Memanfaatkan Bansos Untuk Pansos
Tinta Media - Dalam laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menunjukkan realisasi anggaran belanja jenis bantuan sosial (bansos), belanja fungsi pendidikan dan kesehatan dalam anggaran berfluktuasi 10 tahun terakhir. Di antara ketiganya realisasi dan alokasi anggaran fungsi kesehatan menjadi yang terkecil. Realisasi pos ini cenderung di bawah Rp. 100 triliun per tahun, hanya pada tahun tertentu saja anggarannya cukup banyak diserap.
Peningkatan kualitas dan distribusi tenaga kesehatan, penguatan teknologi kesehatan dan kemandirian farmasi dalam negeri, serta penguatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), realisasi dan alokasi belanja fungsi kesehatannya pada 2020 - 2024 lebih rendah dari belanja bansos.
Sebenarnya bansos terlihat meningkat sejak 2019 yang sudah melebihi 100 triliun angkanya, kemudian meroket pada 2020 atau pada saat covid 19 mewabah. Pada tahun 2024 anggaran bansos akan digunakan untuk berbagai program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Pangan Pokok, sampai Program Rehabilitasi Sosial untuk kelompok masyarakat rentan. Tahun ini pemerintah juga menargetkan perbaikan mekanisme penyaluran bansos non tunai untuk memudahkan penerima manfaat dan meningkatkan inkulasi keuangan.
Kendati melebihi anggaran kesehatan belanja, bansos rupanya masih di bawah kucuran pendidikan (Katadata.co.id 01/ 02/ 2024. 17 :31 WIB)
Pada sistem demokrasi saat ini segala usaha dilakukan guna mencapai tujuan yaitu kekuasaan. Salah satunya dengan memanfaatkan bansos sebagai iming-iming kepada masyarakat dengan tidak memikirkan apa pun dampak bagi masyarakat dan juga negara. Sangat jelas banyaknya bansos yang diberikan tentunya akan merugikan negara namun juga tidak bisa menjadi solusi bagi rakyat.
Inilah potret demokrasi saat ini, para pejabat mempergunakan jabatan dan wewenangnya sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya. Guna mencapai kekuasaan untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Karena dalam sistem kapitalis sekularisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan menganggap kebahagiaan adalah terpenuhinya kebutuhan jasmani saja. Maka mereka pun berlomba untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan hidupnya yaitu materi dunia dengan menghalalkan segala cara karena jelas sekali dalam sistem ini manusia hidup sesuai dengan aturan yang dibuatnya sendiri dan itu pasti akan mengikuti hawa nafsunya saja.
Saat ini kita bisa melihat para pejabat, para pemilik modal berlomba- lomba untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan dengan melegalkan apa pun. Dengan dalih ingin menyejahterakan rakyat, namun pada kenyataannya mereka hanya mementingkan kepentingannya sendiri tanpa memedulikan nasib rakyat yang betul-betul membutuhkan dan menderita karena himpitan ekonomi karena sulitnya mencari pekerjaan.
Ketika pun bansos diberlakukan maka ini bukanlah solusi serta bukan akar masalah untuk bisa mengentaskan masalah kemiskinan. Pada faktanya bansos ini tidak bisa merata dan bahkan terkadang salah sasaran. Malah yang ada mengakibatkan kerugian bagi negara dan rakyat pun jauh dari kata sejahtera. Para pejabat dalam sistem ini hanya memikirkan bagaimana melanggengkan kekuasaan, tanpa memikirkan apa pun akibatnya bagi rakyat ataupun negara. Mereka berlomba ingin mempunyai jabatan inilah bukti rusaknya sistem demokrasi dan para penguasanya.
Dalam sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan, aturan yang dipakai dalam sistem berasal dari kejeniusan manusia yang tentunya akan membuat pertentangan dan perselisihan dan akan berubah sesuai dengan kebutuhan para pemilik modal. Dalam sistem demokrasi negara menjamin kebebasan perilaku, inilah yang menjadikan terbukanya peluang penyalahgunaan jabatan, sehingga berpeluang juga membuka banyaknya korupsi.
Juga pada sistem ini kurangnya kesadaran pengetahuan politik masyarakat yang rendah, menjadikan masyarakat berpikir praktis dengan adanya bansos seakan merasa diberikan pertolongan untuk menyejahterakan rakyat. Walaupun pemberian bansos ini harus ditukar dengan memberikan suara kepada pejabat tertentu. Gambaran nyata minimnya pengetahuan pada masyarakat serta masyarakat tidak memahami bagaimana peran negara dan kriteria seorang pemimpin untuk bisa menyejahterakan rakyat. Semua ini adalah dampak buruknya pendidikan pada sistem kapitalis sekularisme sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.
Bansos ini bukan solusi yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan namun harus benar-benar dicari apa akar masalah dari kemiskinan yang terjadi, Sejatinya kemiskinan yang terjadi saat ini bukanlah takdir semata namun sudah terstruktur sedemikian rupa karena sistem. Paradigma dari sistem saat ini yang berkuasa adalah yang memiliki modal, ditambah dengan adanya kepemilikan umum dikelola oleh individu maka semakin menambah daftar kemiskinan bagi rakyat. Sulitnya mencari pekerjaan ditengah-tengah harga kebutuhan yang semakin meningkat. Belum lagi rakyat hanya menjadi buruh maka jauh sekali rakyat dari kata sejahtera
Sedangkan dalam sistem Islam, negara akan memberikan jaminan keamanan dan juga pemenuhan kebutuhan pokok rakyat sehingga negara mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan berbagai mekanisme dalam segala aspek kehidupan sesuai dengan Syariat Islam. Dalam sistem Islam segala bentuk kekuasaan itu adalah amanah. Dan amanah ini tentunya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT.
Begitu pun dengan seorang pemimpin, dalam Islam harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan syariat Islam. Seorang pemimpin dalam Islam haruslah berkepribadian Islami. Sehingga akan takut untuk menyalahgunakan wewenangnya karena takut ketaatannya kepada Allah SWT. Penguasa dalam sistem Islam akan melindungi serta mengurus rakyatnya dan memberikan jaminan kesejahteraan karena negara dalam sistem Islam adalah pelayan bagi rakyatnya
Negara pun tentunya akan memberikan pendidikan dan edukasi kepada rakyat berdasarkan syariat Islam. Agar supaya rakyat mengetahui dan mempunyai kesadaran bagaimana kriteria seorang pemimpin dalam Islam, apa hak dan kewajibannya. Seorang pemimpin dalam sistem Islam sangat jelas terjamin kualitas keimanan dan ketakwaannya pada Allah SWT.
Seorang pemimpin dalam Islam tentunya akan amanah dan adil. Tidak perlu lagi membangun pencitraan agar dicintai rakyat. Akan tetapi rakyat yang akan secara sadar mencintai dan memilihnya dengan sendirinya karena melihat dan merasakan ketakwaan dan keimanan para calon pemimpinnya.
Wallahu a'lam bish shawwab
Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media