Tinta Media: muda
Tampilkan postingan dengan label muda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label muda. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 September 2024

Sistem Pendidikan Islam Mampu Mencetak Generasi Muda yang Bertakwa



Tinta Media - Rabu malam, Kompas TV memberikan penghargaan pada pemerintah Kabupaten Bandung terkait daerah layak anak  2024. Sandi Apriatna mewakili Dadang Supriatna menerima penghargaan tersebut. 

Sandi menjelaskan bahwa  pemerintah daerah sudah seharusnya memberikan pelayanan edukasi kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Tiga muatan lokal, yaitu bahasa Sunda, pendidikan bahasa, baca Al-Qur'an dan mengaji telah digulirkan di sekolah guna mempersiapkan generasi muda berkarakter dan mempunyai akhlak yang baik. Bahkan, program guru ngaji datang ke sekolah pun digulirkan dengan harapan agar anak-anak lebih melek baca Al-Qur'an. (HIBAR)

Memang, generasi muda berakhlak mulia dan berkarakter merupakan modal penting bagi sebuah negara. Berbagai program pun digulirkan sehingga mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Pencapaian prestasi sebagai kota layak anak dianggap sebagai sebuah prestasi yang membanggakan di berbagai wilayah. Namun, fakta kenakalan remaja seperti bullying, tawuran, kekerasan pada anak hingga pembunuhan semakin merajalela akibat moral generasi yang semakin rusak. Setiap hari kita disuguhi berita-berita menyayat hati yang justru dilakukan oleh anak-anak di bawah umur sekalipun. Pergaulan bebas merajalela, mengakibatkan terjadinya perzinaan hingga pencabulan. 

Sistem pendidikan ala sekuler materialistik telah nyata berhasil merusak moral generasi. Negara dengan sistemnya telah gagal melahirkan anak-anak dan generasi muda yang saleh dan bertakwa. Semua berawal dari negara yang menerapkan sistem batil demokrasi dengan segala turunannya yang melahirkan aturan-aturan berbasis keuntungan dan manfaat, termasuk urusan pendidikan. 

Sekularisme yang memisahkan masalah kehidupan dengan agama menyebabkan segala perilaku tidak diatur dengan syariat. Sehingga, munculah berbagai macam perbuatan yang kebablasan di kalangan masyarakat, termasuk generasi muda. 

Apresiasi dan penghargaan hanya sekadar formalitas, tidak terbukti nyata dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Kita bisa lihat dengan gamlang bahwa generasi muda saat ini justru semakin rusak. Oleh sebab itu, jangan biarkan sistem pendidikan sekuler materialistik terus melenggang di negeri ini sampai kebablasan, hingga kebebasan berperilaku ini terus merasuki generasi muda yang notabene adalah generasi penerus bangsa. Seharusnya mereka menjadi agen perubahan, generasi muda beriman dan bertakwa, serta takut kepada Allah Swt.

Walhasil, untuk mewujudkan masyarakat dan generasi muda yang tangguh, maka kita harus beralih pada sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam  sebagai rol model. Inilah asas mendasar dan pondasi yang kuat sebagai konsekwensi keimanan. Pondasi inilah yang akan mampu menjauhkan generasi muda dari pemikiran-pemikiran kufur. Penerapan sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu melahirkan peradaban yang gemilang pada zamannya dengan lahirnya para cendekiawan dan para ahli sains dan teknologi. 

Semua terbukti dalam sejarah kejayaan Islam di masa lampau yang bisa menjadi contoh untuk kita semua. Bukan tidak mungkin bahwasanya semua bisa terwujud kembali dengan terus berjuang menyampaikan Islam ke masyarakat. Kita jelaskan bahwa mencetak generasi muda yang tangguh hanyalah dengan sistem pendidikan Islam saja, yaitu dengan adanya sebuah institusi negara khilafah. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Senin, 01 Juli 2024

Rusaknya Generasi Muda,Hanya Islam Solusinya


Tinta Media - Makin ke sini, generasi muda makin mengerikan. Kehidupan remaja begitu dekat dengan tindak kriminal, seperti tawuran, pemerkosaan, pembunuhan, dan kekerasan. Sedih? Iya. Miris? Jelas. Was-was? Pasti. 

Usia muda yang seharusnya menjadi usia cemerlang dalam prestasi, kebaikan, karakter dan akhlak, justru sangat kontradiktif dengan fakta hari ini.

Seorang siswi tingkat SMP telah menjadi korban pemerkosaan bergilir yang dilakukan oleh 10 orang. Tiga di antaranya adalah pria dewasa, tiga orang masih berstatus pelajar, dan empat pelaku lainnya masih buron. 

Di tempat berbeda, tepatnya di Bekasi, puluhan remaja terlibat tawuran “perang sarung”. Perang sarung tersebut memakan satu korban jiwa. Seorang pelajar berusia 17 tahun meregang nyawa setelah tawuran antarkelompok geng remaja tersebut. 

Terbaru, di Pangkalpinang, Kep. Bangka Belitung, “perang sarung” terjadi di tiga lokasi berbeda dalam semalam. (Muslimah News, 19/03/2024) 
Mengapa generasi kita menjadi seperti ini?

 Pengaruh Sekularisme

Tindak kriminal dan aksi brutal di kalangan remaja bukan hanya sekali, tetapi sudah berulang kali dan setiap tahun terjadi hal yang serupa. Artinya, solusi preventif dan kuratif tidak efektif, apalagi sistem sekularisme masih mendominasi kehidupan. Inilah yang menjadi akar masalah kerusakan generasi. 

Sistem sekularisme telah melahirkan pola hidup liberal, hedonistik, dan permisif. Standar hidup tidak lagi berpegang teguh pada agama, melainkan berorientasi pada pencapaian atau keberhasilan yang bersifat materi. Alhasil, generasi semakin jauh dari ketaatan kepada Penciptanya, yaitu Allah Taala.

Di sisi lain, sistem sekularisme juga memengaruhi pola penyusunan kurikulum. Seperti halnya dalam sistem pendidikan hari ini, output dan tujuan pendidikan tidak sinkron. Dalam salah satu poin Undang-Undang (UU) Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berilmu.

Pertanyaannya, apakah dengan menggunakan model kurikulum sekuler yang diterapkan saat ini, tujuan itu dapat tercapai? Sementara, porsi Islam dalam struktur kurikulum pendidikan sekuler begitu minim. Meski sudah banyak lembaga pendidikan Islam sebagai solusi alternatif, bukan suatu jaminan tidak akan terjadi perilaku negatif generasi. Arus sekularisasi inilah yang tengah dihadapi orang tua, guru, dan lembaga di semua lini kehidupan. 

Pada era keterbukaan informasi saat ini, mereka bisa mengakses apa saja yang ada di dunia digital. Generasi pun semakin tidak terkontrol dan terkendali. Belum lagi adanya tontonan berbalut maksiat atau game bergenre kekerasan. 

Ditambah budaya yang merajalela serta pemikiran asing yang sering menjadi tren dan kiblat di kalangan remaja, jadilah generasi pengikut tanpa bisa menyaring mana yang benar dan mana yang salah sesuai pandangan Islam. Artinya, yang perlu dirombak dan dievaluasi bukan hanya guru, orang tua, atau lembaga, melainkan sistem yang diterapkan, yakni sistem sekuler kapitalisme.

Betul, keluarga merupakan fondasi awal pembentukan karakter dan pendidikan anak, juga benteng pertahanan bagi anak-anak di dalamnya. Namun, keluarga juga adalah benteng yang rapuh. 

Keluarga dalam sistem kapitalisme sulit untuk bisa menjadi keluarga ideal. Ini karena semakin tingginya biaya hidup, semakin memaksa banyak orang tua bekerja keras untuk bertahan. Tidak hanya ayah yang harus mencari nafkah, bahkan para ibu pun harus rela bekerja keras menambal keuangan keluarga. 

Mahalnya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, juga tuntutan materialisme, sering membuat mereka harus mengedepankan pekerjaan dan mengabaikan anak-anak. Pada akhirnya, terkadang anak lantas diasuh oleh lingkungan yang belum tentu steril dari kerusakan. Oleh karena itu keluarga membutuhkan kekuatan yang mampu menjadi perisai anak-anak di mana pun ia berada, di rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakat. Kekuatan besar itu adalah negara.

Dalam sistem kapitalisme, fungsi perlindungan negara ini hampir tidak ada karena negara berfungsi sebagai regulator saja. Negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat. Akibatnya, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, dan perzinaan mendapat tempat yang lapang di tengah masyarakat. 

Negara tidak boleh melanggar hak asasi, membungkam media perusak moral, menghukum para pelaku hubungan sejenis, merajam para pelaku pemerkosaan anak, dan seterusnya. Negara menjadi mandul, tidak memiliki kekuatan untuk bergerak menghentikan kerusakan masif terhadap generasi.

Upaya-upaya perlindungan anak diserahkan pada masyarakat dan LSM. Sama seperti berbagai aspek kehidupan lain. Ada Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan sebagainya. 

Upaya yang dilakukan ini tentu tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pasalnya, peran lembaga-lembaga tersebut hanya “menyapu halaman”, tidak mampu untuk menghilangkan sumber kotoran. Dengan kata lain, mereka hanya melakukan pendampingan korban, melakukan mediasi, rehabilitasi mental, dan sejenisnya, bukan menjauhkan anak dari ancaman dan bahaya yang mengintai mereka.

 Negara Islam Perisai Generasi 

Islam memiliki paradigma berbeda dalam penyelamatan generasi. Dalam negara Islam, yakni Daulah Khilafah. Islam menerapkan seperangkat hukum yang  menyelesaikan semua permasalahan mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap rakyat, tetapi juga kepada Allah Taala secara langsung.

Pemimpin dalam Islam memiliki dua fungsi. 

Pertama, fungsi pemeliharaan urusan rakyat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى 
النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang kalian pimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Baghawi (w. 516 H) menjelaskan makna “ar-râ’in” dalam hadis ini, yakni pemelihara yang dipercaya atas apa yang ada pada dirinya. 

Ar-ri’âyah adalah memelihara sesuatu dan baiknya pengurusan. Di antara bentuknya adalah pemeliharaan atas urusan-urusan rakyat dan perlindungan atas mereka. (Al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, 10/61)

Kedua, fungsi  sebagai junnah (perisai). Hal itu sebagaimana pujian yang dituturkan Rasulullah saw. Kepada figur dari seorang penguasa yang dibaiat oleh kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Allah, melindungi harta kehormatan dan darah kaum muslim. Nabi Muhammad saw. Bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
BBC
“Sungguh, imam (khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Muttafaqun ’alayh)

Negara adalah benteng, yang pada hakikatnya akan melindungi generasi dari kerusakan apa pun. Mekanismenya  dilakukan secara sistemis, meliputi berbagai aspek yang terkait langsung maupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut:

Pertama, pengaturan sistem ekonomi. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan merata agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah untuk keluarganya.  

Semua sumber daya alam strategis adalah milik umat yang dikelola negara. Negara wajib mendistribusikan seluruh hasil kekayaan milik umat untuk kesejahteraan warga negara, baik untuk kebutuhan pokok individu (pangan, papan, dan sandang) maupun kebutuhan dasar kolektif (kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan). Maka, beban keluarga menjadi lebih ringan dan pendidikan anak bisa berlangsung sebagaimana mestinya.

Kedua, pengaturan sistem pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam bagi seluruh anak. Dengan itu, terbentuk kepribadian Islam pada anak yang standar berpikir dan bersikapnya adalah Islam. Pembentukan standar Islam inilah yang akan menyelamatkan para pemuda dari gempuran ide-ide Barat yang menyesatkan.

Ketiga, pengaturan sistem sosial. Sistem yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, yang akan menghasilkan interaksi produktif dan saling menolong dalam membangun umat. Interaksi yang tidak membangun seperti campur baur laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan akan dilarang. 

Perempuan akan selalu diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga kesopanan dan juga akan dijauhkan dari eksploitasi seksual. Menikah akan dipermudah.  Aturan-aturan sosial ini akan menjamin naluri seksual yang hanya akan muncul dalam bentuk hubungan suami istri dan menjauhkan dari hubungan di luar itu. Semua bentuk penyimpangan seksual, seperti seks bebas, elgebete dan sebagainya akan ditutup rapat, sehingga terbangun akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. 

Keempat, pengaturan media massa. Media massa bebas menyampaikan informasi. Namun, mereka harus terikat dengan kewajiban untuk memberikan pendidikan, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan dalam masyarakat. Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, ideologi dan aturan sekuler-liberal. 

Dengan cara itu, masyarakat menjadi paham mana yang benar dan yang salah. Mereka pun bisa terhindar dari pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak islami. 

Media yang memuat kekerasan, ide elgebete, pornografi, pornoaksi, dan segala yang merusak akhlak dan agama, akan dilarang terbit dan akan diberikan sanksi bagi pelaku yang melanggar.

Kelima, pengaturan sistem kontrol sosial. Masyarakat yang bertakwa akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, suasana ketakwaan dibangun di tengah umat melalui berbagai kajian agama secara umum. 

Upaya mewujudkan amar makruf nahi mungkar akan dihidupkan kembali, sehingga orang merasa enggan untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam rangka kontrol sosial ini, negara juga mengangkat kadi hisbah, yaitu hakim yang bertugas mengawasi ketertiban umum. 

Negara memiliki hak untuk menindak berbagai pelanggaran sosial, seperti khalwat laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, perilaku menyimpang di tengah umum,  pelanggaran cara berpakaian dan sebagainya.

Keenam, pengaturan sistem sanksi. Negara menerapkan sistem sanksi  yang telah  ditetapkan oleh Allah Swt.  Sanksi tegas yang menimbulkan efek jera diberlakukan bagi para pelaku pelanggaran hukum syariat. Sistem sanksi ini akan mengakhiri perusakan generasi secara efektif. Berbagai macam pengaturan yang diterapkan oleh negara akan membangun perlindungan yang utuh untuk anak-anak, orang tua, keluarga, dan masyarakat.

Dengan menerapkan mekanisme-mekanisme ini.  Maka liberalisme, kapitalisme, dan ide perusak lainnya tidak akan mampu menyentuh anak-anak. Mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi muslim yang tangguh, pejuang dan pembangun, serta  menjadi mutiara-mutiara di tengah umat dalam lindungan negara. 

Negaralah yang mampu melakukan fungsi besar itu, memiliki ideologi yang dipegang erat, yang terpancar dari suatu akidah yang tidak akan tergoyahkan. Negara itu adalah Negara Islam.

Membangun Kesadaran Umat 

Menyelamatkan generasi yang sudah tergerus kerusakan tidak akan bisa dilakukan oleh individu saja ataupun institusi tertentu, melainkan harus menjadi gerakan bersama seluruh umat. Negara adalah motor dan payungnya. Ketika negara Islam tersebut belum terbentuk, maka kuncinya berada di tangan umat. Caranya?

Pertama, menciptakan opini publik yang terbangun dari kesadaran umum bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan, khususnya upaya penyelamatan generasi. Kedua, melakukan pergolakan pemikiran dan membuka keburukan ide-ide Barat yang digunakan untuk merusak para generasi. Menjelaskan kerusakan dan bahayanya terhadap kehidupan seluruh manusia. Mengungkapkan rancangan asing yang didesain untuk merusak pemikiran generasi muda, seperti moderasi beragama rancangan RAND Corp, pembajakan potensi generasi muda untuk kepentingan kapitalis melalui jalur pendidikan. 

Upaya-upaya ini dilakukan menggunakan berbagai cara, langsung maupun menggunakan media massa, media sosial, offline  maupun online, yang memungkinkan untuk menjangkau umat seluas-luasnya. Tentunya semua ini  membutuhkan komitmen yang kuat dari para pengemban dakwah Islam, dan juga penyusunan strategi yang tepat serta kerja keras. Hanya pada generasi mudalah kita berharap akan lahirnya generasi Muhammad al-Fatih baru yang akan membangkitkan umat dan mengantarkan Islam pada puncak kegemilangannya. Waallahualam Bishawab.


Oleh: Ummi Yati
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 Maret 2024

Potret Buram Generasi Muda Indonesia



Tinta Media - Beberapa kasus tindak kriminalitas yang dilakukan oleh generasi muda saat ini semakin meningkat. Bukan hanya sekedar terkait pergaulan muda-mudi yang semakin bebas, tapi juga beberapa aksi kriminalitas yang meresahkan. Bahkan yang terbaru seorang remaja laki-laki usia 16 tahun menjadi pelaku pembunuhan satu keluarga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim). Aksi keji tersebut dilakukan diduga lantaran adanya sakit hati serta dendam terkait asmara. Lebih dari itu remaja tersebut juga dengan tega memperkosa salah satu korbannya. Akibat perbuatannya, pelaku terancam mendapatkan hukuman mati.

Tentunya kasus ini menambah potret buram perkembangan generasi muda bangsa saat ini. Disaat bangsa ini membutuhkan perubahan terhadap kondisi yang ada, kasus tersebut justru semakin menjauhkan harapan bangsa terhadap generasi muda. Selain itu, hal ini juga menambah potret buram gagalnya sistem pendidikan Indonesia dalam mewujudkan peserta didik sebagai harapan generasi penerus bangsa yang berkepribadian akhlakul karimah. 

Kasus kriminalitas dilakukan generasi muda bukan kali ini saja terjadi, namun terus berulang setiap waktunya. Tentunya kejadian kriminalitas yang terus berulang, menunjukkan adanya kelemahan terhadap sanksi hukum yang diberlakukan. Tidak adanya efek jera ditengah-tengah masyarakat, menjadikan kasus-kasus kriminalitas akan selalu ada dan tidak mampu mencegah individu dalam melakukan aksi kejahatannya. Sistem aturan kapitalis liberalis yang memberikan kebebasan setiap individu masyarakat dalam menjalankan kehidupannya menjadikan generasi muda terjebak dalam derasnya pergaulan bebas yang diiringi dengan barang terlarang seperti narkotika, minuman keras sampai seks bebas. Aturan agama yang sekian lama ditinggalkan, semakin menambah jejak-jejak setiap individu untuk melakukan perbuatan buruknya.

Sehingga hal tersebut harusnya menjadi evaluasi pemerintah untuk memperbaiki sistem aturan bernegara yang ada saat ini. Bukan hanya terkait satu aspek saja tapi juga menyeluruh, agar solusi yang diberikan bukan solusi tambal sulam. Negara berkewajiban menjamin terlaksananya sistem kehidupan yang terbaik, mulai dari sistem pendidikan sampai sistem berkehidupan. Sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi muda sebagai penerus bangsa yang diharapkan, sistem sanksi hukum yang mampu mencegah kembalinya kejahatan untuk berulang dan mengembalikan serta memastikan setiap individu untuk kembali pada aturan agama sehingga terbentuklah individu-individu masyarakat yang bukan hanya taat pada aturan negara namun beriringan terhadap aturan agama. Utamanya generasi muda saat ini yang semakin jauh dari aturan agama dan negara, maka terbentuklah para generasi bangsa yang diharapkan.

Oleh: Putri YD
Sahabat Tinta Media

Rabu, 20 Juli 2022

Masa Muda Bakal Diminta Pertanggungjawaban Secara Khusus


Tinta Media - Meskipun masa muda itu masa mencari jati diri, masa membuktikan eksistensi, masa mencari perhatian dan masa penuh semangat dan bergairah, namun narator video MMC mengingatkan masa muda bakal diminta pertanggungjawaban.

“Yang mesti diperhatikan di balik itu semua perlu ada kontrol, dan perlu pembinaan biar enggak berlebihan dan keluar dari bimbingan syariat. Soalnya dengan keunggulan dan kelebihan di usia muda ini,  kayak semangat masih membara,  tenaga masih kuat, pikiran masih fresh dan tekad yang kuat, masa muda kita bakal diminta pertanggungjawabannya secara khusus,” tutur Narator dalam Video: Masa Muda Masa Berkarya Jangan Disia-siakan, Rabu (23/3/2022) melalui kanal Muslimah Media Center.

Ia lalu membacakan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmizi, “Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang  lima hal,  tentang  umurnya dalam apa ia gunakan,  tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan,  tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang  apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui atau ilmunya.”

Nah dari hadis di atas, lanjutnya, ia mengatakan, ternyata masa muda jadi salah satu pertanyaan yang bakal ditanyakan  sama Allah SWT pas sesi  tanya jawab di yaumil hisab.  “Artinya kita punya pilihan nih masa muda kita ini bakal mau diisi dengan cara apa? Cuma ya harus berfikir juga, setiap pilihan pasti punya konsekuensi dan resiko,” ucapnya mengingatkan.

Ia mencontohkan, misalnya diisi dengan bersenang-senang mengejar kepuasan materi dan fisik, seperti yang diajarkan sama sistem sekuler liberal saat ini. “Contohnya ya kayak free sex lah,  narkoba lah, tawuran lah, workaholic, pamer aurat sampai lupa nggak ngaji Islam,” tuturnya memberikan contoh.

“Atau bahkan ‘ikhlas’ jadi duta ide-ide barat yang jelas-jelas semua ide itu bertentangan dengan akidah Islam, kayak mendakwahkan ide sekuler liberal, semisal mendukung kelompok L68T atau  pluralisme, demokrasi kapitalisme,  dan ide-ide kufur  lainnya,” imbuhnya. 

Nah kalau masa muda kita diisi dengan cara yang begituan, ucap Narator,  “Ya cek saja  di dalam Al-Quran balasan apa ntar yang kita dapatkan setelah kaki kita bergeser di sesi tanya jawab  di yaumil hisab,” ingatnya.
 
Kagum

Menurut Narator, kalau anak muda menyibukkan masa mudanya dengan ketaatan, maka Allah SWT kagum kepada anak muda tersebut. 

Ia lalu membacakan hadis riwayat Imam  Bukhari, “Ada 7 golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan atau arsyi-Nya pada hari yang tidak ada naungan sama sekali kecuali naunganNya.... dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah atau ketaatan kepada Allah,” ucapnya.   

“Di hadis lain riwayat Ahmad,  Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta'ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah,’ ” imbuhnya. 

Narator menjelaskan, shabwah adalah pemuda yang tidak mengikuti hawa nafsunya, dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan. 

Keren

Narator mengatakan, di masa peradaban Islam yang dinaungi sistem Khilafah, pemudanya itu keren-keren. “Masih muda sudah jadi panglima,  masih muda sudah jadi mujtahid,  masih muda sudah jadi wali, masih muda penuh dengan karya,” kagumnya.

Ia memberikan contoh, Ali bin Abi Tholib yang  memutuskan masuk Islam di umur 7 tahun, Mushab bin Umair yang menjadi duta Islam di Madinah. “Beliau diutus Rasul untuk mengenalkan dan mengajarkan Islam ke penduduk Madinah. Hasilnya berupa  baiat aqabah kedua yang menjadi cikal bakal berdirinya Daulah Islam di Madinah,” ungkapnya. 

“Ada juga  sosok-sosok imam dan ilmuwan Islam seperti Imam Syafi'i,  Ibnu Rusyid,  Al Farabi dan lain sebagainya. Ibu Rusyid  misalnya seorang ilmuwan sains dan kedokteran yang terkenal di Andalusia atau Spanyol.  Ada juga sosok Muhammad Al Fatih yang mampu membuktikan bisyaroh  Rasul menaklukkan peradaban Romawi Barat atau Konstantinopel,” kisahnya. 

Karena itu, Narator berharap agar tidak menyia-nyiakan usia muda. “Bagi yang masih terlena dengan dunia, mari kita perbaiki mindset  hidup kita dengan cara mengkaji Islam,” ajaknya.

“Yang sudah ikut kajian, keep istiqamah,  karena kita enggak tahu akhir hidup kita seperti apa," pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab