kharaj, dan lainnya. Dengan sumber dana yang cukup dan pemerintah yang amanah, maka tidak mustahil mitigasi bencana dapat terselenggara dengan optimal dan dapat meminimalisir dampaknya.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media


Jumat, 19 April 2024

Penerapan Sistem Islam, Berantas Miras dan Narkoba



Tinta Media - Berada di lingkungan yang nyaman dan aman adalah dambaan setiap orang, selain memberikan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari, juga menjaga kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. Hal ini yang sedang diupayakan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, Jawa Barat, yakni dengan melaksanakan operasi pekat dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 31 Maret 2024.

Sebanyak 19.600 botol miras dan 94.500 butir obat ilegal berhasil dirazia dari para penjual kemudian dimusnahkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan kondusivitas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Pemusnahan ini diharapkan mampu membuat efek jera kepada masyarakat, khususnya penjual yang nekat berjualan miras dan obat ilegal.

Dewasa ini, mendengar kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan miras sudah tidak asing di telinga, baik kasus kelas teri maupun kelas kakap. Salah satunya, kasus terhangat  yaitu jaringan gembong narkoba Fredy Pratama yang belum tertangkap sampai saat ini. Alasan ribetnya birokrasi karena berada di Thailand membuat pelakunya masih menghirup udara segar.

Bahkan, hingga November 2023, jumlah kasus pengguna narkoba di negeri ini mencapai 3,3 juta orang. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, selebritis, dan penegak hukum, semua turut serta dalam lingkaran setan ini. Banyaknya kasus yang terjadi membuktikan ketidakseriusan negara dalam menangani peredaran miras dan obat-obatan ilegal di tengah masyarakat dan masih menjadi PR besar pemerintah.

Harusnya negara menyadari bahwa dampak dari mengonsumsi miras dan penyalahgunaan obat-obatan bisa menjadi efek domino. Ini karena seseorang yang sudah berada dalam pengaruh alkohol atau miras dan obat-obatan akan hilang akal sehatnya sehingga rentan melakukan aksi kriminal lainnya.

Selain itu, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan miras oleh generasi muda akan berdampak pada terhambatnya kemajuan negeri ini, karena penggunaan barang haram tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka. Bagaimana negara ini bisa maju, jika generasi penerus peradaban telah digerogoti tubuhnya oleh zat perusak syaraf.

Namun, inilah fakta yang terjadi saat ini. Buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadikan negara abai dan melahirkan masyarakat yang rapuh, mudah terbawa arus, dan tidak punya pendirian dikarenakan jauh dari pemahaman akidah Islam. 

Sistem ini memisahkan agama (Islam) dari kehidupan dan negara, sehingga negara yang menerapkan sistem ini membebaskan setiap individu untuk berekspresi, berakidah, dan berekonomi. Alhasil, ketika aturan kehidupan diserahkan pada pemikiran akal manusia, maka yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan.

Kemudian, penerapan hukum yang tebang pilih dan tumpul ke atas tajam ke bawah oleh negara membuat peredaran miras dan obat-obatan terlarang akan terus berlangsung, karena yang dirazia oleh pemerintah adalah yang biasa dijual di warung-warung atau penjual kecil. Harusnya yang dimusnahkan adalah pabrik yang memproduksi miras dan obat-obatan terlarang.

Sehingga, realitasnya miras yang sudah mendapatkan izin dari negara (legal) seperti di tempat hiburan malam (klub malam), tempat karaoke, hotel berbintang, dan lain sebagainya, masih bisa diperjualbelikan. 

Inilah bukti bahwa sistem ini memberikan kemudahan pada siapa saja yang memiliki modal besar untuk berbisnis, sekalipun berjualan barang haram. Sistem yang berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi ini, membuat penguasa menjadi materialistis dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

Oleh karena itu, kegiatan razia terhadap penjual miras dan obat-obatan ilegal bukanlah solusi yang solutif dan tidak akan mampu menghentikan peredarannya. Kalau memang betul-betul serius ingin memberantas peredarannya, negara harus membuat aturan tegas berupa larangan memproduksi dan memperjualbelikan miras dan obat-obatan terlarang, dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Artinya, selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, maka mustahil peredarannya bisa dihentikan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) yang aturannya sahih karena dibuat oleh Allah Swt. Aturan itu tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua ada aturannya dan berlaku hingga akhir zaman.

Termasuk persoalan miras dan obat-obatan terlarang, jelas dalam Islam haram hukumnya, baik legal maupun ilegal. Sesuatu yang membawa dampak buruk bagi manusia dilarang oleh Allah Swt. 

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya,

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berkewajiban melindungi rakyat dari hal-hal yang membahayakan jiwa dan raga. Negara harus menjaga generasi penerus peradaban dari pengaruh miras dan obat-obatan terlarang. Negara paham betul bahwa generasi tangguh dan berakhlakul karimah mampu membangun peradaban emas.

Penerapan syariah secara kaffah oleh negara inilah yang membentengi masuknya pemahaman kafir barat. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, mulai dari akidah, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Maka, akan terlahir masyarakat yang mempunyai idroksilabillah (kesadaran adanya hubungan manusia dengan Allah). Sehingga, setiap aktivitas yang dilakukan tidak keluar dari perintah dan larangan Allah Swt. Semua amal perbuatan dilakukan hanya mengharap rida Allah Swt.

Islam juga memiliki mekanisme dalam mencegah dan menangani peredaran miras dan obat-obatan terlarang. Di antaranya adalah melakukan edukasi fundamental dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adanya pengontrolan masyarakat, saling beramar ma'ruf nahi mungkar, dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum dengan sanksi takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. Sanksinya bahkan bisa sampai pada hukuman mati.

Inilah solusi hakiki yang Islam hadirkan untuk mewujudkan kondusivitas di tengah masyarakat, bukan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja. Maka dari itu, kita akhiri kezaliman sistem kufur ini dengan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahualam


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Kamis, 14 Maret 2024

Kekerasan Seksual Semakin Marak, Buah dari Penerapan Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di SMP 3 Negeri Baleendah, beberapa oknum guru Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Salah satu terduga tak lain adalah wakil kepala sekolah. Pelaku dijerat dengan pasal tindak pidana kekerasan seksual yang terkandung dalam UU no. 12 pasal 5 tahun 2022.

Stein Siahaan selaku Kuasa Hukum korban mengatakan bahwa pihak keluarga korban merasa terancam dengan kasus yang menimpa anaknya, karena tidak diayomi maupun dilindungi oleh pihak sekolah. 

Stein mengatakan bahwa saat ini korban sedang berusaha dipulihkan psikisnya. Ia berharap, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Nadiem Makarim bisa menindak tegas para oknum guru di SMP 3 Negeri Baleendah, Kabupaten Bandung agar tidak terulang lagi kejadian seperti ini. Pihaknya pun terus menunggu perkembangan kasus kekerasan seksual yang menimpa beberapa murid di SMP 3 Negeri Baleendah, yang ternyata korbannya lebih dari 10 orang.

Kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihilangkan. Kekerasan seksual menimbulkan dampak luar biasa pada korban, meliputi penderitaan psikis, kesehatan, dan lain-lain. 

Hukum hari ini belum mampu memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terlebih perempuan, termasuk di dalamnya menjamin kerugian fisik dan psikis korban. Rehabilitasi korban belum mampu melindungi hak-hak korban. Penanganan kasus pun belum dilakukan secara komprehensif dan tidak mencegah terulangnya kejahatan seksual.

Maraknya kekerasan di negeri ini tidak akan bisa terselesaikan dengan penerapan sistem buatan manusia. Selain aturannya lahir dari buah pikir manusia yang lemah dan terbatas, sistem sekuler kapitalistik ini bertentangan dengan Islam, jauh dari keridaan Allah Swt. 

Sebagaimana sabda Rasullullah saw. 

"Jika kepala salah seorang di antara kalian ditusuk jarum besi, itu lebih baik daripada meraba-raba perempuan yang bukan istrinya." (HR. At-Tabrani)

Hadis ini meneguhkan bahwa kekerasan seksual adalah hal yang sangat dilarang dalam Islam. Maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak disebabkan karena tidak ada perlindungan terhadap perempuan dan anak, baik dalam negara, masyarakat, maupun keluarga. Hal ini karena minimnya pemahaman Islam tentang kewajiban negara, masyarakat, ataupun individu, serta tidak berlakunya aturan Islam di tengah-tengah umat. 

Dalam Islam, negara bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara kaffah. Umat akan mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan merata. Hal ini bisa terlaksana jika negara menerapkan aturan Islam secara keseluruhan dalam sebuah naungan, yakni khilafah 'alaa minhajin annubuwwah yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan syariat Islam sebagai aturan dalam bernegara

Rasulullah saw. bersabda,
 
"Sesungguhnya Imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)

Negara dalam sistem Islam merupakan satu-satunya institusi yang mampu melindungi dan mengatasi seluruh permasalahan, termasuk di dalamnya kekerasan terhadap perempuan dan anak secara sempurna. 

Di samping itu, negara adalah pelaksana utama penerapan syariat Islam. Oleh karenanya, negara berwenang memberikan sanksi tegas bagi pelaku tindak kejahatan seksual.

Dalam Islam, pelecehan verbal saja dihukum, apalagi pelecehan fisik seperti pemukulan, pemerkosaan, dan sejenisnya, sehingga hukumannya akan jauh lebih berat. 

Hanya syariat Islamlah yang mampu melindungi perempuan dan anak, bahkan siapa pun dari segala bentuk kekerasan. Dengan tiga pilar penegakan hukum Islam berupa ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan tanggung jawab negara, aturan Islam dapat terwujud secara sempurna. Sudah saatnya kita kembali menerapkan aturan Islam secara kaffah, baik individu, masyarakat, maupun negara. Wallahu'alam bishshawab.



Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 28 Februari 2024

Kemiskinan Ekstrem Buah Penerapan Sistem Zalim



Tinta Media - Kemiskinan menjadi persoalan dunia yang tidak kunjung usai. Di Indonesia sendiri, berdasarkan standar yang digunakan pemerintah, jumlah penduduk miskin mencapai 5,8 juta jiwa. Ini dicapai menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. 

Padahal secara global, basis perhitungan orang yang dapat disebut sebagai miskin ekstrem adalah US$ 2,15 PPP per hari, atau setara dengan 6,7 juta orang penduduk miskin. Ini sebagaimana yang disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin lalu (5/6/2023).

Baik standar kemiskinan oleh pemerintah atau pun global yang digunakan, jumlah kemiskinan di negeri ini tetap  tinggi. Anak-anak menjadi kalangan yang paling rentan merasakan dampaknya.

Secara global, kata Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF Natalia Winder Rossi, terdapat 333 juta anak yang terjerat dalam kemiskinan ekstrem, hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi.

Selain itu, sesuai laporan dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children, setidaknya sebanyak 1,4 miliar anak usia di bawah 16 tahun di dunia tidak mendapatkan akses perlindungan sosial apa pun. Hal ini menjadikan anak-anak tidak mendapatkan gizi yang cukup, rentan terkena penyakit, dan terpapar kemiskinan.

Mirisnya melihat generasi saat ini hidup dalam kemiskinan yang menindas. Masa kecil generasi dirampas oleh penderitaan yang tidak seharusnya menimpa mereka. Tak jarang masa belajar dan bermain justru tergadaikan dengan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Bukan tanpa alasan. Orang tua dengan segala keterbatasannya dengan berat hati tidak dapat memenuhi setiap hak anak. Pekerjaan ala kadarnya dengan hasil apa adanya menjadi satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk melanjutkan hidup keluarga. Miris sekali melihat masyarakat hari ini jauh dari kesejahteraan.

Lalu mengapa hal demikian dapat terjadi?

Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya alamnya yang luar biasa. Namun sayangnya, kekayaan yang ada tidak menjadikan rakyatnya menikmati kesejahteraan. Hal ini karena negara menerapkan sistem Kapitalis-Sekuler yang menerapkan aturan buatan manusia.

Dalam sistem kapitalis, negara hanya regulator pemenuh nafsu para oligarki. Aturan dibuat sedemikian rupa guna memudahkan mereka menguasai SDA dalam negeri. Mereka menghalalkan berbagai cara demi mencapai kepuasan. Asas manfaat jelas telah membutakan humanisme orang-orang berduit. Rakyat lah yang menjadi korban kebiadaban mereka.

Negara sangat abai terhadap rakyat, terlebih anak-anak. Kemiskinan yang merajalela telah merenggut hak-hak masyarakat. Seharusnya negara mewujudkan kesejahteraan di masyarakat. Kebutuhan berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan sudah semestinya menjadi tanggung jawab negara yang harus dipenuhi.

Berbeda cerita ketika hukum Islam yang diterapkan. Islam dengan seperangkat peraturannya mampu menciptakan kesejahteraan untuk seluruh alam. Bagaimana tidak, hukum Islam diciptakan langsung oleh Sang Khaliq Yang Maha Tahu segalanya, termasuk kehidupan manusia.

Islam memiliki solusi sistematis mengatasi kemiskinan ekstrem yang menjadi problem dunia saat ini. Dalam Islam, kepemilikan harta diatur menjadi kepemilikan pribadi, umum dan negara. Pengaturan seperti ini melarang terjadinya penyelewengan kepemilikan seperti yang terjadi di sistem Kapitalisme.

Selain itu, Islam juga mengatur aktivitas distribusi harta oleh individu, masyarakat dan negara. Negara memastikan terpenuhinya kebutuhan primer seluruh rakyat. Jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan diberikan oleh negara secara cuma-cuma, tanpa dipungut biaya. Tidak akan terjadi komersialisasi dan kapitalisasi dalam hal ini.

Dengan peraturannya yang sedemikian rupa, Islam akan mewujudkan kemakmuran di tengah masyarakat. Kemiskinan ekstrem dapat dicegah dan diatasi, sebab kesejahteraan adalah prioritas yang mesti diutamakan. Seluruh anak-anak akan mendapatkan hak mereka. Terpenuhinya kebutuhan gizi, pendidikan dan keamanan bukan lagi menjadi angan-angan masyarakat. Dalam Islam, generasi sangat diperhatikan sehingga tumbuh menjadi generasi yang kuat dan tangguh. 
Wallahua'lam.


Oleh : Khansa Nadzifah
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 30 Januari 2024

Tumpukan Sampah Membuat Resah, Akibat Penerapan Sistem yang Salah

Tinta Media - Sampah di Pasar Baleendah Kabupaten Bandung masih tampak menggunung (8/1/2024), meski upaya pengangkutan sudah dilakukan sejak Rabu pekan lalu. 

Menurut Kepala UPTD Pasar Baleendah, Ginanjar, sampai hari Minggu (7/1), sudah 14 tronton sampah diangkut oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung.

Ginanjar mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi masalah sampah yang sejak lama menjadi polemik di Pasar Baleendah ini. Bahkan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan pihak DLH dan perwakilan pedagang pasar untuk mencari solusi terbaik penanganannya. 

Ginanjar berpendapat bahwa yang menjadi benang merah permasalahan sampah di Pasar Baleendah adalah tidak adanya tempat pembuangan sampah bagi warga. Jadi, banyak warga membuang sampah ke TPS Pasar Baleendah yang notabene hanya untuk sampah pasar. (KORAN GALA)

Harus kita sadari bersama bahwa sampah adalah permasalahan yang serius. Jika tidak ditangani dengan baik, maka dampaknya akan membahayakan kita semua. Apalagi dengan sifat sampah yang sulit terurai, maka menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menanggulanginya. 

Walaupun sudah banyak imbauan dan ajakan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, serta melakukan kampanye agar mengurangi penggunaan kemasan plastik sebagai salah satu upaya untuk mengurangi masalah sampah, tetapi hal tersebut tidak memberikan efek nyata. Tetap saja masalah sampah tak kunjung usai juga.    

Sungguh ironis, jika tidak ditangani dengan baik, sampah memiliki dampak yang negatif. Selain sumber bibit penyakit, sampah juga bisa merusak lingkungan hidup, mencemari air, bahkan dapat menimbulkan banjir. Selain itu, polusi pembakarannya pun dapat mengancam kesehatan, apalagi yang tinggal di dekat area pembuangan sampah. 

Seharusnya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani masalah sampah ini. Tak hanya memberi imbauan agar tidak membuang sampah sembarangan dan membangun tempat-tempat pembuangan sampah saja, negara berperan langsung sebagai pemegang kebijakan memiliki kapasitas dan wewenang untuk menyelesaikan permasalahan sampah ini. 

Bisa saja pemerintah mendatangkan para ahli dan ilmuwan untuk melakukan penelitian agar bisa menghasilkan kemasan produk yang mudah diurai, sehingga penumpukan sampah dapat berkurang. Namun, pemerintah justru hanya memilih solusi yang parsial.                                     

Harus kita pahami pula bahwa permasalahan yang  terjadi di berbagai negeri, termasuk di negeri ini, tidak lain karena akibat dari sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem ini berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) yang mengukur kebahagiaan itu  berdasarkan materi, yakni mengutamakan sesuatu yang bisa mendatangkan materi atau manfaat, dan meninggalkan sesuatu jika tidak bisa mendatangkan materi atau manfaat. 

Itulah yang menjadikan masyarakat memiliki sifat individualis, yang hanya mementingkan kepentingan sendiri ataupun kelompok. Alhasil, banyak masyarakat yang kehilangan kesadaran dan empati untuk tolong-menolong. Salah satunya dalam hal mengelola sampah, sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. 

Selain itu, bertambahnya jumlah sampah di negeri ini, juga tidak terlepas dari budaya konsumtif yang lahir dari sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Standar kebahagiaan pun diukur dari banyaknya materi dan barang-barang yang dimiliki. Hal inilah yang menjadikan masyarakat seolah tidak puas dan selalu terdorong membeli barang baru. 

Ini berbeda dengan sistem Islam. Sebagai agama yang berasal dari Allah Swt., Islam memiliki aturan yang lengkap untuk mengurusi seluruh aspek kehidupan. Selain itu, Islam pun merupakan agama yang sangat mencintai kebersihan.  

Rasulullah saw. bersabda, "Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih, sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang yang bersih." (HR. Baihaqi) 

Islam pun memiliki mekanisme tersendiri dalam menangani permasalahan sampah. Islam memandang bahwa semua pihak, baik individu, masyarakat, ataupun negara memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga kebersihan lingkungan. 

Negara akan memberikan pemahaman kepada individu masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Serta memahamkan pula bahwa menjaga kebersihan merupakan bentuk keimanan kepada Allah Swt. yang kelak akan dibalas dengan surga.  

Kesadaran inilah yang akan mendorong setiap individu untuk mengolah sampah, terutama yang berasal dari sampah rumah tangga dengan cara mengonsumsi atau membeli sesuatu sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. 

Tidak hanya itu, kesadaran pun tidak hanya akan muncul pada diri individu, tetapi pada seluruh masyarakat, sehingga tercipta rasa tolong-menolong (ta'awun) antarsesama anggota masyarakat. 

Masyarakat akan sedia bergotong-royong dalam mengelola sampah, seperti memilah, membakar, serta mendaur ulang secara bergantian. Begitu pun negara, sebagai pihak yang bertanggung jawab dan sebagai pihak yang paling penting dalam mengelola sampah, sebagai salah satu langkah dari menjaga kesehatan masyarakatnya.

Hal ini karena pengelolaan sampah sangat erat kaitannya dengan masalah kesehatan. Sementara, kesehatan adalah kebutuhan asasi bagi masyarakat yang wajib dipenuhi oleh negara. 

Pemerintah di dalam Islam akan melakukan seluruh daya dan upaya dalam pengelolaan sampah, termasuk mendatangkan para ahli yang dapat menciptakan teknologi yang mampu menghasilkan kemasan produk yang aman bagi masyarakat dan lingkungan, serta mudah diurai oleh tanah, sehingga tidak merusak dan mencemari lingkungan. 

Tidak hanya itu, pemerintah pun akan menetapkan sanksi yang tegas, yang mampu memberikan efek jera bagi siapa saja yang melakukan perusakan lingkungan, termasuk membuang sampah sembarangan. 

Inilah mekanisme di dalam Islam dalam menangani masalah pencemaran lingkungan, termasuk masalah pengelolaan sampah. Semua itu hanya akan terwujud  ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai daulah khilafah. Wallahua'lam.

Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab