Tinta Media: nasionalisme
Tampilkan postingan dengan label nasionalisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nasionalisme. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Desember 2023

Kacamata Nasionalisme, IJM: Keberadaan Pengungsi Rohingya Dianggap Masalah



Tinta Media - Peneliti Indonesia Justice Monitor (IJM) Luthfi Affandi menilai, sudut pandang nasionalisme menyebabkan keberadaan pengungsi Rohingya sebagai masalah.

“Keberadaan pengungsi ini apakah akan menimbulkan masalah baru atau tidak, sebenarnya tergantung bagaimana cara kita memandang. Jika kita melihat dengan kacamata nasionalisme, yakni bahwa orang Rohingya bukan warga negara Indonesia, tentu dianggap menimbulkan masalah,” ungkapnya dalam rubrik Kabar Petang: Pemerintah Harus Simak! Ini Cara Atasi Gelombang Pengungsi Rohingya di kanal Youtube Khilafah News pada Senin (11/12/2023).

Menurut Luthfi, bila dilihat dari sudut pandang nasionalisme maka keberadaan pengungsi Rohingya akan dianggap sebagai orang asing dan menimbulkan masalah karena mereka tidak punya tempat tinggal di Indonesia.

“Siapa yang menjamin pemenuhan dasar mereka? Karena mereka tidak memiliki pekerjaan. Kemudian bagaimana kebutuhan-kebutuhan dasarnya? Dari mana anggaran untuk itu semuanya? Pasti tidak akan ada pos anggaran. Belum lagi potensi konflik dengan penduduk setempat,” jelasnya.

Akibatnya, ungkap Luthfi, banyak yang nyinyir dengan para pengungsi Rohingya. Misalnya, mereka ingin dilayani atau ingin dikasih makan dan seterusnya. Bahkan kini, belum sampai mereka di pantai sudah ditolak dan diminta agar mereka segera kembali ke negaranya. Mengapa? Karena belum terbayang bagaimana menyelesaikan masalah mereka. Pemerintah dan masyarakat secara umum masih memandang persoalan Rohingya bukan permasalahan orang Indonesia.

“Komitmen pemerintah Indonesia atau masyarakat secara keseluruhan terhalang oleh sekat dan doktrin nasionalisme. Jadi sekat dan doktrin nasionalisme di dunia Islam sangat betul-betul nyata membuat Indonesia dan negeri muslim lain tidak memberikan tempat. Sekat-sekat negara bangsa ini yang telah betul-betul menjadi tembok besar yang menghalangi Indonesia, negeri-negeri muslim dan masyarakat kaum muslimin untuk menolong mereka,” paparnya. 

Oleh karenanya, rezim nasionalis akan memandang manusia jika mereka terdaftar secara administratif sebagai warga negara dan sebaliknya.
 
“Jika bukan warga negara dalam konteks nasionalisme, mereka tidak akan pernah mendapatkan hak sebagaimana halnya manusia. Misalnya hak hidup, hak tempat tinggal,” pungkasnya.[] Yung Eko Utomo

Rabu, 13 Desember 2023

Bahaya Nasionalisme Mematikan Humanisme




Tinta Media - Dunia tengah digemparkan dengan tragedi yang menimpa negeri Palestina belakangan ini. Hampir dua bulan sudah kaum muslimin Palestina dibantai secara keji oleh Zionis Yahudi. Sekitar puluhan ribu korban syahid. Ribuan di antaranya adalah bayi/anak-anak dan perempuan. Puluhan ribu lainnya terluka parah. Semua akibat puluhan ribu ton bom yang dijatuhkan oleh Zionis Yahudi, khususnya di Gaza. Selain korban jiwa, ratusan gedung runtuh dan rata dengan tanah. Bahkan, sejumlah rumah sakit pun tidak lepas dari sasaran bom Zionis Yahudi.

Beginilah bentuk hilangnya hati Zionis Yahudi. Rasa kemanusiaan tidak lagi mereka miliki. Mereka sudah seperti binatang. Bahkan, lebih kejam dari binatang yang paling buas sekalipun. Semua infrastruktur dibom tanpa terkecuali, seperti instalasi listrik dan air yang amat vital bagi kebutuhan dasar rakyat Palestina.

Penyerangan yang dilakukan oleh Zionis Yahudi kepada Palestina pun menyita banyak perhatian dan dukungan, baik dalam bentuk donasi obat-obatan, makanan, ataupun minuman, adanya aksi bela Palestina yang dilakukan oleh berbagai penjuru negeri, boikot produk, sampai kepada postingan mengenai simbol semangka yang memilki kombinasi warna menyerupai bendera Palestina. 

Namun, apakah semua bentuk dukungan tersebut cukup untuk membebaskan Palestina dari serangan ganas para tentara Zionis? 

Kepentingan Penjajah Global

PBB yang diharapkan menjadi lembaga perdamaian dunia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika beberapa negara mengeluarkan resolusi terkait Palestina, PBB justru memfasilitasi AS sebagai negara penjajah yang kerap kali mengeluarkan veto. Padahal, AS selalu setia di belakang dan mendukung Zionis Yahudi, serta aktivitas penjajahannya.

Melihat politik luar negeri AS, negara adidaya itu jelas memiliki kepentingan di balik penjajahan Zionis Yahudi di Palestina dan Timur Tengah. AS mendudukkan Zionis Yahudi di wilayah Timur Tengah dengan tujuan agar politik Islam tidak segera bangkit di sana. Walhasil, AS akan selalu menyokong, mendukung, dan membela apa pun yang dilakukan Zionis Yahudi.

Kalaupun PBB menyarankan adanya identitas dua negara di Palestina ataupun adanya gencatan senjata, itu adalah pilihan yang menguntungkan Zionis Yahudi dan tidak menjadikan solusi apa pun bagi Palestina dengan kondisi wilayah yang makin menyempit.

Belenggu Nasionalisme 

Para penguasa dan rezim di negeri-negeri muslim saat ini dinodai dan dikotori oleh penyakit busuk nasionalisme dan politik negara bangsa. Penyakit inilah yang membuat mereka melihat muslim di beberapa negeri seperti  Palestina, India, Kashmir, dan negeri-negeri lain seolah jauh dari perbatasan nasional mereka sendiri. Mereka dianggap sebagai warga negara asing di negeri asing daripada saudara-saudara mereka sendiri. 

Semua ini mengabaikan firman Allah Swt. yang artinya,

“Sesungguhnya, orang-orang mukmin itu adalah bersaudara.” (QS Al-Hujurat 49: 10)

Padahal, Allah Swt. di dalam Al-Qur’an berfirman, 

“(Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, kamu wajib memberikan pertolongan.” (QS Al-Anfal 8: 72). 

"Perumpamaan sesama kaum mukminin dalam menjaga hubungan kasih sayang dan kebersamaan adalah seperti satu tubuh, jika satu anggota merasakan sakit, maka akan membuat seluruh tubuhnya terjaga dan merasakan demam." (HR Muslim No. 2586)

Penyakit nasionalisme yang membuat mereka memandang penderitaan umat Islam di negeri lain sebagai masalah asing yang tidak ada hubungannya dengan mereka. Penyakit ini membuat mereka berdiri diam dan lumpuh di tengah genosida yang terjadi. Dukungan yang harus diberikan adalah dalam bentuk jihad.

Apa yang bisa kita harapkan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Zionis Yahudi? Bagaimana dengaan negeri-negeri muslim lainnya, seperti Rohingya, Kazakhstan, Afganistan, dan sebagainya?

Tentu kita menyaksikan bahwa demokrasi kapitalisme tidak akan pernah mampu melindungi umat Islam dari kekejaman penjajahan Barat! Seharusnya, seorang muslim tahu bahwa jika ada satu negeri muslim yang diserang dan diduduki oleh kafir, hukumnya adalah fardu ain bagi penduduk negeri itu untuk berjihad. Jika mereka tidak mampu, wajibnya jihad dibebankan kepada penduduk di negeri terdekat. Dalam hal ini yang paling wajib setelah penduduk Gaza adalah kaum muslimo dan tentaranya di wilayah Mesir, Turki, Arab Saudi, bahkan hingga Indonesia.

Sebab, pasukan militer tidak bisa dihadapi kecuali dengan pasukan militer juga. Hanya dengan kekuatan militer, pendudukan bisa dihentikan. Oleh karenanya, para pemimpin negeri muslim harus mengerahkan pasukan untuk mengusir Zionis Yahudi. Ini karena permasalahan Palestina tidak akan bisa berakhir kecuali oleh kaum muslim sendiri.

Upaya menyerahkan masalah Palestina kepada dunia internasional sama saja dengan membuka jalan bagi penjajahan kaum kafir dan makin mengukuhkan eksistensi Zionis Yahudi. Hal ini sangat bertentangan dengan firman Allah Swt. yang artinya, 

“Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS An-Nisa’ [4]: 141)

Solusi Hakiki

Hadirnya Khilafah akan menjadi solusi hakiki bagi Palestina dan kaum muslimin. Penjajahan, penganiayaan, penyiksaan, dan kezaliman yang dibuat musuh-musuh Islam akan sirna dengan adanya Khilafah. Buktinya, saat ini negeri-negeri Islam seakan tidak berdaya melawan Barat.

Karena itu, umat dan negeri-negeri Islam harus bersatu dalam satu kekuatan, satu ikatan, dan satu kepemimpinan dalam naungan satu negara, yakni Khilafah. 

“Wahai manusia, ingatlah, Tuhan kalian satu. Bapak kalian juga satu. Ingatlah, tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas non-Arab, juga bagi orang non-Arab atas orang Arab, dan tidak ada keutamaan bagi orang berkulit merah atas kulit hitam, juga bagi orang berkulit hitam atas kulit merah, kecuali karena ketakwaannya. “ (HR Ahmad)

Lantas, apa yang harus dilakukan saat ini? 

Pertama, dakwah harus dilakukan dengan menyadarkan pemikiran umat bahwa menjauhkan Islam dari kehidupan (sekularisme) tidak akan menjadikan kita sebagai umat terbaik, malah menjadi umat terpuruk dan terbelakang di segala lini kehidupan.
 
Dakwah juga harus memberikan penyadaran terhadap umat tentang bahaya nasionalisme yang tertanam pada diri kaum muslimin dan  para pemimpin.

Kedua, segala daya dan upaya diberikan untuk menyuarakan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya bahwa akar masalah Palestina adalah penjajahan Zionis Yahudi dan nestapa umat tanpa Khilafah. Maka, dakwah harus digencarkan, baik di dunia nyata maupun maya.

Ketiga, menyeru para penguasa muslim untuk kembali pada tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang mengurusi urusan rakyat, termasuk menolong saudara seiman di mana pun berada. 

Jadilah penolong-penolong agama Allah Swt., sebagaimana kaum Anshar yang menolong dakwah Rasulullah ﷺ dengan kekuatan dan kekuasaan mereka.
Dengan demikian, seruan dakwah agar terwujud Khilafah harus semakin digemuruhkan, agar permasalahan Palestina dapat segera berakhir dengan penyatuan seluruh kaum muslimin di dunia.

Oleh: Moja Rosita Hasugian Sihotang, S.I.Kom 
(Aktivis Dakwah)

Sabtu, 02 Desember 2023

Setelah Produk, Selanjutnya Boikot Ide Nasionalisme




Tinta Media - Aksi Boikot Produk-produk Zionis masih terus berlangsung hingga kini. Masyarakat masih merasakan duka yang sangat dalam karena perilaku zionis yang sudah sangat melewati batas dalam membombardir rakyat-rakyat Palestina. Puluhan ribu yang telah menjadi korban yang sebagian besar adalah anak-anak, balita dan wanita. Sungguh miris dan sangat menyedihkan keadaan mereka di sana. Maka sebagai bentuk empati kepada saudara-saudara muslim yang ada di palestina, masyarakat dinegeri ini ramai-ramai tidak lagi menggunakan produk-produk yahudi tersebut karena disinyalir hasil keuntungan produk-produk tersebut digunakan untuk membantu pembiayaan Zionis membantai rakyat Palestina. 

Seperti yang dilansir oleh databoks.katadata.co.id bahwa selama periode 7 Oktober-6 November 2023, lebih dari 10.000 warga Palestina meninggal, terbanyak berada di Jalur Gaza yakni 10.022 orang, kemudian korban jiwa di Tepi Barat 147 orang (databoks.katadata.co.id/07/11/2023). 

Bukan hanya itu, serangan brutal zionis ke Palestina ini sudah dipastikan ada upaya untuk genosida rakyat Palestina. Seperti yang diungkapkan oleh Riyad Mansour utusan Palestina di PBB bahwa ia menyebutkan dan menggambarkan pengeboman dan janji Israel memberlakukan pengepungan penuh di Jalur Gaza "tidak kurang dari genosida." (republika.co.id/11/10/2023)

Sungguh penjajahan Palestina yang masih terus terjadi dan masih berlarut-berlarut adalah karena tak ada kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah zionis saat ini.  Masalah utamanya adalah karena negeri-negeri kaum muslim mengemban ide nasionalisme yang itu sudah berurat dan berakar di negeri muslim.  Ide nasionalisme dengan batas-batas teritorial itulah yang menjadi penyebab kaum muslim tidak bisa membantu saudaranya yang saat ini dibantai.

Ditambah lagi para penguasa di negeri-negeri muslim sangat cinta kekuasaan sehingga menghalangi mereka untuk melawan ketidakadilan dunia dan menjadikan penguasa-penguasa itu melempem di hadapan zionis dan kafir penjajah. 

Bahkan saat ini, penguasa-penguasa Arab telah menormalisasi hubungannya dengan zionis yahudi, sehingga mereka menolak membantu mengirimkan bala tentara militer mereka termasuk menolak melakukan embargo terhadap zionis tersebut. Benarlah apa yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW: Demi Allah bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi aku khawatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur. (HR. Bukhari Muslim)

Sudah seharusnya umat memahami penyebab mendasar diamnya penguasa muslim hari ini. Bahwa problem utamanya adalah karena ide nasionalisme tersebut sehingga menjadikan para penguasa itu tidak mau bergerak untuk mengirimkan pasukan militernya. Karena ide nasionalisme itu juga menjadikan penguasa-penguasa muslim individualis dan tidak peduli dengan saudaranya yang sudah dibantai habis-habisan oleh zionis. Umat harus berani menyerukan untuk memboikot ide-ide yang membelenggu dalam mewujudkan kemerdekaan palestina dan mewujudkan persatuan umat. Apalagi setelah nampak bagaimana pengaruh dari boikot produk hari ini. 

Maka seruan berikutnya adalah boikot ide nasionalisme yang terbukti melemahkan dan menghancurkan umat saat ini. Umat Islam wajib bersatu dalam naungan Islam kaffah yang akan menyelamatkan umat Islam diseluruh penjuru dunia ketika mereka dijajah. Apalagi didalam Islam juga telah dijelaskan bahwa sesama kaum muslim adalah bersaudara maka menjadi kewajiban pula untuk melindungi saudaranya dan tidak membiarkan saudaranya didzalimi. Rasulullah SAW bersabda: Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya (HR. Muslim). 
Wallahu`alam bisshawab

Oleh : Fitriani, S.Hi.
Staff Pengajar Ma'had Alizzah Deli Serdang

Senin, 20 November 2023

MMC: Nasionalisme Berhasil Memecah Belah Kaum Muslim



Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan, ide atau paham nasionalisme telah berhasil memecah belah persatuan kaum Muslim.

"Ide nasionalisme dalam sistem negara bangsa atau nation state telah berhasil memecah belah kaum Muslim," ujarnya dalam tayangan Serba-serbi: Boikot Ide-ide yang Membelenggu Persatuan Umat, Mungkinkah? Jumat (17/11/2023) di kanal YouTube MMC.

Tidak hanya itu, menurut Narator, nasionalisme juga telah memperlemah bahkan menjadikan negara-negara bangsa dengan skat-skat batasan wilayahnya sebagai legitimasi untuk tidak membela dan melindungi kaum muslimin di belahan dunia lainnya. 

Padahal, terang Narator, Allah SWT telah berfirman;

"Sesungguhnya orang-orang mu'min itu bersaudara (QS. al-Hujurat: 10)," kutipnya.

Ia melanjutkan, di ayat yang lain Allah SWT juga berfirman;

"Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan (QS. al-Anfal: 72)," sebutnya.

Namun Narator mengungkapkan, atas nama nasionalisme, para penguasa negara bangsa mengabaikan kedua ayat tersebut .

"Meski pada hakikatnya mereka dipersaudarakan dengan ikatan akidah, namun rasa persaudaraan itu kini telah hilang. Akibatnya, tidak ada upaya mengirimkan bantuan riil kepada saudara Muslim di negara lain yang sedang dalam bahaya," ungkapnya

*Penyakit*

Bisa dikatakan, bahwa dalam pandangan Narator, nasionalisme telah menjadi penyakit yang membuat negeri-negeri muslim memandang penderitaan umat Islam di negeri lain sebagai masalah asing yang tidak ada hubungannya dengan persoalan umat Islam.

"Tidak ada kemauan politik untuk bertindak, kecuali untuk kepentingan nasional mereka," bebernya.

Narator mengingatkan, umat Islam harus menyadari bahwa ide nasionalisme adalah rekayasa yang berasal dari kafir barat penjajah untuk menghancurkan kesatuan suatu negara, termasuk kesatuan umat Islam di bawah institusi khilafah  sebelum keruntuhannya pada tahun 1924.

"Sebagaimana diketahui, dulu umat Islam bersatu dalam satu negara besar dan kuat. Yakni, Daulah Khilafah Islam," kenangnya.

Namun sejak barat berhasil meruntuhkan Khilafah pada tahun 1924, sambung Narator, wilayahnya kemudian dipecah belah,

"Sejak itu, hingga kini dunia islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara. Jelas, ini adalah kondisi yang berbahaya bagi umat saat ini," ungkapnya.

Amerika dan negara-negara Barat pengusung ideologi kapitalisme, kata Narator, terus menyebar luaskan pemikiran beracun tentang nasionalisme untuk mempertahankan eksistensi ideologi mereka yang saat ini sedang merajai dunia .

Maka, ia juga menegaskan, penjajahan Palestina yang berlarut-larut sesungguhnya terjadi karena tidak adanya kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah.

"Semua ini terjadi karena ide nasionalisme sudah membelenggu, bahkan sudah mengakar di negeri negeri muslim," tegasnya.

Ia pun mengatakan, umat Islam saat ini harus memahami, bahwa penyebab mendasar diamnya penguasa Muslim terhadap nasib buruk umat Islam di Palestina adalah karena ide nasionalisme. "Yang merupakan turunan dari ideologi kapitalisme," ucapnya.

*Harus Berani*

Narator lantas berpesan, umat Islam harus berani menyerukan dan memboikot ide-ide (pemikiran/paham) yang membelenggu dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina di bawah negara Khilafah Islamiyah yang akan mempersatukan umat Islam di dunia.

"Umat Islam harus memahami bahwa mereka memiliki ideologi sahih yang mampu membangkitkan umat Islam di seluruh dunia secara objektif," pesannya.

Karena menurutnya, ideologi Islam jelas lebih unggul daripada ideologi-ideologi lainnya. Islam adalah satu-satunya ideologi yang membawa kebaikan bagi umat manusia. Apapun rasnya, agamanya, bahasanya, maupun warna kulitnya.

Demikian juga dengan penguasa muslim, Narator menekankan, harus membuang semua pemikiran asing dan mendukung penerapan Islam di bawah institusi khilafah.

"Umat Islam wajib menjadikan Islam sebagai ideologi yang menjamin cara berpikir mereka," harapnya.

*Khilafah dan Keunggulan Islam*

Narator membeberkan, tercatat dalam sejarah, selama sekitar 1300 tahun, ketika ideologi Islam diterapkan oleh Khilafah sebagai kesatuan negara Islam. 

Ia menuturkan, mulai dari masa Rasulullah SAW di Madinah hingga Khilafah Utsmaniyah, ideologi Islam terbukti bisa lebih unggul dibandingkan dengan ideologi kapitalisme dan komunisme.

"Kekuatan dan keunggulannya terletak dalam diri individu-individu muslim di masyarakat. Juga kemampuan sistemnya dalam menerapkan berbagai aturan yang selaras dengan pemikiran dan perasaan umat," terangnya.

Dengan begitu, Narator MMC kemudian memungkasi, sistem khilafah sendirilah yang menjaga dan melindungi pemikiran dan perasaan masyarakat.

"Sehingga umat menganggap, negara khilafah sebagai bagian dari diri mereka. Bukan sesuatu yang asing," pungkasnya. [] Muhar.

Selasa, 14 November 2023

NASIONALISME BAGIAN DARI ASHOBIYAH



Tinta Media - Kecintaan tertinggi seorang mukmin adalah kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Ikatan terkuat dari seorang muslim adalah ikatan aqidah atau tauhid. Ikatan tauhid inilah yang kelak menjadi ikatan persaudaraan bagi sesama muslim sedunia. Seorang muslim sejati akan menjadikan ketetapan Allah ini sebagai jati dirinya dan menghindari ikatan apapun yang bukan berasal dari Allah. Sebab Islam melarang sikap ashobiyah.

Kebenaran bukan dilihat dari jumlah yang banyak pengikutnya, maupun sebaliknya. Tetapi kebenaran itu adalah yang sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya.  Sebagaimana Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Orang yang berakal sehat jangan tertipu dengan kebanyakan manusia, karena kebenaran tidak ditentukan karena banyak orang yang berbuat, akan tetapi kebenaran adalah syariat Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Majmu’ Fatawa wa Maqolat Ibnu Baz: 1/231]

Ibnu Khaldun menyebut peran vital bagi kebangkitan dan kemajuan peradaban adalah apa yang disebutnya ashabiyah. Istilah ini sudah digunakan sejak masa pra-Islam tetapi dengan konotasi negatif, yakni fanatisme kekabilahan yang sempit yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Ashabiyah seperti itu sangat dikecam Nabi Muhammad SAW karena bisa menjadi chauvinistis dan bahkan rasis.

Fanatisme golongan pada zaman Jahiliyah telah mengubah pikiran manusia untuk mengutamakan kepentingan suku, kabilah, dan bangsa di atas kepentingan yang lain melebihi kepentingan agama sekalipun. Paham ini berbahaya bagi Islam karena bisa menyebabkan terkotak-kotaknya persaudaraan kaum Muslimin. Buktinya hari ini, umat Islam terkotak-kotak dalam nation state lebih dari 54 negara kebangsaan, ini bagian dari ikatan ashobiyah.

Semangat kebersamaan sebagai satu umat yang diikat dengan tali iman menjadi pudar ketika Fanatisme Golongan menghinggapi pemikiran kaum Muslimin. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa keluar dari ketaatan serta memisahkan diri dari jama’ah lalu mati, maka kematiannya adalah kematian secara jahiliyah.

Barangsiapa berperang di bawah panji ashabiyah, emosi karena ashabiyah lalu terbunuh, maka mayatnya adalah mayat jahiliyah. Barangsiapa memisahkan diri dari umatku (kaum muslimin) lalu membunuhi mereka, baik yang shalih maupun yang fajir dan tidak menahan tangan mereka terhadap kaum mukminin serta tidak menyempurnakan perjanjian mereka kepada orang lain, maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan golongannya” [Hadits Riwayat Muslim]

Ashabiyah dalam pengertian Ibnu Khaldun mengandung beberapa pengertian, seperti rasa solidaritas, kesetiaan kelompok, bahkan nasionalisme. Ibnu Khaldun membedakan istilah ashabiyah ini ke dalam dua kelompok yaitu ashabiyah yang berkaitan dengan kelompok manusia berbudaya hadhar dan ashabiyah yang berkaitan dengan kelompok manusia primitif. Dalam bukunya Muqoddimah, Ibnu Khaldun berpendapat secara etimologis ashabiyah berasal dari kata ashaba yang berarti mengikat.

Secara fungsional ashabiyah merujuk pada ikatan sosial budaya yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan kelompok sosial. Ashabiyah juga dapat dipahami sebagai solidaritas sosial, dengan menekankan pada kesadaran, kepaduan dan persatuan kelompok. Lewat konsep ini, Ibnu Khaldun menganalisis persoalan politik yang merupakan kunci awal lahir dan terbentuknya sebuah negara. Apabila unsur ashabiyah suatu negara sudah melemah, maka negara tersebut akan berada dalam ancaman keruntuhan.

Ibn Khaldun mengingatkan, bangsa yang tidak mengokohkan identitasnya tidak bisa maju sehingga sebuah negara harus mencari dan memperkuat identitasnya sendiri dan jangan sekadar menyerap kebudayaan impor. Ikatan nasionalisme sesungguhnya adalah ikatan impor dari Barat, tepatnya freemasonry yang tentu saja bertentangan dengan ikatan aqidah dalam Islam. Lima prinsip yahudi yang tertera dalam kitab Talmud adalah monotaisme, humanisme, nasionalisme, sosial of justice dan demokrasi. Artinya nation state atau nasionalisme adalah ajaran yahudi yang merupakan salah satu ajaran untuk mewujudkan the new of order ala freemansonry.

Nasionalisme untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke- 18 atau sekitar tahun 1776. Lahirnya paham ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan. Awal terbentuknya negara kebangsaan dilatarbelakangi oleh faktor- faktor objektif seperti persamaan keturunan, bahasa, adat-istiadat dan  tradisi. Umat Islam yang malas baca, tidak belajar sejarah dan tidak memiliki konsep dan metode yang jelas dan detail akan sangat mudah terjebak dengan paham nasionalisme ini, hingga bahkan menjadikan ikatan ini melebihi ikatan aqidah. Tiga kelemahan kaum muslimin ini diungkapkan oleh seorang panglima militer Israel sekaligus seorang intelijen militer.

Amerika menyimbolkan nasionalismenya melalui The Four Freedom dan Patung Liberty (dewi kemerdekaan). Dari patung tersebut, Amerika berusaha menjunjung konsep yang mengutamakan hak dasar manusia untuk mendapat kemerdekaannya. Dari nasionalisme tersebut, ternyata akhirnya terbentuk dasar keyakinan tentang persamaan manusia yang pada ujungnya juga menciptakan sebuah sistem demokrasi yang kini dijalankan.

Inilah yang menjadi salah satu sebab berlarutnya penjajahan entitas yahudi kepada Palestina. Nasionalisme menjadi penghambat bagi persatuan umat sedunia untuk melawan agresi militer yahudi. Inilah yang dimaksud oleh Ibnu Khaldun sebagai sebuah ashobiyah yang justru melemahkan umat Islam. Dengan nasionalisme, umat Islam tak bisa memiliki konsep efektif dan strategis untuk menyelamatkan Palestina. Umat Islam tak bisa bersatu mengerahkan tentara untuk melenyapkan yahudi.

Padahal Allah telah menegaskan bahwa orang-orang kafir akan terus memusuhi Islam dan tidak rela atas umat ini selamanya. Allah berfirman:  Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS Al baqarah : 120)

Konflik Israel Palestina adalah sebuah bentuk nyata dari sebuah penjajahan. Pendudukan yang dilakukan oleh Israel atas tanah palestina sejak awal adalah sebuah pelanggaran berat atas hak rakyat Palestina. Berbagai bentuk protes atas pendudukan datang dari berbagai elemen masyarakat di seluruh penjuru dunia. Berbagai bentuk kecaman, bantuan dan doa bukan tidak ada manfaatnya, namun bukan merupakan solusi praktis dan strategis.

Sebab masalah utama konflik israel Palestina itu adalah adanya pendudukan atau penjajahan Israel atas Palestina. Namanya penjajah harus diusir, sebagaimana penjajah negeri ini terdahulu seperti Belanda dan Portugis, ya diusir dari negeri ini. Bagaimana bisa mengusir penjajah israel jika tidak dengan mengerahkan tentara kaum muslimin untuk berjihad memerangi yahudi.

Karena itu bagi seorang muslim, membela Palestina bukanlah persoalan sekedar persoalan kemanusiaan, kolonialisme dan kezaliman, namun lebih dari itu adalah bagian dari ekspresi keimanan. Allah dengan tegas juga melarang umat Islam bercerai berai, sebaliknya harus bersatu padu saling menolong dan menyayangi.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran : 103)

Penjahahan Israel atas Palestina dikatakan sebagai persoalan keimanan dan keislaman,  karena Masjidil Aqsa (Palestina) adalah tanah suci ketiga bagi kaum Muslimin. “Nabi pernah bersabda, tidak ada perjalanan yang sengaja ke masjid kecuali ke Masjidil Haram, masjidku (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsa. Jadi tanah Palestina juga tanah yang diberkati. Hal ini juga Allah tegaskan dalam FirmanNya Surat Al Isra ayat 1.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 13/11/23 : 13.12 WIB)

Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa

Rabu, 08 November 2023

Pakar: Haram Hukumnya Membuat Simbol Palestina dalam Bentuk Semangka


 
Tinta Media - Menanggapi  pertanyaan ramainya penggunaan animasi simbol Palestina dalam bentuk semangka, Pakar Fikih Kontemporer KH. M. Shiddiq Al-Jawi menegaskan haram hukumnya.

"Haram hukumnya membuat simbol Palestina dalam bentuk semangka," tuturnya di laman website shiddiqaljawi.com., Jumat (3/11/2023).
 
Kiai Shiddiq beralasan, simbol tersebut adalah representasi dari bendera Palestina yang ada saat ini, padahal bendera tersebut adalah simbol dari negara Palestina sebagai negara-bangsa (nation-state) dan negara sekuler. "Sebuah negara yang tidak mengikuti ajaran Islam, melainkan mengikuti konsep Barat," tegasnya.
 
Kiai Shiddiq  mengutip dari Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya, Al-Fiqh ‘Alā Al-Madzāhib Al-Arba’ah, 5/366 bahwa berdirinya negara Palestina sebagai sebuah negara-bangsa (nation-state) jelas akan semakin memecah belah umat Islam seluruh dunia yang seharusnya wajib hidup dalam satu negara saja (Khilafah).
 
“Berdirinya negara Palestina sebagai sebuah negara sekuler juga sangat bertentangan dengan Islam, karena negara sekuler yang memisahkan agama dari negara hanya akan menerapkan syariah Islam secara parsial," paparnya.
 
Kiai Shiddiq lalu menyimpulkan, “Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam tidak pernah mengakui sebuah negara yang berupa negara-bangsa (nation state) dan negara sekuler di seluruh  dunia ini secara mutlak," pungkasnya.[] Muhammad Nur.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab