Tinta Media: negeri muslim
Tampilkan postingan dengan label negeri muslim. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label negeri muslim. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2024

Pembantaian Muslim Gaza Terus Terjadi Akibat Pengkhianatan Penguasa Negeri-Negeri Muslim



Tinta Media - Merespons pembantaian yang terjadi di Gaza, Pengamat Politik Internasional Dr. Hasbi Anwar,  S.IP., MA., mengatakan, pembantaian terhadap Muslim Palestina, Gaza terus terjadi akibat dari diamnya dan pengkhianatan negeri-negeri Muslim di dunia. 

"Dunia Islam pada umumnya, mereka hanya bisa dengan lisan dalam merespons peristiwa Gaza, yang paling menyedihkan lagi banyak diantara yang terang-terangan mendukung Israel, dan sejak 7 Oktober sampai sekarang, pembantaian terus terjadi oleh zionis karena diamnya dan pengkhianatan negeri-negeri Muslim," tuturnya dalam Catatan Peradaban, Ingat..!!! Palestina Masih Penuh Nestapa, di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (7/3/2024). 

Hasbi menambahkan, masyarakat dunia diperlihatkan kebebasan zionis melakukan pembantaian terhadap warga Gaza, tanpa ada satu kekuatan pun yang bisa menghentikan itu semua. Padahal kalau jika lihat dalam segala aspek, kekuatan entitas penjajah Zionis sangatlah lemah. Letaknya yang berada di tengah-tengah kaum Muslimin, kemudian ketergantungan zionis terhadap wilayah-wilayah kaum Muslimin. 

"Logikanya seandainya Israel bisa memblokade Gaza. Mesir, Yordan, Suriah, Lebanon, Turki itu lebih bisa memblokade Israel, bahkan secanggih-canggihnya sistem senjata iron domenya Amerika atau senjata-senjata yang dikirimkan Amerika sampai sekarang kepada Israel, itu tidak akan bisa tembus ke Israel ketika wilayah Timur Tengah itu ditutup oleh negara-negara Arab, negara-negara Muslim untuk masuk ke Israel. Itu kan jelas sekali, dan kenapa Israel bisa sebebas itu? Itu karena pengkhianatan," tegasnya. 

Hasbi menjelaskan bentuk dari pengkhianatan negeri-negeri Muslim tidak akan terjadi ketika dunia Arab atau dunia Islam di wilayah sekitar Gaza tidak berkhianat. Memang ada banyak pemimpin-pemimpin kaum Muslimin yang bersuara, Indonesia termasuk yang paling kencang bersuara tetapi apa yang terjadi saat ini, bukan suara yang dibutuhkan oleh Gaza 

"Kalau kita melihat yang terjadi di Gaza itu adalah kekerasan yang dilakukan dengan tangan atau kekuasaan. Solusinya amar makruf nahi mungkar dengan kekuasaan atau dengan tangan. Tetapi kita tidak melakukan itu. Malah yang terjadi, kezaliman itu dilakukan oleh uluran tangan secara langsung, dengan kekuasaan secara langsung, tetapi dunia membalas kezaliman itu atau merespons kezaliman itu dengan lisan. Ini yang tidak apple to apple, tidak simetris antara kezaliman yang terjadi dengan sikap dunia, dan itu yang membuat akhirnya terjadi pembantaian secara berulang dan kita tidak tahu kapan itu akan berhenti," sesalnya. 

Masa Depan Gaza 

Hasbi menjelaskan masa depan Gaza tergantung dua faktor, kemauan Israel dan Amerika. Tetapi, ia mempertanyakan, kenapa harus menunggu AS untuk menekan Israel? Kenapa harus menunggu Israel kecapean dulu dengan desakan internal? Baru pembantaian terhenti. "Kemanusiaan kita dipertanyakan, apalagi khususnya bagi para pemimpin-pemimpin yang memiliki tentara. Hal yang tidak masuk akal yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kaum muslim saat ini, padahal kita memiliki banyak kekuatan," tukasnya. 

Mungkin ada yang mengatakan, lanjut Hasbi, kekuatan militer umat Islam tidak seimbang dengan AS. Memang tidak seimbang tetapi umat Islam memiliki banyak kekuatan non militer yang bis digunakan untuk menekan AS. Atau kalau lebih strategis lagi masih ada kesempatan untuk mengubah hubungan negeri-negeri Muslim dengan AS menjadi independen, sehingga mampu membangun kekuatan yang sifatnya independen. 

Seharusnya dari peristiwa Gaza, kata Hasbi, masyarakat Muslim belajar, bahwa negeri-negeri Muslim lemah di hadapan Barat, tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menonton penderitaan Muslim Gaza, hanya bersuara ketika Gaza dibantai. 

"Seharusnya dari sini kita belajar bahwa umat Islam harus mencari jalan sendiri untuk bisa membangkitkan kaum muslimin bukan selalu bergantung sama Barat, institusi Barat bergantung dengan militer dan ekonomi Barat," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Jumat, 26 Januari 2024

Begini de Facto Negeri Muslim yang Terjajah secara Militer dan Nonmiliter(100 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝐷𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑇𝑎𝑛𝑝𝑎 𝐾ℎ𝑖𝑙𝑎𝑓𝑎ℎ, 𝐼𝑡 𝐼𝑠 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝑡𝑜 𝐵𝑒 𝑂𝑛𝑒 𝑈𝑚𝑚𝑎ℎ)


.
.
Pasca-diruntuhkannya Khilafah Utsmaniyyah seratus tahun lalu (3 Maret 1924-2024 Masehi), kaum Muslim terpecah menjadi lebih dari 57 negara bangsa di atas puing-puing khilafah. Saat ini, sebagiannya dijajah secara militer. Namun anehnya, yang tidak dijajah secara militer tidak dapat memberikan bantuan secara signifikan untuk membebaskan negeri lainnya dari penjajahan. Mengapa?
.
𝐃𝐢𝐣𝐚𝐣𝐚𝐡 𝐒𝐞𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐌𝐢𝐥𝐢𝐭𝐞𝐫
.
Berikut sepuluh dari sekian banyak negeri Islam yang dijajah secara militer. 
.
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, Muslim Palestina dijajah entitas penjajah Yahudi. 𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, Muslim Rohingya (Arakan) dijajah Budha Myanmar. 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎, Muslim Uighur (Turkistan Timur) dijajah ateis-komunis Cina.
.
𝐾𝑒𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡, Muslim Pattani dijajah Budha Thailand. 𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑎, Muslim Moro (Mindanau) dijajah Kristen Filipina. 𝐾𝑒𝑒𝑛𝑎𝑚, Muslim Kashmir dan Jammu dijajah Hindu India.
.
𝐾𝑒𝑡𝑢𝑗𝑢ℎ, Muslim Suriah dijajah Kristen Amerika, Kristen/Ateis Rusia, Kristen Prancis dan lain-lain. 𝐾𝑒𝑑𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛, Muslim Irak dijajah Kristen Amerika, Kristen Inggris, Kristen Australia dan lain-lain.
.
𝐾𝑒𝑠𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛, Muslim Afghanistan dijajah Kristen Amerika, Kristen Inggris, Kristen Australia dan lain-lain (setidaknya sampai tahun 2021). 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑝𝑢𝑙𝑢ℎ, Muslim Libya dijajah Kristen Amerika, Kristen NATO. 
.
𝐋𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐁𝐞𝐫𝐛𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚
.
Sedangkan para penguasa di negeri-negeri Islam lainnya, seperti Indonesia, Pakistan, Malaysia, Saudi Arabia, Mesir, Turki dan lainnya tak pernah memobilisasi pasukan militernya untuk berjihad melawan penjajahan tersebut. Padahal Islam telah memberikan solusi yang konkret untuk menghentikan penjajahan tersebut yakni khilafah dan jihad. 
.
Hal itu terjadi lantaran sejatinya mereka juga terjajah, meski tidak secara militer. Penjajahan ini jauh lebih berbahaya daripada penjajahan militer karena tanpa merasa terjajah tetapi dengan sukarela mengikuti maunya kaum penjajah. 
.
Mereka menjunjung ikatan nasionalisme yang dicekokkan kafir penjajah (pasca-runtuhnya Khilafah Islam) sebagai ganti dari ikatan akidah Islam. Sehingga yang tadinya "Sesungguhnya kaum Muslim itu bersaudara" berubah menjadi "Itu urusan negara masing-masing". 
Dalam waktu bersamaan, mereka menistakan ajaran Islam dan memusuhi para aktivis Islam yang menginginkan penerapan syariat Islam secara kaffah.
.
Mereka berupaya keras mengubah pemahaman kaum Muslim yang masih islami dengan pemahaman ala kafir penjajah dengan istilah moderasi beragama. 
.
Semua ajaran Islam yang tidak sesuai dengan maunya kafir penjajah (misal: khilafah, jihad, definisi kafir) maka akan mereka ubah seperti maunya penjajah.
.
Para aktivis Islam yang istiqamah mendakwahkan ajaran Islam yang benar mereka cap sebagai ekstremis dan radikalis dan dimonsterisasi sebagai sesuatu yang sangat membahayakan. Padahal sejatinya para penguasa antek penjajah inilah yang selama ini korupsi, yang selama ini menyengsarakan rakyat, yang selama ini membuat berbagai regulasi untuk melanggengkan penjajahan.
.
Bila kita sadari itu, maka tak aneh tak satu pun para penguasa negeri Islam saat ini yang memobilisasi tentaranya untuk berperang melawan penjajahan atas negeri-negeri Islam karena sejatinya mereka juga terjajah bahkan sampai pada taraf bangga menjadi anteknya penjajah.
.
𝐒𝐚𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐤𝐢𝐭
.
Begitulah nasib kaum Muslim selama seratus tahun pasca-runtuhnya khilafah. Mau sampaikan kapan seperti ini terus? Cukup! Seratus tahun tanpa khilafah sudah terlalu lama. Apalagi Islam mentolelir tanpa adanya khalifah hanya tiga hari saja. Saatnya kaum Muslim bangkit membuang sistem kufur jebakan penjajah seraya berjuang menegakkan khilafah warisan Rasulillah dan para khalifah rasyidah!
.
𝐼𝑡 𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑜𝑛𝑒 𝑢𝑚𝑚𝑎ℎ, sekaranglah waktunya untuk menjadi umat yang satu di bawah naungan 𝑘ℎ𝑖𝑙𝑎𝑓𝑎ℎ '𝑎𝑙𝑎 𝑚𝑖𝑛ℎ𝑎𝑗𝑖𝑛 𝑛𝑢𝑏𝑢𝑤𝑤𝑎ℎ. Karena memang satu-satunya cara untuk mendapatkan kemerdekaan hakiki adalah memutuskan ikatan nasionalisme seraya kembali kepada ikatan akidah Islam; menghancurkan sistem kufur demokrasi maupun kerajaan untuk kembali menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah; dan memobilisasi tentara Muslimin berjihad membebaskan negeri-negeri Muslim lainnya yang masih terjajah secara militer. 
.
𝐼𝑡 𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑜𝑛𝑒 𝑢𝑚𝑚𝑎ℎ! 
𝐼𝑡 𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑜𝑛𝑒 𝑢𝑚𝑚𝑎ℎ!
𝐼𝑡 𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑜𝑛𝑒 𝑢𝑚𝑚𝑎ℎ!
Allahu Akbar! [] 

https://shorturl.at/fkzB5


Oleh: Joko Prasetyo 
Jurnalis 

Senin, 04 Desember 2023

Palestina Butuh Aksi Nyata Negeri Muslim



Tinta Media - Imbas dari agresi Zionis Yahudi yang semakin membabi buta ke jalur Gaza membuat milisi pendukung Palestina di Timur Tengah ikut melancarkan tindakan balasan. Terbaru, puluhan roket ditembakkan ke Kota Kiryat Shmona kawasan Zionis oleh milisi Hizbullah di selatan Lebanon. Houthi di Yaman pun meluncurkan dronenya untuk menyerbu Zionis. (cnnindonesia.com, 3/11/2023)

Milisi-milisi Islam yang sadar atas kewajibannya dalam membela Palestina melakukan perlawanan. Membela Palestina berarti membela saudara-saudara sesama muslim yang sedang dizalimi oleh Zionis Yahudi, meskipun negara-negara milisi tersebut mengambil perbedaan sikap.

Pengkhianatan Para Penguasa

Telah diketahui bersama bahwa tidak ada satu pun negeri muslim yang mengirimkan pasukan atau tentara untuk membantu rakyat Palestina. Kejahatan dan penjajahan yang dilakukan Zionis Yahudi ini sudah terlihat jelas dan nyata. Sayangnya, penguasa negeri muslim mengabaikan fakta mengenai ini. Mereka hanya mampu mengecam.

Bahkan, yang lebih menyakitkan hati ialah penguasa Arab Saudi yang mengadakan Riyadh Season besar-besaran di saat Zionis Yahudi menghujani Palestina dengan bom. Penguasa muslim lain, seperti Turki, masih menjalin hubungan diplomatik dengan Zionis Yahudi. Sikap-sikap seperti ini merupakan pengkhianatan besar terhadap rakyat Palestina.

Penguasa muslim tidak memperhatikan fakta bahwasanya peperangan antara  Hamas dan Zionis Yahudi tidaklah seimbang. Posisi Hamas adalah milisi independen kaum muslimin di Gaza yang tidak memiliki dukungan negara. Sedangkan Zionis Yahudi didukung oleh negara. Maka, tampaklah ketidakseimbangan tersebut. Perang melawan negara haruslah dihadapi oleh negara juga. Beberapa negara mendukung Zionis Yahudi dengan memberi bantuan berupa senjata, dana, dan lainnya. Maka sudah tampak jelas bahwa perang ini adalah perang antara negara dan milisi yang tidak seimbang.


Karena Nasionalisme

Islam mewajibkan untuk membela sesama muslim. Negeri muslim pun harus memenuhi kewajiban membela muslim yang lain, terutama jika musuh melakukan hal yang di luar batas kemanusiaan, apalagi sampai menghilangkan nyawa kaum muslimin. 

Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 191 yang artinya,

"Dan perangilah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu ...."

Penguasa negeri muslim tidak berupaya untuk mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh milisi untuk melakukan balasan serangan. Hal ini disebabkan oleh rasa nasionalisme yang ada di negeri-negeri kaum muslimin. Rasa nasionalisme ini juga yang memudahkan Barat menguasai dan mengendalikan kaum muslimin. Oleh karena itu, tidak ada perlawanan atau tentara dari penguasa muslim atas kekejaman dan kebiadaban yang dilakukan Zionis Yahudi dan para sekutunya. 

Menyedihkan, Zionis Yahudi mampu melakukan genosida terhadap rakyat Palestina, padahal wilayahnya dikelilingi oleh negeri-negeri muslim yang secara jumlah lebih besar jika dibandingkan dengan Zionis Yahudi.


Melalui Tangan Negara

Pembebasan Palestina memerlukan tindak nyata sebuah negara, bukan hanya milisi. Langkah para milisi seharusnya diikuti oleh para penguasa muslim karena negara punya kekuatan besar untuk mengirimkan tentara dan senjata ke Palestina. Namun, hal ini tidak akan mungkin bisa dilakukan jika umat Islam tidak bersatu.

Andai saja negeri-negeri muslim bersatu, Zionis Yahudi beserta sekutunya akan mampu dikalahkan. Jihad merupakan pertolongan yang nyata bagi Palestina. Bantuan ini hanya bisa dilakukan oleh negara. Akan tetapi, negeri-negeri muslim saat ini tersandera oleh AS.

Nasionalisme tidak dikenal oleh Islam. Kaum muslimin tidak disekat-sekat, tapi bersatu seperti satu tubuh. Jika ada satu bagian tubuh yang sakit, maka bagian yang lain akan merasakan sakitnya juga. Allah Swt. berfirman yang artinya,

"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara." (TQS. Al-Hujurat: 10)

Dahulu, umat Islam bersatu dalam satu negara. Negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Negara ini menjadi junnah bagi kaum muslimin. Negara ini juga akan melindungi kaum muslimin dari serangan musuh, bahaya, dan semua hal yang mengancam kaum muslimin. Dalam hadis dikatakan,

"Sesungguhnya al-Imam adalah perisai, di mana (orang-orang) akan perang di belakangnya (mendukung) atau berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Dengan adanya negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, kaum muslimin Palestina tidak akan mengalami kedukaan seperti saat ini. Mereka tidak akan terusir kedua kalinya seperti peristiwa Nakba dahulu. Sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya tidak akan dibom oleh rudal-rudal Zionis Yahudi.

Dalam perlindungan negara dalam Islam, mereka akan mendapatkan kesejahteraan hidup. Dalam Islam, tanah Palestina adalah tanah milik umat Islam. Darah para syuhada dari pasukan Salahuddin Al Ayyubi telah menyirami tanah Palestina ketika Salahuddin Al Ayyubi merebut kembali Al Quds dari penjajahan.

Tanah Palestina juga selalu dijaga dengan jiwa maupun raga oleh para khalifah dahulu. Oleh sebab itu, arah perjuangan kaum muslimin untuk Palestina seharusnya berada dalam satu suara, yaitu berjuang menegakkan kembali negara yang dapat melindungi umat Islam, sebuah negara yang akan menghabisi kezaliman dan kebiadaban Zionis Yahudi beserta dengan para sekutunya. Wallahu 'alam.

Oleh: Ummu Azmi 
(Aktivis Muslimah)


Senin, 20 November 2023

MMC: Nasionalisme Berhasil Memecah Belah Kaum Muslim



Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan, ide atau paham nasionalisme telah berhasil memecah belah persatuan kaum Muslim.

"Ide nasionalisme dalam sistem negara bangsa atau nation state telah berhasil memecah belah kaum Muslim," ujarnya dalam tayangan Serba-serbi: Boikot Ide-ide yang Membelenggu Persatuan Umat, Mungkinkah? Jumat (17/11/2023) di kanal YouTube MMC.

Tidak hanya itu, menurut Narator, nasionalisme juga telah memperlemah bahkan menjadikan negara-negara bangsa dengan skat-skat batasan wilayahnya sebagai legitimasi untuk tidak membela dan melindungi kaum muslimin di belahan dunia lainnya. 

Padahal, terang Narator, Allah SWT telah berfirman;

"Sesungguhnya orang-orang mu'min itu bersaudara (QS. al-Hujurat: 10)," kutipnya.

Ia melanjutkan, di ayat yang lain Allah SWT juga berfirman;

"Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan (QS. al-Anfal: 72)," sebutnya.

Namun Narator mengungkapkan, atas nama nasionalisme, para penguasa negara bangsa mengabaikan kedua ayat tersebut .

"Meski pada hakikatnya mereka dipersaudarakan dengan ikatan akidah, namun rasa persaudaraan itu kini telah hilang. Akibatnya, tidak ada upaya mengirimkan bantuan riil kepada saudara Muslim di negara lain yang sedang dalam bahaya," ungkapnya

*Penyakit*

Bisa dikatakan, bahwa dalam pandangan Narator, nasionalisme telah menjadi penyakit yang membuat negeri-negeri muslim memandang penderitaan umat Islam di negeri lain sebagai masalah asing yang tidak ada hubungannya dengan persoalan umat Islam.

"Tidak ada kemauan politik untuk bertindak, kecuali untuk kepentingan nasional mereka," bebernya.

Narator mengingatkan, umat Islam harus menyadari bahwa ide nasionalisme adalah rekayasa yang berasal dari kafir barat penjajah untuk menghancurkan kesatuan suatu negara, termasuk kesatuan umat Islam di bawah institusi khilafah  sebelum keruntuhannya pada tahun 1924.

"Sebagaimana diketahui, dulu umat Islam bersatu dalam satu negara besar dan kuat. Yakni, Daulah Khilafah Islam," kenangnya.

Namun sejak barat berhasil meruntuhkan Khilafah pada tahun 1924, sambung Narator, wilayahnya kemudian dipecah belah,

"Sejak itu, hingga kini dunia islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara. Jelas, ini adalah kondisi yang berbahaya bagi umat saat ini," ungkapnya.

Amerika dan negara-negara Barat pengusung ideologi kapitalisme, kata Narator, terus menyebar luaskan pemikiran beracun tentang nasionalisme untuk mempertahankan eksistensi ideologi mereka yang saat ini sedang merajai dunia .

Maka, ia juga menegaskan, penjajahan Palestina yang berlarut-larut sesungguhnya terjadi karena tidak adanya kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah.

"Semua ini terjadi karena ide nasionalisme sudah membelenggu, bahkan sudah mengakar di negeri negeri muslim," tegasnya.

Ia pun mengatakan, umat Islam saat ini harus memahami, bahwa penyebab mendasar diamnya penguasa Muslim terhadap nasib buruk umat Islam di Palestina adalah karena ide nasionalisme. "Yang merupakan turunan dari ideologi kapitalisme," ucapnya.

*Harus Berani*

Narator lantas berpesan, umat Islam harus berani menyerukan dan memboikot ide-ide (pemikiran/paham) yang membelenggu dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina di bawah negara Khilafah Islamiyah yang akan mempersatukan umat Islam di dunia.

"Umat Islam harus memahami bahwa mereka memiliki ideologi sahih yang mampu membangkitkan umat Islam di seluruh dunia secara objektif," pesannya.

Karena menurutnya, ideologi Islam jelas lebih unggul daripada ideologi-ideologi lainnya. Islam adalah satu-satunya ideologi yang membawa kebaikan bagi umat manusia. Apapun rasnya, agamanya, bahasanya, maupun warna kulitnya.

Demikian juga dengan penguasa muslim, Narator menekankan, harus membuang semua pemikiran asing dan mendukung penerapan Islam di bawah institusi khilafah.

"Umat Islam wajib menjadikan Islam sebagai ideologi yang menjamin cara berpikir mereka," harapnya.

*Khilafah dan Keunggulan Islam*

Narator membeberkan, tercatat dalam sejarah, selama sekitar 1300 tahun, ketika ideologi Islam diterapkan oleh Khilafah sebagai kesatuan negara Islam. 

Ia menuturkan, mulai dari masa Rasulullah SAW di Madinah hingga Khilafah Utsmaniyah, ideologi Islam terbukti bisa lebih unggul dibandingkan dengan ideologi kapitalisme dan komunisme.

"Kekuatan dan keunggulannya terletak dalam diri individu-individu muslim di masyarakat. Juga kemampuan sistemnya dalam menerapkan berbagai aturan yang selaras dengan pemikiran dan perasaan umat," terangnya.

Dengan begitu, Narator MMC kemudian memungkasi, sistem khilafah sendirilah yang menjaga dan melindungi pemikiran dan perasaan masyarakat.

"Sehingga umat menganggap, negara khilafah sebagai bagian dari diri mereka. Bukan sesuatu yang asing," pungkasnya. [] Muhar.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab