Tinta Media: pembantaian
Tampilkan postingan dengan label pembantaian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pembantaian. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Juli 2024

Pembantaian di Rafah, ke Mana 145 Negara yang Mengakui Palestina Merdeka?



Tinta Media - Sungguh di luar nalar, sebanyak 145 negara dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengakui Negara Palestina hilang entah ke mana saat ada pembantaian di Rafah yang menewaskan ribuan warga Palestina. 

Seolah-olah mereka (145 negara) menghilang begitu saja tanpa ada tindakan apa pun untuk menghentikan genosida ini. Padahal, jika mereka sudah mengakui keberadaan negara Palestina, harusnya genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi harus segera dihentikan dengan tegas.

Arti dari kata pengakuan adalah bukan hanya soal moral, tetapi juga tindakan. Seperti halnya ketika Amerika Serikat mengakui Ukraina sebagai sekutu. Ada dukungan nyata dari Amerika Serikat terhadap Ukraina, yaitu mengajak sekutu-sekutu Amerika untuk selalu membantu dam men-support Ukraina dalam perangnya melawan Rusia.

Bahkan, bantuan tersebut bukan sebatas moral dan ucapan, bukan juga hanya sebatas kemanusiaan saja, tetapi juga pengiriman senjata militer hingga boikot secara ekonomi terhadap Rusia.

Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini jelas bukan hanya soal lisan, tetapi juga tindakan. Lantas, bagaimana pengakuan negeri-negeri muslim yang hanya sekadar ucapan, padahal sudah jelas dan nyata terjadi pembantaian secara brutal oleh Zionis Yahudi?

Publik dan masyarakat dunia sebenarnya juga menyoroti kebiadaban Zionis Yahudi. Ini terlihat dari aksi-aksi damai yang dilakukan oleh berbagai negara. Bukan hanya negeri-negeri muslim, tetapi juga negeri-negeri nonmuslim yang notabene menempatkan muslim sebagai minoritas. 

Namun, apalah daya. Tindakan tersebut hanya mentok pada opini publik. Publik tidak bisa bergerak karena para pemimpin mereka justru menjalin kerja sama dengan Zionis Yahudi. Apalagi, publik, khususnya kaum muslimin di seluruh dunia, terkhusus di Jazirah Arab telah terkotak-kotakan dengan sistem nasionalisme.

Punya Kepentingan

Lebih konyolnya lagi, terkadang para pemimpin di negeri Islam terkait masalah Palestina hanya sekadar mengambil untuk kepentingan kekuasaan saja.

Contohnya, sikap Presiden Turki Recep Thoyyib Erdogan yang terlihat mengancam keras Zionis Yahudi dan bersikap tegas terhadap genosida yang dilakukan oleh para Zionis. Bahkan, diberitakan bahwa Presiden Erdogan sampai memutus hubungan diplomatik dengan negara Zionis Yahudi, juga menangguhkan hubungan dagang di beberapa bulan yang lalu. 

Namun, di balik tindakan Erdogan tersebut ternyata ada kepentingan politik jangka pendek, yakni kepentingan pemilu yang sebentar lagi akan diselenggarakan di Turki. Menurut berbagai survei, Erdogan kalah dengan pasangan lain sehingga membutuhkan dukungan.

Apa yang dilakukan oleh pemerintahan Turki bisa jadi dialami juga oleh 145 negara, bahkan 53-nya adalah negeri muslim. Ini membuktikan bahwa ada kepentingan-kepentingan lain yang menghalangi mereka untuk memikirkan secara nyata dan tegas terhadap genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi. Motifnya pun bermacam-macam.

Khilafah

Ini berbeda ketika khilafah hadir di tengah umat. Di dalam catatan sejarah, Palestina yang dijuluki sebagai tanah yang diberkahi, selalu dimuliakan, bahkan ketika pembebasan maupun ketika berada di bawah kekuasaan daulah khilafah.

Pada masa Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, terjadi futuhat dan penyerahan kunci Yerusalem  sehingga wilayah tersebut masuk di dalam kekuasaan kaum muslimin. Pada peristiwa itu,  tidak ada hal keji ataupun pembantaian. Bahkan sebaliknya, mereka yang masuk dalam kategori kafir dzimy diberi kebebasan untuk memeluk agama mereka masing-masing. Bahkan, tempat ibadah mereka tidak dibongkar ataupun diruntuhkan.

Begitu juga ketika Shalahudin Al Ayyubi mengambil alih Al Quds dari pasukan Salib. Shalahudin Al Ayyubi tidak melukai orang-orang yang bukan muslim. Beliau justru memuliakan warga setempat. Bahkan, masyarakat selain muslim diberi kebebasan untuk beribadah.

Artinya, hanya Islam yang mampu menjadikan Al Quds dan Palestina menjadi sebuah kawasan yang mulia dan diberkahi.


Oleh: Setiyawan Dwi 
(Jurnalis)

Minggu, 17 Maret 2024

Pembantaian Umat Islam Palestina Membongkar Empat Kesadaran Umat



Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustaz Farid Wadjdi, mengatakan, pembantaian terhadap umat Islam di Palestina yang masih terus terjadi hingga hari ini telah membongkar kesadaran Umat. 

"Krisis Palestina sekarang ini, pembantaian terhadap umat Islam di Palestina itu mengungkap sesuatu yang selama ini sudah dipahami oleh masyarakat tetapi makin terbuka lagi, makin terbongkar lagi, walaupun selama ini masyarakat (umat Islam) sudah tahu. Apa yang terjadi di Palestina telah membongkar empat kesadaran umat," ungkapnya dalam video Ingat..!!! Palestina Masih Penuh Nestapa - Catatan Peradaban, di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (7/3/2024). 

Pertama, penguasa-penguasa negeri-negeri Islam terutama penguasa Arab adalah penguasa boneka dan pengkhianat. 

"Contoh Mesir, sampai sekarang belum membuka pintu Rafah untuk masuknya bantuan kemanusiaan, kemudian Mesir adalah negara yang paling dekat dengan Palestina dan seharusnya bisa melakukan tindakan yang paling nyata," ungkapnya. 

Dia mengatakan untuk menghentikan pembantaian yang dilakukan entitas penjajah Yahudi bisa dengan melakukan pemboman terhadap pangkalan udara militernya dan itu akan bisa mereduksi 90 persen pembantaian yang dilakukannya. Karena sebagian besar pembantaian yang dilakukan entitas penjajah Yahudi dilakukan melalui serangan udara baik dengan pesawat tempur, helikopter, ataupun menggunakan pesawat drone dengan target-target khusus. 

Kedua, telah menunjukkan kegagalan peradaban kapitalisme yang selama ini Barat agung-agungkan sebagai peradaban yang beradab. 

"Mereka menghargai hak asasi manusia, mereka katakan demokrasi dan lainnya tetapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya mereka membiarkan pembantaian terhadap anak-anak, membiarkan rakyat Palestina kelaparan, membiarkan penyerangan terhadap tempat-tempat yang di dalam perang pun asas humaniter International itu tidak boleh di serang. Seperti rumah sakit, sekolah, itu tidak boleh di serang, dan ini makin menunjukkan kehancuran peradaban kapitalisme," tegasnya. 

Ketiga, makin membangun kesadaran di tengah-tengah umat bahwa umat Islam, memiliki kekuatan yang luar biasa kalau berdasarkan keimanan mereka. Pertahanan Zionis Yahudi yang dikatakan terbaik di dunia dengan apa yang mereka sebut iron dome itu bisa dikalahkan dengan strategi yang dari segi kecanggihannya pesawat militer entitas penjajah Yahudi jauh lebih canggih. Tetapi itu bisa dibuktikan oleh pejuang kaum Muslimin bisa dikalahkan. 

"Kalau dilihat kekuatan keimanan yang dimiliki oleh pejuang-pejuang Islam Suriah, pejuang-pejuang Islam Irak, membuat perlawanan mereka terhadap entitas Yahudi terus berlangsung. Jadi kesadaran ini makin menguat bahwa umat Islam mereka memiliki kekuatan keimanan sehingga dengan peralatan yang sederhana di banding dengan Barat mereka bisa membuat Barat kerepotan. Kesadaran ini sudah semakin menguat di tengah umat Islam," paparnya. 

Keempat, kesadaran bahwa umat semakin membutuhkan persatuan kaum Muslimin yang sejati. Umat melihat bahwa pecahnya negeri Islam atas prinsip nation state (negeri bangsa) telah memperlemah mereka. Bahkan telah menjadi alasan melegitimasi pengkhianatan penguasa negeri Islam, dengan alasan tidak sejalan dengan kepentingan nasional mereka. 

"Umat sekarang ini telah menyadari tentang utuhnya persatuan kaum Muslimin yang sejati. Persatuan kaum Muslimin yang sejati itu terwujud ketika di tengah-tengah umat ada kekuatan politik yang mewakili negara Islam pada level global yaitu kekuatan khilafah. Jadi kesadaran ini makin tumbuh di tengah-tengah umat," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Senin, 11 Maret 2024

Pembantaian Muslim Gaza Terus Terjadi Akibat Pengkhianatan Penguasa Negeri-Negeri Muslim



Tinta Media - Merespons pembantaian yang terjadi di Gaza, Pengamat Politik Internasional Dr. Hasbi Anwar,  S.IP., MA., mengatakan, pembantaian terhadap Muslim Palestina, Gaza terus terjadi akibat dari diamnya dan pengkhianatan negeri-negeri Muslim di dunia. 

"Dunia Islam pada umumnya, mereka hanya bisa dengan lisan dalam merespons peristiwa Gaza, yang paling menyedihkan lagi banyak diantara yang terang-terangan mendukung Israel, dan sejak 7 Oktober sampai sekarang, pembantaian terus terjadi oleh zionis karena diamnya dan pengkhianatan negeri-negeri Muslim," tuturnya dalam Catatan Peradaban, Ingat..!!! Palestina Masih Penuh Nestapa, di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (7/3/2024). 

Hasbi menambahkan, masyarakat dunia diperlihatkan kebebasan zionis melakukan pembantaian terhadap warga Gaza, tanpa ada satu kekuatan pun yang bisa menghentikan itu semua. Padahal kalau jika lihat dalam segala aspek, kekuatan entitas penjajah Zionis sangatlah lemah. Letaknya yang berada di tengah-tengah kaum Muslimin, kemudian ketergantungan zionis terhadap wilayah-wilayah kaum Muslimin. 

"Logikanya seandainya Israel bisa memblokade Gaza. Mesir, Yordan, Suriah, Lebanon, Turki itu lebih bisa memblokade Israel, bahkan secanggih-canggihnya sistem senjata iron domenya Amerika atau senjata-senjata yang dikirimkan Amerika sampai sekarang kepada Israel, itu tidak akan bisa tembus ke Israel ketika wilayah Timur Tengah itu ditutup oleh negara-negara Arab, negara-negara Muslim untuk masuk ke Israel. Itu kan jelas sekali, dan kenapa Israel bisa sebebas itu? Itu karena pengkhianatan," tegasnya. 

Hasbi menjelaskan bentuk dari pengkhianatan negeri-negeri Muslim tidak akan terjadi ketika dunia Arab atau dunia Islam di wilayah sekitar Gaza tidak berkhianat. Memang ada banyak pemimpin-pemimpin kaum Muslimin yang bersuara, Indonesia termasuk yang paling kencang bersuara tetapi apa yang terjadi saat ini, bukan suara yang dibutuhkan oleh Gaza 

"Kalau kita melihat yang terjadi di Gaza itu adalah kekerasan yang dilakukan dengan tangan atau kekuasaan. Solusinya amar makruf nahi mungkar dengan kekuasaan atau dengan tangan. Tetapi kita tidak melakukan itu. Malah yang terjadi, kezaliman itu dilakukan oleh uluran tangan secara langsung, dengan kekuasaan secara langsung, tetapi dunia membalas kezaliman itu atau merespons kezaliman itu dengan lisan. Ini yang tidak apple to apple, tidak simetris antara kezaliman yang terjadi dengan sikap dunia, dan itu yang membuat akhirnya terjadi pembantaian secara berulang dan kita tidak tahu kapan itu akan berhenti," sesalnya. 

Masa Depan Gaza 

Hasbi menjelaskan masa depan Gaza tergantung dua faktor, kemauan Israel dan Amerika. Tetapi, ia mempertanyakan, kenapa harus menunggu AS untuk menekan Israel? Kenapa harus menunggu Israel kecapean dulu dengan desakan internal? Baru pembantaian terhenti. "Kemanusiaan kita dipertanyakan, apalagi khususnya bagi para pemimpin-pemimpin yang memiliki tentara. Hal yang tidak masuk akal yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kaum muslim saat ini, padahal kita memiliki banyak kekuatan," tukasnya. 

Mungkin ada yang mengatakan, lanjut Hasbi, kekuatan militer umat Islam tidak seimbang dengan AS. Memang tidak seimbang tetapi umat Islam memiliki banyak kekuatan non militer yang bis digunakan untuk menekan AS. Atau kalau lebih strategis lagi masih ada kesempatan untuk mengubah hubungan negeri-negeri Muslim dengan AS menjadi independen, sehingga mampu membangun kekuatan yang sifatnya independen. 

Seharusnya dari peristiwa Gaza, kata Hasbi, masyarakat Muslim belajar, bahwa negeri-negeri Muslim lemah di hadapan Barat, tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menonton penderitaan Muslim Gaza, hanya bersuara ketika Gaza dibantai. 

"Seharusnya dari sini kita belajar bahwa umat Islam harus mencari jalan sendiri untuk bisa membangkitkan kaum muslimin bukan selalu bergantung sama Barat, institusi Barat bergantung dengan militer dan ekonomi Barat," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Senin, 01 Januari 2024

FIWS: Berharap pada PBB adalah Kebodohan dan Melupakan Kejahatan



Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menilai penguasa-penguasa Arab yang masih berharap pada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) adalah sebuah Kebodohan dan melupakan kejahatan. 
"Jadi, berharap pada PBB adalah suatu kebodohan dan melupakan kejahatan artinya telah mengulur-ulur waktu membesarkan pembantaian terhadap kaum muslimin," tuturnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Bongkar Siasat Amerika Atas Gaza di kanal Youtube Khilafah News Rabu (27/12/2023). 

Menurutnya, berharap pada PBB jelas-jelas dalam catatan sejarah, tidak pernah berpihak pada kaum muslimin. "Dari sana seharusnya sudah muncul kesadaran bahwa berharap agar PBB itu adalah hal yang mustahil," ungkapnya. 

Farid mengatakan, penguasa-penguasa Arab yang masih berharap pada PBB sebenarnya hanya sekedar lari dari tanggung jawab mereka melakukan tindakan nyata yaitu mengirim pasukan militer. 

"Karena pengiriman pasukan militer inilah yang secara nyata bisa menghentikan serangan-serangan keji yang dilakukan oleh entitas penjajah Yahudi Zionis," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Sabtu, 09 Desember 2023

Entitas Yahudi Bantai Rakyat Palestina berdalih Mempertahankan Diri, KH Hafidz: Ini Logika Ngawur



Tinta Media - Alasan yang dikemukakan entitas Yahudi saat membantai penduduk Palestina dinilai ngawur oleh Khadim Ma’had Syaraful Haramain KH Hafidz Abdurrahman (HAR).

"Mereka malah melakukan pembantaian terhadap penduduk Palestina, dengan alasan mempertahankan diri. Ini logika ngawur," tuturnya dalam sebuah tulisan berjudul Logika Penjajah, yang diunggah di akun Instagram pribadinya, @har030324, Sabtu (2/12/2023).

Apabila entitas Yahudi ini memahami, kata KH Hafidz, harusnya merekalah yang pergi dari tanah Palestina. "Entitas Yahudi di Timteng itu ibarat duri yang ditanam oleh Inggris, di tubuh umat Islam. Mereka tidak punya tanah, diberi 'tanah' disana dan terus membuat onar karena tujuannya agar Timur tengah tetap bisa dijajah," ungkapnya. 

Setelah PD II, lanjutnya, AS menggantikan peran Inggris,  menjaga, merawat, dan menghidupi entitas Yahudi di tanah jajahannya (Palestina) untuk kepentingan imperialisme AS di Timur Tengah. "Jadi Israel sebenarnya dijadikan tumbal untuk berhadapan dengan kaum Muslim oleh AS, Inggris, Prancis, dan negara-negara penjajah lainnya," katanya.

Sebaliknya, ia menyayangkan, Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam dan seluruh pejuang yang melakukan perlawanan justru disebut teroris. "Pada hal merekalah yang mempunyai hak atas wilayah itu dan mereka berhak melakukan pembelaan diri, karena selain diserang, mereka juga dibantai selama 77 tahun," pungkasnya. [] Muhammad Nur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab